Di dalam rumah sederhana milik Naya, suasana hangat menyelimuti ruangan yang dihiasi dengan cahaya lembut dari lilin yang menyala. Aromanya wangi dan menenangkan, bercampur dengan suara tawa Arya dan Aria yang sedang asyik berinteraksi. Rupanya, Aria sedang memperlihatkan kekuatan magisnya dengan sorotan sinar yang berkilauan. Ia menciptakan kupu-kupu bercahaya yang terbang bebas, menyinari ruangan dengan warna-warni ceria. Arya, dengan mata berbinar, tidak bisa menahan tawa saat kupu-kupu itu menari-nari di udara, mengelilingi wajahnya.
Sementara itu, di sisi lain ruangan, Naya duduk di samping Naren yang terlihat sedikit canggung. Dengan hati-hati, Naya membuka perban yang membalut tangan Naren, berniat hendak merapikannya. Namun, suasana mendadak berubah hening saat Naya melihat luka di tangan Naren. Luka itu bukanlah luka bakar biasa; aura magis tampak merembet membentuk retakan yang membakar, seolah ada jejak kekuatan yang lebih besar di baliknya. Hati Naya bergetar ketika menyadari bahwa Naren mungkin telah berbohong mengenai ceritanya terluka saat menyalakan perapian.
"Naren..." lirih Naya, "Sebenarnya, apa yang terjadi padamu sampai terluka seperti ini?"
"aku tadi sudah bilang, kan? Aku terluka saat-..."
"jujurlah, Naren. Aku tahu ini bukan luka biasa." Naya tiba-tiba menyela ucapan Naren. Dia membuat Naren langsung bungkam.
Naren pun menunduk, merasa bersalah. "Aku... aku minta maaf, Naya. Sebenarnya, aku terluka ketika menyentuh gerbang menuju Alteria, tanganku terbakar oleh kekuatan magisnya."
Naya terkejut, pikiran dan emosinya seakan saling berputar. "Gerbang?" tanyanya, dengan suara penuh rasa terkejut. "Apa maksudmu, Naren? Kamu tahu tentang Alteria? Dan kamu juga melihat gerbang menuju kesana?"
Naren mengangguk perlahan. "Awalnya, aku tidak percaya. Tapi setelah aku melihat gerbang itu, melihatmu menggunakan kekuatan magismu untuk menyelamatkanku kemarin, ditambah aku melihat Aria... semuanya terasa begitu nyata."
Naya terdiam, sementara Naren mulai mengangkat wajahnya untuk menatap Naya dan dia menyentuh lembut pipi Naya dengan tangan kirinya. "Naya... Kamu adalah orang yang pertama kali memberitahu aku tentang Alteria saat kita kecil. Kamu bilang, Alteria adalah dunia ajaib dalam mimpimu. Tapi sekarang, semua kebenarannya sudah mulai terungkap. Aku mengerti bahwa Alteria itu nyata. Dan kamu, Naya, dengan kekuatanmu, kamu telah menunjukkan bahwa kamu juga adalah bagian dari dunia yang penuh keajaiban itu."
Mata Naya berbinar, namun ketidakpastian masih melingkupi pikirannya. "Aku tidak ingat pernah menceritakan Alteria pada siapapun, Naren. Aku juga tidak tahu kenapa ingatanku hilang. Sepertinya ada kekuatan yang menghalangiku untuk mengingat segala hal di masa laluku. Semuanya terasa gelap"
Naren mengangguk pelan seolah memahami kesulitan Naya. Naren kemudian diam dan membiarkan keheningan datang menyelimuti mereka berdua. Dalam keheningan itu, Naren sibuk memandangi iris mata biru milik Naya yang berbinar begitu indah, persis seperti dulu. Tangan kiri Naren yang masih menyentuh pipi Naya juga kini mulai menggerakan ibu jarinya lembut, mengelus pipi naya secara perlahan. Mengobati setiap jejak kerinduan yang melukai hati Naren sejak kepergian Naya.
Disaat yang sama, Naya sendiri sibuk menelusuri iris mata hazel milik Naren yang memandangnya begitu teduh dan tulus. Hati Naya merasakan getaran karenanya. Sementara tanpa siapapun tahu, pikiran Naya berkecamuk mempertanyakan mengapa Naren terlihat begitu familiar namun juga sekaligus asing baginya.
"Hei kalian! Lihat! Ada kupu-kupu di sekitar kalian!"
Lamunan Naren dan Naya tiba-tiba terbuyarkan oleh suara nyaring Aria. Mereka berdua kemudian sama-sama terheran melihat begitu banyaknya kupu-kupu berwarna-warni muncul entah darimana, terbang melingkar mengitari tempat mereka berdua duduk berhadapan, sama seperti malam kemarin ketika kunang-kunang tiba-tiba muncul setelah mereka saling berpegangan tangan di tengah hutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTERIA | ON GOING
FantasyNarendra Atharva (Naren) adalah sosok yang tampak sempurna di mata banyak orang. Namun, di balik kesempurnaan itu, ia menyimpan luka mendalam akibat kehilangan orang-orang yang dicintainya. Harapannya untuk menemukan kembali kebahagiaan muncul ketik...