HARI-hari Kaluna berjalan seperti biasa. Tidak ada yang special selain Javier yang semakin hari semakin gencar menunjukkan ketertarikannya. Laki-laki itu kerap mengirimi Kaluna pesan singkat hanya untuk mengetahui Kaluna ada di mana, butuh dijemput atau tidak, mau makan apa dan sebagainya. Jika Kaluna hanya membaca pesannya, maka laki-laki itu akan segera menelfon lalu mengomel singkat. Pusing Kaluna dibuatnya.
Tetapi, ada hal lain yang membuat Kaluna lebih pusing. Gadis itu baru tahu jika ternyata Javier masih mengajar di kelasnya untuk semester dua di mata kuliah Biologi Reproduksi. Pupus sudah harapan Kaluna untuk tidak bertemu Javier lagi di kampus.
Gadis berseragam khas anak kesehatan itu menopang dagu dengan wajah kusut di depan laptop. Siang ini, ia melewatkan makan siangnya setelah mata kuliah pertama selesai dan lebih memilih nangkring di perpustakaan karena harus mengerjakan tugas dari Bapak Javier yang terhormat.
"Hei! Kusut amat, tuh, muka!"
Kaluna mendongak ketika suara yang tidak asing itu terdengar, disusul dengan kursi di sebelahnya ditarik keluar dari bawah meja dan orang itu duduk di depannya dengan senyum jenaka.
Kaluna berdecak. "Biasalah, Kak."
Gio, kakak tingkat jurusan farmasi yang cukup akrab dengan Kaluna itu terkekeh. "Tugas lagi? Perasaan setiap ketemu sama lo, lo selalu berurusan sama tugas."
Kaluna mengingat-ingat pertemuan mereka, berawal dari Gio yang menolongnya di tangga lalu beberapa pertemuan-pertemuan dimana laki-laki itu membantunya mengerjakan tugas hingga mereka menjadi cukup akrab."Iya juga, ya."
Gio kembali terkekeh. "Butuh bantuan? Lo lagi ngerjain tugas apa emangnya?"
"Emang nggak ngerepotin?" tanya Kaluna merasa tidak enak, Gio sudah sering membantunya. "Cuma tugas review jurnal, sih, sebenarnya. Tapi karna dosennya ngelarang ngereview pake AI makanya gue pusing, Kak. Pedih mata gue baca jurnal."
Gio geleng-geleng kepala. "Jangan keseringan ngandelin AI. Sini, gue bantu cara ngereview yang cepet."
"Ngerepotin nggak?"
"Yaelah, lo kayak sama siapa aja. Gue pikir kita udah temenan. Jadi apa salahnya sesama temen saling ngebantu?"
"Maksud gue, siapa tau aja lo ke perpus mau ngerjain tugas juga tapi ketunda gara-gara gue."
"Sebenarnya gue udah dari tadi, sih, di sini. Kerja kelompok. Tapi pas mau keluar, malah ngeliat lo lagi kayak orang kesusahan. Yaudah, gue samper."
"Jadi beneran nggakpapa, nih?"
"Yaelah, Lun."
Kaluna nyengir. "Yaudah, deh, kalo lo maksa, Kak. Gue bisa apa."
Gio berdecih dengan wajah geli, lalu pindah ke kursi di samping Kaluna. "Mana gue liat."Kaluna menggeser laptopnya agar Gio lebih mudah melihat hasil kerjaannya yang bahkan belum mencapai setengah bagian meskipun sudah hampir satu jam di perpustakaan.
"Jadi gini ….." Gio mulai menjelaskan bagaimana ia biasa menyelesaikan tugas review jurnal semacam ini. Laki-laki itu membagi ilmunya pada Kaluna dengan sabar meskipun sesekali Kaluna tampak bingung, atau mengeluh karena tidak menemukan penjelasan dari poin-poin yang sudah Gio susun meskipun sudah membacanya berulang kali. Gio hanya bantu mengarahkan, atau membantu Kaluna menandai bagian-bagian penting.Gio tampak serius, Kaluna menatap laki-laki itu dari samping saat Gio fokus mengetik sesuatu di laptopnya. Dilihat-lihat, Gio ini tampan juga. Tidak, sangat tampan. Kaluna jadi tahu kenapa Wilona sempat kaget ia kenal dengan Gio. Dengan wajah seperti ini, Gio pasti populer di kalangan gadis-gadis kampus. Tapi ada satu hal yang membuat Kaluna salah fokus. Ada luka segaris yang cukup panjang di bawah mata kanan Gio. Luka itu hanya bisa terlihat dari jarak yang dekat karena nyaris tak berbekas.
Detik dan menit berlalu tanpa terasa, hingga kini jam di dinding perpustakaan sudah menunjukkan pukul dua siang. Tugasnya sudah selesai. Rasanya Kaluna harus segera pulang untuk istirahat sebentar sebelum ke rumah Javier.
"Wow, thanks, ya, Kak. Lo keren banget!"Kaluna memberikan dua jempol pada Gio, yang membuat laki-laki itu merasa malu karena dipuji padahal ia hanya melakukan hal kecil.
"Bisa aja lo."
"Tapi beneran, deh. Kalo nggak ada lo keknya gue bakal nyerah, Kak, terus pake AI aja."
"Emang sebelumnya lo belum pernah review sendiri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. J
ChickLitKaluna pikir, kuliah itu hanya tenteng-tenteng totebag kemudian wisuda. Kaluna pikir, kuliah itu seindah cerita-cerita novel yang dia baca. Namun, semua ekspektasinya mengenai dunia perkuliahan seketika luluh lantak begitu bertemu dengan manusia sup...