15

81 16 0
                                    

[💕HAPPY READING 💕]
[✨Jangan lupa untuk berikan vote dan juga comment✨]

Libur semester kali ini, keluarga Cahyo dan Weni berencana untuk pergi berlibur bersama. Liburan ini bukan hanya untuk merayakan kenaikan Rian dan Hanif ke kelas 10, tetapi juga sebagai cara untuk memperbaiki hubungan yang selama ini penuh ketegangan. Mereka memilih pergi ke sebuah villa di pegunungan, tempat yang jauh dari hiruk-pikuk kota dan pekerjaan sehari-hari.

Pagi itu, suasana di rumah keluarga Cahyo terlihat berbeda. Weni sibuk di dapur menyiapkan sarapan, sementara Cahyo mengurus barang-barang yang akan dibawa. Daren, yang sudah duduk di bangku kuliah, tampak sibuk membantu memasukkan koper-koper ke dalam mobil. Hanif berlari-lari kegirangan sambil sesekali mengganggu Rian yang sedang mencoba fokus mengemas barang-barangnya.

"Rian, kamu sudah siap belum? Jangan lama-lama! Kita bisa ketinggalan matahari terbit di gunung kalau kamu lambat begini!" seru Hanif dengan suara riang.

Rian tersenyum tipis sambil memasukkan handuk dan beberapa baju ke dalam tasnya. "Santai, Hanif. Kita masih punya waktu banyak. Lagipula, aku nggak mau ketinggalan pemandangan juga kok."

Hanif hanya tertawa dan terus melompat-lompat di depan kamar Rian. Ia sangat bersemangat dengan rencana liburan ini, apalagi ini adalah pertama kalinya mereka semua akan pergi berlibur setelah waktu yang cukup lama.

Di ruang tamu, Weni mengatur makanan yang akan dibawa sebagai bekal. "Ayah, jangan lupa termosnya. Kita bawa teh hangat, siapa tahu di sana dingin," katanya sambil memeriksa barang-barang.

Cahyo mengangguk sambil mengangkat dua koper ke dalam mobil. "Iya, sudah aku masukkan ke dalam mobil. Kamu nggak usah khawatir, Wen, semua sudah beres."

Weni tersenyum puas. "Bagus kalau begitu. Aku nggak sabar menunggu momen ini. Kita akhirnya bisa liburan sekeluarga lagi."

Daren muncul dari belakang sambil menggendong ranselnya. "Aku juga nggak sabar, Ma. Sudah lama kita nggak pergi bersama begini. Terakhir kali itu... kapan ya? Waktu aku masih kelas 8 SMP, kalau nggak salah?"

Weni tertawa kecil. "Iya, waktu itu liburan ke pantai. Sekarang kita ke pegunungan. Harusnya lebih seru, ya?"

Sementara itu, Rian sudah selesai dengan barang-barangnya dan keluar dari kamarnya. Dia berjalan menuju mobil sambil membawa tas ranselnya. Hanif yang melihat Rian keluar langsung berteriak senang, “Akhirnya! Aku pikir kamu bakal selamanya di kamar.”

Rian hanya tertawa kecil, kemudian menepuk kepala Hanif. “Kamu yang terlalu bersemangat, Hanif. Nanti malah capek duluan sebelum sampai di tempat.”

Mereka semua berkumpul di depan rumah, bersiap-siap untuk berangkat. Cahyo yang sedang memeriksa ban mobil, menoleh dan berkata, “Oke, semuanya sudah siap? Kalau begitu, kita berangkat!”

Perjalanan menuju villa di pegunungan itu berlangsung dengan suasana yang menyenangkan. Di dalam mobil, Weni dan Cahyo sesekali berbincang tentang masa kecil anak-anak mereka. Daren duduk di depan bersama ayahnya, sementara Rian dan Hanif duduk di kursi belakang, sesekali bercanda atau melihat pemandangan dari jendela.

“Kamu ingat nggak, waktu kecil kita liburan ke pantai dan Hanif takut banget sama ombak?” tanya Weni sambil tertawa kecil, mengenang momen masa lalu.

Hanif yang duduk di belakang langsung merespons, “Ya ampun, Ma! Itu sudah lama banget. Aku waktu itu masih kecil, nggak ngerti apa-apa. Sekarang aku malah pengen main selancar.”

Rian tersenyum mendengar adiknya. "Iya, sekarang malah kamu yang paling berani kalau disuruh berenang di laut."

Daren menimpali sambil melihat ke belakang, “Hanif, kamu yang paling kecil waktu itu, sekarang jadi yang paling besar semangatnya kalau soal liburan. Aku sampai heran.”

Cahyo yang sedang fokus mengemudi ikut menambahkan, “Dulu, waktu pertama kali kita pergi ke pantai, kamu nangis terus, Hanif. Sekarang, kamu malah nggak sabar buat sampai ke pegunungan.”

Semua tertawa bersama, mencairkan suasana. Ini adalah momen yang langka, di mana mereka semua bisa tertawa tanpa ada beban atau perasaan negatif yang biasanya menyelimuti. Rian diam-diam merasa bahagia bisa merasakan momen seperti ini, momen di mana keluarganya bisa bersatu dalam kebahagiaan yang sederhana.

Setelah beberapa jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di villa yang berada di lereng gunung. Udara sejuk dan pemandangan hijau yang menyegarkan menyambut mereka saat mereka turun dari mobil. Hanif langsung melompat keluar dari mobil dengan semangat, berlari-lari kecil di sekitar villa.

“Wah, tempat ini keren banget! Kita bisa main banyak hal di sini!” seru Hanif, matanya berbinar-binar melihat pemandangan pegunungan yang asri.

Rian keluar dari mobil dengan senyuman kecil di wajahnya. "Kita baru sampai, Hanif. Tenang dulu. Kita nanti bisa jalan-jalan di sekitar sini."

Weni mengamati pemandangan sekeliling dengan penuh kekaguman. "Bagus sekali tempat ini, Yoy. Pilihan yang tepat buat kita semua berlibur."

Cahyo mengangguk sambil membantu menurunkan koper-koper. "Aku sudah cek ulasannya sebelum pesan. Kata orang-orang, tempat ini nyaman dan cocok untuk keluarga."

Daren membuka pintu villa dan masuk ke dalam, diikuti oleh keluarganya. “Wah, dalamnya juga nyaman banget. Ada ruang tamu yang luas, kamar-kamarnya juga kelihatan bagus.”

Setelah menurunkan semua barang, mereka mulai membereskan dan memilih kamar masing-masing. Hanif, dengan semangatnya yang tak habis-habis, langsung memilih kamar yang menghadap ke arah gunung. “Aku mau kamar ini! Lihat pemandangannya, keren banget!”

Rian hanya tertawa melihat tingkah adiknya. Ia memilih kamar yang bersebelahan dengan kamar Hanif. Setelah semuanya beres, mereka berkumpul di ruang tamu, duduk di sofa sambil menikmati teh hangat yang disiapkan Weni.

Cahyo membuka obrolan dengan nada santai. "Jadi, apa rencana kita besok? Ada banyak tempat menarik di sekitar sini. Kita bisa mendaki sedikit, atau sekadar jalan-jalan santai."

Hanif yang duduk di sofa sambil memeluk bantal langsung angkat bicara. "Aku pengen mendaki, Pa! Aku mau lihat pemandangan dari puncak."

Rian, yang duduk di sebelah Hanif, tersenyum sambil menyeruput tehnya. “Mendaki sounds fun. Tapi kita nggak perlu buru-buru. Kita bisa nikmatin dulu suasana di sini, sambil jalan-jalan ringan.”

Weni yang duduk di samping Cahyo menyetujui usulan Rian. "Iya, kita santai saja. Besok kita bisa mulai dari tempat yang dekat-dekat dulu, baru nanti kalau semua sudah siap, kita bisa mendaki."

Daren yang sedari tadi diam mendengarkan menambahkan, “Aku setuju. Kalau kita terlalu buru-buru, nanti malah capek duluan. Tempat ini sudah cukup asyik buat kita nikmati tanpa harus mendaki jauh-jauh.”

Semua sepakat untuk menikmati liburan dengan santai. Mereka duduk bersama, tertawa, bercanda, dan merencanakan kegiatan apa saja yang akan mereka lakukan selama liburan ini. Ini adalah momen yang telah lama mereka nantikan — momen di mana tak ada lagi ketegangan, hanya kebahagiaan dan kebersamaan.

Rian duduk diam sesaat, menikmati suasana. Dalam hatinya, ia merasa bersyukur bahwa keluarganya bisa melewati masa-masa sulit dan akhirnya menemukan kebahagiaan bersama. Perasaan hangat menyelimuti hatinya, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa benar-benar damai.

TBC

[💕TERIMAKASIH BAGI YANG SUDAH BERKENAN MEMBACA CERITA INI 💕]

𝐒𝐚𝐭𝐮 𝐑𝐢𝐧𝐝𝐮, 𝐃𝐮𝐚 𝐍𝐚𝐬𝐢𝐛Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang