Matahari senja perlahan tenggelam di balik cakrawala, mewarnai langit dengan gradasi jingga dan merah muda yang memudar di antara bayang-bayang pepohonan. Cahaya terakhirnya memancar lembut, menciptakan kehangatan yang menyelimuti halaman belakang sebuah rumah tua dengan cat putih dan arsitektur klasik. Di sana, di tengah rerumputan hijau yang luas, dua anak berusia sekitar tujuh tahun bernama Naren dan Naya duduk bersebelahan, membiarkan cahaya tersebut menyentuh wajah mereka.
"Naren," panggil Naya tiba-tiba dengan suara yang penuh rasa ingin tahu dan mata biru yang tampak berbinar indah ketika menoleh pada sahabatnya.
"Aku sudah bilang, panggil aku kakak, Naya. Aku ini lebih tua tujuh belas hari darimu." protes Naren sembari menoleh balik pada Naya dengan mata hazelnya yang tak kalah indah.
"ya sudah, Kakak Naren?" meski sedikit kesal, Naya akhirnya menuruti keinginan Naren untuk dipanggil kakak olehnya.
"iya? Ada apa adikku Naya?" Naren kali ini tersenyum bangga menyahut panggilan Naya.
"Ayok ceritakan padaku, kakak bermimpi apa semalam?"
Naren tersenyum lebar, wajahnya yang polos berseri-seri penuh antusiasme setelah mendengar pertanyaan Naya. "Aku bermimpi tentang robot besar yang bisa terbang!" katanya dengan semangat sambil menggerak-gerakkan tangan ke atas, seolah-olah sedang menggambarkan bagaimana robot dalam mimpinya melayang di angkasa. "Robot itu sangat hebat, Naya! Aku menaikinya, kemudian kami melintasi kota-kota dengan gedung yang menjulang tinggi, menyeberangi lautan besar yang tak berujung, serta mengalahkan monster jahat!"
Naya mendengarkan dengan saksama, dengan senyuman manis yang menghiasi wajahnya. Ia bisa merasakan kegembiraan Naren dalam setiap kata yang terdengar. Namun, di balik senyuman itu, ada sesuatu yang lebih dalam yang sepertinya ingin Naya bagikan.
"Aku juga bermimpi," kata Naya pelan, dengan suara yang hampir berbisik, seolah-olah akan mengungkap sebuah rahasia.
Naren menghentikan gerakan tangannya dan menatap Naya dengan penasaran. "Apa yang kamu impikan?"
Naya melihat langit yang semakin gelap sejenak, sebelum menjawab dengan nada serius, "Aku bermimpi tentang sebuah tempat yang disebut Alteria."
Naren menyernyit, tidak pernah mendengar nama tempat seperti itu sebelumnya. "Alteria?" tanyanya, kini benar-benar tertarik.
Naya mengangguk pelan, dan matanya yang biru semakin berbinar ketika ia mulai bercerita. "Alteria adalah tempat yang sangat indah dan penuh keajaiban. Di sana, aku berjalan melalui hutan yang berkilauan di malam hari, di mana pepohonan besar bersinar dengan cahaya samar dan misterius. Aku juga menemukan sungai yang berwarna-warni, seperti pelangi yang mengalir. Selain itu, ada banyak hewan yang bisa berbicara. Aku bahkan bertemu dengan beberapa makhluk ajaib, seperti naga besar dengan sisik perak yang berkilau dan peri-peri kecil yang terbang di antara bunga-bunga."
Naren terpesona. Setiap kata yang keluar dari mulut Naya bagaikan mantra yang membawanya ke dunia lain. Alteria terdengar seperti negeri dongeng yang jauh lebih indah dari semua mimpi yang pernah ia alami. "Apakah kamu sering bermimpi tentang Alteria?" tanya Naren dengan rasa ingin tahu yang tulus.
Naya mengangguk lagi, kali ini dengan senyum yang penuh kehangatan. "Hampir setiap malam, kak Naren. Di sana, aku merasa seperti aku benar-benar hidup. Semuanya terasa nyata— aku bisa merasakan angin di wajahku, mendengar suara air yang mengalir, dan menyentuh tanah yang lembut di bawah kakiku. Alteria bukan hanya sekadar mimpi bagiku. Di sana, aku merasa seperti di rumah."
Naren terdiam, mencoba membayangkan semua yang telah diceritakan Naya. Dalam benaknya, ia bisa melihat diri mereka berdua berlari di padang rumput Alteria, dikelilingi oleh makhluk-makhluk ajaib dan pemandangan yang menakjubkan. "Mungkin suatu hari, aku bisa pergi ke Alteria bersamamu, Naya," ucap Naren dengan optimisme khas seorang anak kecil sebelum kemudian berbaring di atas rerumputan, menatap langit senja yang perlahan berubah menjadi malam.
Naya tersenyum pada Naren dengan penuh harapan yang sama. "Mungkin," jawabnya lembut. Kemudian, Naya pun ikut membaringkan tubuh kecilnya di samping sahabatnya. Mereka memperhatikan dunia di sekitar mereka yang perlahan berubah menjadi kanvas malam, dimana bintang-bintang mulai muncul satu per satu, seolah menyapa dari kejauhan.
Ketika keheningan mulai menyelimuti, Naya merasakan sesuatu yang berbeda—sebuah getaran halus di dalam dirinya, seperti panggilan dari dunia yang jauh. Ia menoleh kepada Naren, ingin mengatakan sesuatu, namun bibirnya ragu-ragu, seolah ada rahasia lain yang belum siap ia bagi. Mata biru Naya akhirnya memilih untuk kembali menatap langit dengan tatapan yang dalam, penuh dengan kerinduan yang tak terjelaskan. Ada sesuatu di Alteria yang menantinya, sesuatu yang lebih besar dari sekadar mimpi anak-anak. Namun, Naya memilih untuk diam. Malam itu, meski tampak biasa bagi Naren, menjadi malam di mana Naya merasakan bahwa dunia mimpinya mungkin lebih nyata daripada yang pernah ia bayangkan. Dan di balik senyum lembutnya, ada perasaan yang terus menggelisahkan hatinya—seolah tahu, bahwa perjalanannya baru saja akan dimulai.
<<<🖤>>>
to be continued
Halo hai readers tercinta, selamat datang dan selamat membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak vote dan komen menariknya yaaa! Kalo suka cerita ini, boleh banget share seluas-luasnyaaa.
Update soon!
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTERIA | ON GOING
خيال (فانتازيا)Narendra Atharva (Naren) adalah sosok yang tampak sempurna di mata banyak orang. Namun, di balik kesempurnaan itu, ia menyimpan luka mendalam akibat kehilangan orang-orang yang dicintainya. Harapannya untuk menemukan kembali kebahagiaan muncul ketik...