19| Jakarta dan Hujan Sore Itu

1.4K 184 56
                                    

     Aresh mengusap wajahnya kasar, memejamkan mata saat hujan mulai turun membasahi tubuhnya. Menatap bangunan rumah mewah di depannya yang selalu terlihat sepi. Berteriak memanggil nama seseorang yang menjadi tujuan utama datangnya ke Jakarta.

     "Avisha!"

    Dari balkon kamar, Avisha tampak kaget. Kedatangan Aresh selalu jadi hal tiba-tiba yang tak pernah terduga olehnya. Segera dia turun ke lantai bawah, menemui Aresh dalam kondisi basah kuyup.

     "Kamu kenapa ke Jakarta gak ngabarin?"

     Sudah terhitung hubungan mereka nyaris 2 bulan lebih. Panggilan yang sudah berubah, kedekatan yang semakin dekat, dan effort yang lebih.

    "Aku kangen kamu, maaf, kalau akhir-akhir ini jarang ada waktu. Maaf kalau baru sempat datang buat bertemu."
 
     Payung dalam genggamannya digenggam erat, menarik tangan Aresh untuk masuk ke dalam rumahnya. "Ayo masuk dulu."

      "Kak, Aresh kangen." Suaranya gemetar, menatap Avisha lekat. Seperti menyiratkan banyak rindu dalam bola mata hitam legamnya.

     "Aku juga kangen kamu Resh, tapi aku gak suka kamu yang nekat ke Jakarta tanpa ngabarin apa-apa ke aku. Aku khawatir."

     Avisha memberikan handuk pada Aresh, agar cowok itu mengeringkan tubuhnya terlebih dulu. "Kamu boleh mandi di kamar ruang tamu Resh, aku punya baju cowok kok."

     Kening Aresh mengkerut. "Punya siapa?"

      "Punya aku, kaos hitam oversize biasa," jelasnya berharap Aresh percaya. Padahal, itu milik Samudra karena beberapa kali sering tinggal di rumahnya.

      "Yaudah, aku mandi dulu sebentar kak."

      Avisha mengangguk. "Aku mau coba masak, tapi takut gak enak."

      "Semua buatan kamu, enak kak. Aresh selalu suka."

      Dipuji seperti itu, berhasil membuat Avisha salah tingkah.

***

      Sebenarnya, Aresh datang ke Jakarta sendirian, modal nekat. Dia sudah menaruh barang-barangnya di Apartemen terlebih dulu sebelum pergi ke rumah Avisha. Gadis itu, selalu punya ruang rindu di hatinya.

      Selesai mengeringkan tubuhnya dengan handuk, Aresh segera memakai kaos yang sudah disiapkan oleh Avisha. Mencium bau wangi yang terasa asing di indra penciuamannya. Terkadang, ada banyak perasaan takut gadis itu akan main belakang, mengingat keduanya LDR beda kota. Terlebih, yang menyukai Avisha bukan hanya dirinya. Sudah dipastikan, cowok-cowok di sekolah gadis itu pasti menganggumi juga.

      Memikirkan hal yang dulunya dia lakukan, menyia-nyiakan banyak hati hanya untuk menghilangkan perasaan gabutnya. Menerima perasaan wanita tanpa ada rasa. Terkadang, Aresh sempat berpikir, kalau suatu saat dirinya yang akan disia-siakan karena ulahnya di masa lalu. Namun, semoga saja tidak.

     Melihat Avisha yang tengah sibuk memasak di dapur, meski gadis itu terlihat kualahan.

     Ya, Aresh sudah mengetahui latar belakang keluarga pacarnya. Avisha memang tinggal sendiri, tanpa adanya kehangatan dari pelukan orang tua.

    "Sayang." Panggilan itu, berhasil membuat Avisha menoleh.

    Jakarta memang bebas, terlebih di komplek perumahan mewah seperti Avisha yang tetangganya sibuk berbisnis, tidak ada waktu untuk mencampuri urusan percintaan remaja.

     Tapi meski punya banyak kesempatan, Aresh tau batas. Dia tidak pernah punya pikiran negatif yang mengarah ke hal tidak-tidak. Palingan sekedar peluk?

TREASURER | ARESHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang