18

92 17 0
                                    

[💕HAPPY READING 💕]
[✨Jangan lupa untuk berikan vote dan juga comment✨]

Hari-hari terasa berjalan begitu cepat setelah liburan keluarga yang mengesankan. Kini, Rian dan Hanif memasuki babak baru dalam hidup mereka. MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) di sekolah menengah atas menjadi tantangan berikutnya. Di sekolah baru ini, mereka harus beradaptasi dengan lingkungan dan teman-teman baru.

Pagi itu, suasana rumah masih sibuk seperti biasa. Rian duduk di ruang tamu, menunggu Hanif yang sedang sibuk mempersiapkan tasnya di kamar. Mereka berdua akan berangkat ke sekolah yang sama, hanya saja kali ini suasana sedikit berbeda. Ini adalah hari pertama MPLS, hari di mana mereka akan mengenal lebih dalam tentang sekolah barunya.

Hanif turun dari tangga dengan wajah sedikit cemas. "Yan, gimana ya nanti? Aku belum kenal siapa-siapa di sekolah baru ini. Kamu nanti mau duduk sama siapa pas di aula?"

Rian menoleh sambil tersenyum, "Tenang aja, Hanif. Nggak usah terlalu khawatir. Nanti pasti ketemu teman-teman baru. Lagipula, kita bisa bareng dulu, kan?"

Hanif masih kelihatan gelisah. "Iya, tapi... aku takut nanti nggak ada yang mau temenan sama aku."

Rian menghela napas dan mendekati adiknya. "Dengar ya, Hanif. Setiap orang pasti merasa cemas di hari pertama. Tapi semua orang juga akan berusaha cari teman baru. Kamu jangan khawatir. Percaya deh, kalau kamu tetap jadi dirimu sendiri, orang lain pasti akan suka sama kamu."

Hanif mengangguk pelan, meskipun keraguan masih terlihat di matanya. "Iya. Tapi kamu tau sendiri, kan? Aku nggak pandai ngomong atau ngadepin orang baru."

Rian tersenyum lagi, kali ini lebih menenangkan. "Justru karena itu kita ada di sini buat belajar. Bukan cuma belajar pelajaran, tapi juga belajar bersosialisasi. Dan kamu nggak sendirian, Hanif. Kalau kamu butuh bantuan, aku selalu ada."

Weni keluar dari dapur dengan membawa sarapan. "Ayo kalian makan dulu sebelum berangkat. Ini hari penting buat kalian, jadi jangan sampai perut kosong."

"Terima kasih, Ma," jawab Rian sambil menerima piring dari ibunya.

Hanif duduk di meja makan, mengambil roti bakar yang sudah disiapkan Weni. "Mama, hari ini kita MPLS di sekolah. Ada acara perkenalan, katanya disuruh bawa kertas untuk bikin nametag."

Weni tersenyum hangat. "Mama yakin kalian pasti bisa melewati hari ini dengan baik. Sekolah baru memang kadang terasa menakutkan di awal, tapi setelah itu kalian pasti terbiasa."

Cahyo yang baru saja selesai dari kamar mandi ikut bergabung di meja makan. "Kalian sudah siap untuk hari pertama ini? Papa dulu juga pernah ikut MPLS waktu sekolah, dan meski awalnya canggung, tapi setelah itu semuanya jadi seru."

Rian tertawa kecil. "Papa kan pasti waktu itu jadi ketua angkatan atau semacamnya, ya? Semua orang pasti langsung kenal Papa."

Cahyo tersenyum lebar. "Nggak juga, kok. Waktu itu Papa juga sama kayak kalian, gugup di hari pertama. Tapi ya, karena sering ikut kegiatan, jadi akhirnya dikenal banyak orang."

Hanif menatap ayahnya dengan kagum. "Wah, Papa hebat. Aku juga pengen bisa dikenal banyak orang nanti."

"Pelan-pelan saja, Hanif," ujar Cahyo sambil menepuk bahu anak bungsunya. "Yang penting jadi diri sendiri, seperti kata Rian tadi. Semua akan berjalan lancar kalau kamu tetap jujur dan terbuka."

Setelah selesai sarapan, Rian dan Hanif bersiap berangkat. Sekolah baru mereka tidak terlalu jauh dari rumah, hanya sekitar 15 menit perjalanan dengan berjalan kaki. Mereka berdua berjalan beriringan, Hanif sesekali melirik Rian seakan ingin memastikan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Setibanya di sekolah, halaman sekolah sudah dipenuhi oleh siswa-siswa baru yang sama-sama bersiap untuk mengikuti MPLS. Suasana terasa meriah namun juga sedikit tegang, terutama bagi mereka yang baru pertama kali berada di lingkungan ini. Aula besar yang akan menjadi tempat perkenalan sudah dipenuhi oleh para siswa dan guru.

Rian dan Hanif masuk ke aula bersama-sama, dan segera mencari tempat duduk. Mereka melihat beberapa teman sekelas mereka dari SMP yang juga berada di sana. Salah satu temannya, Fajar, melambaikan tangan kepada Rian. "Rian, sini duduk sama kita!"

Rian menoleh ke arah Hanif. "Kamu mau duduk bareng aku dan teman-teman, atau mau coba cari teman baru?"

Hanif terlihat ragu sejenak sebelum akhirnya berkata, "Aku ikut kamu aja dulu. Nanti kalau sudah lebih tenang, mungkin aku bisa coba cari teman baru."

Mereka berdua duduk bersama Fajar dan beberapa anak lain dari SMP mereka. Pembawa acara MPLS segera memulai kegiatan dengan memperkenalkan para guru dan staf sekolah, diikuti dengan pengenalan program sekolah, ekskul, dan lain-lain. Hanif terlihat semakin tegang saat mereka diminta untuk memperkenalkan diri satu per satu.

"Hanif, kamu nanti mau ngomong apa?" bisik Rian.

Hanif menunduk sedikit, mencoba berpikir. "Aku nggak tau. Aku nggak pandai ngomong di depan orang banyak."

Rian mengangguk. "Nggak usah terlalu panjang. Cukup bilang nama, hobi, dan mungkin harapanmu selama di sekolah ini."

Ketika giliran Hanif tiba, dia berdiri dengan gemetar. "N-nama saya Hanif, dan... saya suka bermain game. Harapan saya di sini, semoga bisa belajar dengan baik dan dapat teman baru."

Meskipun terdengar pelan, perkenalan Hanif diterima dengan tepuk tangan hangat dari teman-teman sekelasnya. Rian tersenyum, merasa bangga melihat adiknya berani memperkenalkan diri meskipun gugup.

Sepulang dari sekolah, mereka berdua berjalan kaki kembali ke rumah sambil berbicara tentang hari pertama MPLS mereka.

"Jadi, gimana menurutmu hari ini, Hanif?" tanya Rian.

Hanif menghela napas lega. "Aku kira bakalan lebih menakutkan, tapi ternyata nggak seburuk itu. Aku masih gugup, sih, tapi setidaknya aku nggak merasa sendiri. Teman-teman sekelasnya ternyata ramah-ramah juga."

Rian tersenyum puas. "Nah, kan? Aku udah bilang. Semua orang juga sama-sama baru. Mereka juga mau cari teman baru, jadi nggak usah takut buat mulai ngobrol duluan."

Hanif mengangguk sambil tersenyum tipis. "Makasih, udah selalu ada buat aku. Aku mungkin nggak akan bisa melalui hari ini kalau kamu nggak ada."

Rian menepuk bahu Hanif dengan lembut. "Itu yang namanya kakak, kan? Selalu ada buat adiknya. Tapi ingat, Hanif. Nanti di kelas, kamu harus coba buat lebih percaya diri. Nggak usah takut untuk kenalan sama orang lain. Semua orang pasti punya kekhawatiran masing-masing, tapi kalau kamu berani untuk membuka diri, semuanya akan terasa lebih mudah."

Sesampainya di rumah, Weni dan Cahyo menyambut mereka di ruang tamu. "Bagaimana hari pertama MPLS kalian?" tanya Weni dengan penuh perhatian.

Hanif tersenyum dan menjawab, "Lancar ma. Aku sempat gugup pas perkenalan, tapi akhirnya bisa juga."

Cahyo tertawa kecil. "Bagus, Hanif. Papa juga dulu pernah merasa gugup, tapi akhirnya semua jadi kenangan yang manis."

Rian menambahkan, "Hanif hebat, Ma. Dia bisa melalui hari pertama dengan baik."

Weni tersenyum bangga. "Mama senang kalian berdua bisa melalui hari ini dengan baik. Ini baru awal dari perjalanan kalian di sekolah baru, jadi tetap semangat dan jangan pernah ragu untuk bertanya kalau ada yang nggak dimengerti."

Hari itu berakhir dengan perasaan lega dan bahagia di hati Rian dan Hanif. MPLS telah memberikan mereka kesempatan untuk memulai babak baru dalam hidup, dan meskipun ada rasa cemas di awal, mereka tahu bahwa selama mereka memiliki satu sama lain, semuanya akan baik-baik saja.

TBC

[💕TERIMAKASIH BAGI YANG SUDAH BERKENAN MEMBACA CERITA INI 💕]

𝐒𝐚𝐭𝐮 𝐑𝐢𝐧𝐝𝐮, 𝐃𝐮𝐚 𝐍𝐚𝐬𝐢𝐛Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang