Di sebuah Apartemen, seorang pemuda berkemeja hitam itu menyisir rambutnya dengan tangan. Lalu melepas sepatu sebelum merebahkan tubuh di atas tempat tidur. Dia menghela nafas lelah, mengingat hari ini aktivitasnya cukup berat.
"Capek," gumamnya.
Tangannya terulur mengambil ponsel di atas nakas. Mengecek notifikasi yang selalu dia tunggu, meski tau semua pesannya hanya akan dibaca oleh gadis itu.
"Masih ngehindar aja." Dia terkekeh kecil, gadis itu memang paling gabisa sendirian. Sedangkan dirinya sibuk, bahkan terkadang ia tidak punya waktu untuk diri sendiri.
Jarinya tertahan saat akan menekan tombol panggilan. Ada pesan masuk dari sahabatnya, mengirim sebuah foto.
Arka: bro, Avisha ditembak cowok lain
Samudra tersenyum kecil melihat foto yang berhasil memanaskan hatinya. Meski begitu, emosinya masih tetap tenang.
Samudra: gapapa, mungkin dia sekesepian itu
Arka: gabisa gitu lah, kalian belum putus, kan?
Samudra: hm
Samudra: gue gak nyetujuin, tapi sejak putus Avisha ngehindar dari gue
Samudra: 3 bulan kurang gue balik ke Jakarta
Samudra: pantau dia aja selama gue masih di London
Setelah mengirim pesan itu. Samudra kembali mematikan ponselnya, memijat pelipisnya yang terasa pusing. Lalu melepas kemeja hitam yang masih membalut tubuhnya.
"Asal kamu senang, gapapa." Samudra bergumam sendiri. "Tapi, setelah aku pulang, aku harap senangnya sama aku lagi."
Samudra memaklumi sifat childish Avisha karena sejak kecil gadis itu memang kekurangan kasih sayang. Dia paling takut kesepian mengingat hidupnya hanya ada Samudra. Wajar Avisha selalu marah disaat Samudra hilang kabar berjam-jam, meski dengan alasan sibuk belajar sekalipun. Dia hanya ingin, selalu diperhatikan, tanpa diabaikan.
Terdengar egois, namun jika itu bukan Avisha, mungkin Samudra tidak akan sanggup bertahan. Dia mencintai gadis itu dengan segala kekurangannya.
Samudra Danendra memang cowok yang pandai menahan emosinya. Wajar dia dikagumi banyak gadis bahkan guru sekalipun.
Cowok yang paling memahami Avisha.
"Kita lihat, seberapa kuat cowok itu bertahan," kata Samudra. Lalu mematikan lampu untuk terpejam sejenak. Dia butuh mengistirahatkan pikirannya.
***
"Kak, Aresh mau ngehabisin banyak waktu sama Kakak."
Avisha mengangguk, pagi-pagi sekali Aresh sudah datang ke rumah dengan motor yang entah dapat darimana. Kali ini cowok itu sendiri, tanpa ketiga sahabatnya.
"Iya, boleh. Lagi pula lo di sini cuman sampai Minggu, kan?"
Aresh cemberut. "IYAAA, ahhh, harusnya kita satu rumah aja Kak. Kan udah pacaran."
Avisha menepuk lengan Aresh dengan tas selempangnya. "NGACO! Suami Istri baru boleh."
"Hehe, yaudah berarti jadwal hari ini ke KUA aja. GASS!"
"Cowok gila!"
"Gila-gila gini pacar Kakak."
Avisha mendongak, memandang seluruh wajah Aresh dengan intens. Berhasil membuat Aresh gugup salah tingkah. "Ke-kenapa kak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
TREASURER | ARESH
Ficção AdolescenteAresh Sabiru Mahendra lebih memilih menghabiskan waktu bermain Mobile Legend daripada merasakan sakitnya jatuh cinta. Bagi Aresh, cinta hanyalah gangguan---hingga dia bertemu dengan Avisha, gadis Jakarta yang memikat hati dan mengubah pandangannya...