Naya memutuskan untuk pergi ke perpustakaan tua hanya dengan berjalan kaki, agar bisa sekalian menjalankan rutinitasnya menyapa beberapa penduduk Alteria yang pasti akan dirinya temui diluar kastil nanti. Kastil tempat Naya tinggal itu sendiri dikenal dengan nama kastil Aurion. Kastil Aurion berdiri kokoh di ibu kota Alteria, dengan dinding marmer putih yang bercahaya di bawah sinar matahari. Lorong-lorong kastil dipenuhi dengan keindahan magis—lukisan-lukisan yang bisa bergerak, pelayan-pelayan yang melayang di udara sambil menyusun bunga atau membawa nampan perak, dan suara gemerincing musik yang terdengar dari tempat yang tak terlihat. Di sepanjang lorong-lorong itu, para pengawal kerajaan memberi hormat dengan kepala menunduk pada Naya, menandai penghormatan kepada tuan putri mereka.
Saat melangkah keluar dari gerbang kastil, Naya menghirup udara segar yang membawa rasa kebebasan. Saat itu Naya langsung bisa melihat jalanan ibukota Alteria, dengan para penduduk yang sibuk dengan aktivitas harian mereka. Dan tentu saja, para penduduk Alteria bukanlah sekadar penduduk biasa; mereka hidup dan bernapas dalam sihir.
Beberapa penduduk terlihat mengangkat barang-barang berat hanya dengan jentikan jari, sementara yang lainnya menumbuhkan tanaman di kebun dalam waktu singkat hanya dengan satu kalimat mantra, atau bahkan menyulap makanan hanya dari sebuah bunga. Tidak hanya orang dewasa, anak-anak kecil di Alteria bahkan terlihat sudah terbiasa saling menggunakan sihir dalam permainan mereka. Namun, meski para penduduk hidup dalam dunia yang penuh keajaiban, Naya tetap dipandang sebagai sosok istimewa. Bukan hanya karena ia puteri dari sang Raja, Arkasya, tapi karena kekuatan magisnya yang begitu besar, jauh melampaui rakyat biasa. Setiap kali Naya melangkah, kehadirannya memancarkan aura yang tidak bisa diabaikan.
"Tuan Putri!" seorang wanita berseru, menundukkan kepala dengan hormat saat Naya melintas. Semua orang di sepanjang jalan pun segera berhenti dari aktivitas mereka dan memberi penghormatan. Anak-anak kecil berlarian, membawa bunga yang bercahaya, dan melemparkannya di sepanjang jalan yang Naya lewati.
Aria terkikik. "Mereka selalu begitu kagum padamu, Naya. Apa yang akan mereka katakan jika mereka tahu kamu sedang merencanakan suatu hal yang 'ilegal'?"
Naya mengabaikan bisikan Aria. Dia sibuk menoleh dan tersenyum pada penduduk yang memberi hormat di sepanjang perjalan mereka. Ada kehangatan yang terasa menyebar di udara setiap kali Naya berinteraksi dengan penduduk Alteria. Ia tidak hanya dihormati sebagai anggota keluarga kerajaan, tetapi juga dicintai karena kebaikan dan kepeduliannya.
Perjalanan Naya dan Aria berakhir di sebuah bangunan yang tampak jauh berbeda dari kemegahan wilayah ibu kota lainnya. Perpustakaan tua itu berdiri sunyi, terabaikan, dengan dinding yang retak dan penuh dengan tanaman merambat. Pintu kayu besar yang berderit terbuka saat Naya mendorongnya, mengeluarkan suara pelan yang bergema di ruangan kosong.
Suasana di dalam perpustakaan itu terasa hampa. Rak-rak tinggi berjejer rapi dan bersih, dihiasi kilauan sihir yang indah, namun sayang tidak dikunjungi oleh siapapun. Di tengah ruangan, hanya ada seorang nenek tua yang berdiri di balik meja kayu besar sebagai satu-satunya penjaga perpustakaan ini. Mata tajamnya menatap Naya dan Aria dengan kecurigaan yang samar.
"Tuan Putri Kaisnaya?" ucapnya dengan suara serak yang hampir seperti bisikan. "Apa yang membawamu ke tempat usang ini?"
Naya tersenyum tipis, membalas dengan sopan. "Aku hanya sedang ingin melihat-lihat."
Penjaga itu mengangguk, seolah tahu bahwa ada alasan lain yang Naya sembunyikan, namun dia tak bertanya lebih lanjut. Naya dan Aria pun melengos pergi menjauhi meja si nenek penjaga. Mereka mulai menyusuri rak demi rak, mencari apa yang Naya butuhkan. Namun, semakin lama mereka mencari, semakin terasa bahwa apa yang mereka cari tidak ada di sana. Setiap buku yang mereka sentuh hanya berisi sejarah-sejarah kuno atau mantra-mantra dasar yang tak berguna bagi mereka.
"Apa yang sebenarnya kita cari di sini?" tanya Aria dengan nada putus asa sembari terbang ke atas rak tertinggi untuk memeriksa isinya.
"Buku ajaib," jawab Naya pelan, matanya menyipit seolah sedang mencari sesuatu yang tersembunyi. "Buku yang hanya bisa digunakan oleh anggota kerajaan. Buku itu dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya."
Aria melompat turun, wajahnya berseri-seri. "Buku yang bisa menjawab segala pertanyaan? Itu luar biasa! Tapi... di mana buku itu?"
Naya tersenyum kecil. "Kita akan segera tahu."
Saat itu, dengan kekuatannya, Naya memejamkan mata, merasakan aliran energi sihir di sekitarnya. Naya pun mulai memusatkan pikirannya, mencoba menelusuri jejak kekuatan magis yang mungkin tersembunyi di perpustakaan ini. Perlahan, aliran sihir membawa pandangannya ke sebuah tempat yang tak terduga.
Naya membuka matanya, lalu menoleh pada Aria dengan pandangan penuh tekad. "Buku itu ada di laci penjaga. Aku harus mengambilnya."
Aria melayang-layang, matanya berbinar dengan semangat konspirasi. "Apa rencanamu?"
Naya menatap peri kecil itu dengan senyum penuh rahasia. "Aku akan berubah menjadi debu bersama buku itu. Tugasmu adalah mengalihkan perhatian penjaga sementara aku mengambilnya."
Aria terkikik. "Ini terdengar sangat menyenangkan."
Dengan isyarat cepat, Naya menyentuh permukaan rak buku di dekatnya, mengaktifkan sihir yang akan mengubah dirinya menjadi butiran debu halus. Dalam sekejap, tubuhnya mulai berubah, larut menjadi partikel emas yang berkilauan di udara. Ia melayang dengan angin, perlahan mendekati meja penjaga.
Sementara itu, Aria terbang cepat ke arah si nenek tua, melayang-layang di depan wajahnya. "Nenek! Apa kau punya cerita menarik tentang perpustakaan ini? Katakan padaku, apakah ada buku yang bisa membuat bintang-bintang jatuh dari langit?"
Nenek tua itu menatap Aria dengan sedikit kebingungan, teralihkan oleh percakapan yang tiba-tiba. Sementara perhatiannya terfokus pada peri kecil yang penuh semangat itu, Naya bergerak diam-diam ke arah laci. Butiran debunya mengalir masuk, menyelinap tanpa suara.
Benar saja, buku yang Naya cari terselip di dalam sana. Buku itu tampak tertutup debu waktu. Begitu usang dan tua. Dengan hati-hati, Naya membawa buku itu bersamanya, mengubahnya ke dalam wujud debu agar bisa ikut melayang perlahan keluar dari laci dan pergi kembali ke kastil melalui salah satu jendela perpustakaan yang terbuka.
Aria, yang melihat Naya berhasil, segera mengakhiri pengalihannya. "Ah, mungkin cerita itu bisa menunggu. Terima kasih, Nenek! Aku pamit!" katanya, sebelum melesat pergi, mengikuti Naya dengan cepat.
Begitu Naya dan Aria berkumpul kembali di kamar Naya, mereka menatap lekat buku ajaib yang kini berada bersama mereka disana. Buku itu tampak misterius, dengan permukaan kulit yang penuh ukiran rumit.
"Kita berhasil," bisik Naya dengan senyum kemenangan.
Aria melayang di sampingnya, matanya bersinar penuh antisipasi. "Apa pertanyaan pertama yang akan kita tanyakan?"
Naya kembali memandangi buku itu, merasakan kekuatan besar yang bergetar di dalamnya. "Aku akan menanyakan tentang masa laluku. Tentang bumi, tentang Naren... dan kenapa semuanya terasa begitu samar."
<<<🖤>>>
to be continued
***
tidak bosan aku ingin mengingatkan kamu untuk vote, komen dan follow yaaaa trimakasiiiii ❤
With Love, Fiah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTERIA | ON GOING
FantasiNarendra Atharva (Naren) adalah sosok yang tampak sempurna di mata banyak orang. Namun, di balik kesempurnaan itu, ia menyimpan luka mendalam akibat kehilangan orang-orang yang dicintainya. Harapannya untuk menemukan kembali kebahagiaan muncul ketik...