Naya terbang sebagai butiran debu keemasan, melesat ringan di antara pepohonan hutan. Cahaya mentari pagi menembus celah dedaunan, menyinari jalannya dengan sinar magis. Angin hutan membawa harum tanah basah dan desiran dedaunan, melambai pelan seakan menyambut kehadirannya. Butiran debu itu bergerak anggun, mengikuti suara samar yang tak henti-hentinya memanggilnya.
"Naya..."
Suara itu membawa Naya ke sebuah tempat yang tak asing. Tempat terakhir kali ia dan Naren berpisah malam kemarin— bagian hutan yang dipenuhi pepohonan tua menjulang tinggi. Saat butiran debu Naya mendekati tempat tersebut, ia perlahan berkumpul kembali, membentuk siluet manusia sebelum wujud Naya muncul sepenuhnya. Namun, Naya tak langsung mendekati Naren yang tengah berdiri sendirian di sana. Sebaliknya, Naya memilih bersembunyi di balik semak-semak rimbun, matanya menatap sosok Naren yang termenung di kejauhan.
Sebelum melangkah lebih jauh, Naya mengulurkan tangan kirinya. Dari telapak tangannya, butiran debu yang berkilauan mulai membentuk wujud lain, yaitu wujud Aria. Sayapnya yang kecil berkilau dalam cahaya matahari, mengepak dengan gemilang. Wajahnya segera dipenuhi rasa ingin tahu yang meluap-luap.
"Putri, apakah itu... Naren?" bisik Aria dengan mata membulat dan wajah yang tampak kagum setelah melihat Naren dari balik semak-semak. "Wow, dia tampan sekali! Lihat wajahnya, begitu... begitu sempurna! Seperti ukiran patung!"
Naya terkejut mendengar komentar Aria. Pipi Naya memerah perlahan, meski ia berusaha menyembunyikannya. "A-apa? Jangan bodoh, Aria, dia terlihat biasa saja" jawab Naya dengan nada pelan, tak mau terlihat terlalu terpengaruh. Namun, jauh di dalam hati, Naya tidak bisa menyangkal bahwa, untuk sesaat, ia setuju dengan Aria.
Aria terbang mendekat ke wajah Naya, menggoda dengan senyum jahil. "Ahh, putri juga setuju, ya?"
Naya buru-buru menepis Aria dengan lembut, wajahnya semakin merah. "Hentikan, aku akan menghampirinya. Kamu tetap sembunyi saja dan jangan ikut campur!"
Dengan senyum jahilnya, Aria menyembunyikan diri di antara semak-semak, sementara Naya menarik napas panjang dan melangkah keluar dari persembunyiannya.
Naren, yang tadinya tampak termenung, langsung terkejut ketika melihat Naya mendekat. Dia mengira Naya tak akan datang. "Naya? Kupikir kau tidak akan kembali," katanya, suaranya terdengar lega.
Naya tersenyum tipis dan menatap Naren dengan tatapan lembut. "Aku sudah berjanji akan menemuimu jika kamu memanggil namaku, kan?"
"iya. Terimakasih sudah menepati janjimu."
Naya tersenyum sebelum kemudian fokus matanya teralihkan pada tangan kanan Naren yang dibalut oleh perban. Sadar akan hal itu, Naren pun langsung menyembunyikan tangannya ke belakang.
"tanganmu kenapa? Kamu terluka?" tanya Naya penasaran. Tatapannya menunjukkan kekhawatiran yang tulus sehingga Naren merasa tidak enak.
"iya. Aku-..." Naren diam sejenak. Dia merasa Naya tidak usah mengetahui tindakannya yang gegabah menyentuh gerbang Alteria semalam. Dia tidak tahu Naya akan berpendapat bagaimana. "Aku semalam tidak sengaja melukai tanganku saat menyalakan... emh-... perapian." Lanjutnya sedikit kikuk, berharap Naya percaya.
"umh..." Naya malah dengan polosnya meraih bagian atas lengan kanan Naren sehingga tangannya yang diperban kembali terlihat. Naya memperhatikan perban itu dengan alis terangkat, dan entah kenapa, Naren pun membiarkannya.
"Siapa yang membalutkan perban ini? Berantakan sekali."
Naren terkekeh sedikit malu. "Sahabatku, Arya... dia yang membalutnya. Tapi, yah, hasilnya begini."
Naya tertawa kecil, mengejek ringan. "Sahabatmu itu tidak becus melakukannya."
Tanpa disadari oleh Naya, Arya ternyata sedang mengintip dari balik sebuah pohon besar, wajahnya memerah dan cemberut mendengar ejekan itu. "Tidak becus, katanya?" gumam Arya dengan kesal, merasa terhina. Arya sendiri tidak sadar bahwa suaranya terdengar oleh Aria yang ternyata bersembunyi tidak terlalu jauh dari tempatnya berada.
Dengan gesit, Aria terbang menuju arah suara. Ketika sampai, dia melihat tubuh Arya dari belakang dan langsung menyentuh tengkuk lehernya. Arya, yang merasa aman di persembunyiannya, terkejut ketika tiba-tiba menoleh dan berhadapan langsung dengan sesosok makhluk kecil bercahaya.
"A-apa? Apa ini?! Kamu siapa?!" teriak Arya kaget dan spontan melompat keluar dari persembunyiannya.
"Aku yang harusnya bertanya begitu!" balas Aria sembari terbang berputar di sekitar kepala Arya.
Sontak, Naren dan Naya menoleh. Naren terkejut melihat Arya tiba-tiba muncul dari balik pepohonan, namun yang lebih mengejutkan adalah ketika ia melihat Aria melayang di udara dengan sayap berkilauan.
"M-ma... makhluk apa itu?" Naren membelalakkan matanya, tidak percaya dengan apa yang ia lihat.
Sementara Naya? Naya pun terkejut atas kehadiran pemuda yang tidak dikenalnya. Spontan Naya berjalan mundur menghindari Arya yang semakin dekat berlari kearah dirinya dan Naren.
"Naren! tolong aku!" Teriak Arya sembari bersembunyi ke belakang tubuh Naren, sementara Aria terbang ke arah Naya.
Saat itu untuk sejenak, mereka semua terdiam dan saling bertatapan bergantian.
"Hei kamu! Siapa kamu?! Berani-beraninya kamu mengintip tuan putriku!" Teriakan kecil Aria terdengar memecah keheningan.
Naren yang tidak mengerti maksud perkataan Aria langsung mengalihkan pandangannya pada Naya "Naya? Apakah Tuan putri yang dia maksud adalah kamu?" ucap Naren bertanya.
Naya mengangguk pelan "Iya. Dia adalah peri penjagaku. Namanya Aria. Maaf karena ketidak sopanannya. Tadinya, aku ingin memperlihatkan Aria padamu dengan hati-hati... tapi-..." Naya menghentikan kata-katanya dan melirik Arya.
Arya yang saat itu masih membungkukkan badan di balik tubuh Naren tampak terdiam sejenak, masih mencerna keadaan. Dia menatap Naya, Aria dan kemudian Naren yang ternyata juga menoleh ke arahnya dengan ekspresi marah.
"ehehe" Arya tertawa canggung sembari perlahan berdiri tegak.
"umh... maaf. Aku Arya. Sahabat Naren. Aku mengkhawatirkan keselamatan Naren saat dia mengatakan ingin pergi ke hutan berbahaya ini sendirian. Jadi, aku mengikutinya diam-diam."
Naya tersenyum dan mengangguk paham mendengar penjelasan Arya, sementara Aria dengan perlahan langsung terbang tepat ke hadapan wajah Arya. "Apakah kamu juga peri penjaga?" tanya Aria polos.
"apa?" Arya menaikkan satu halisnya tidak mengerti.
"Namaku dan namamu terdengar sama! Jadi, aku pikir kamu adalah peri yang menjaga Naren, sama seperti aku yang menjaga putri Naya!"
Arya menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal sembari tertawa kecil mendengar ucapan Aria. "ya, tentunya aku bukan peri. Tapi... aku memang selalu ingin menjaga Naren dan selalu berada di dekatnya."
Aria tersenyum lalu terbang berputar-putar di atas kepala Arya, menebarkan butiran debu berkilauan dari sayapnya. Arya sendiri terkagum sembari mengumpulkan debu berkilauan Aria menggunakan tangannya.
Disisi lain, Naren justru terdiam memperhatikan sahabatnya. Dia tampaknya sedikit tersentuh mendengar ucapan Arya tentang ingin selalu menjaga dan menemaninya.
Naren merasa sangat bersyukur.
<<<🖤>>>
to be continued
***
vote, komen dan follow nya readers ❤
With Love, Fiah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTERIA | ON GOING
FantasyNarendra Atharva (Naren) adalah sosok yang tampak sempurna di mata banyak orang. Namun, di balik kesempurnaan itu, ia menyimpan luka mendalam akibat kehilangan orang-orang yang dicintainya. Harapannya untuk menemukan kembali kebahagiaan muncul ketik...