Mengobati jiwa lebih kompleks dari mengobati fisik

4 1 0
                                    

Mengobati jiwa lebih kompleks dari mengobati fisik, apalagi mengobati hati (Haka & Kinar)

Daripada dibuat pusing oleh lagu-lagu cinta yang diputar berulang-ulang oleh Hendra, sekalian saja Haka menemui Kinar. Usai memberi bimbingan skripsi seorang mahasiswanya Haka melajukan mobilnya untuk mencari florist milik Kinar. Dengan melihat profil media sosial Kinar, ia mendapat alamat toko bunga Kinar. Meski posisi florist tidak di jalan utama, Haka tidak sulit mencarinya. Toko bunga milik Kinar berada di watu gong, daerah yang terkenal memiliki banyak rumah indekos.

Haka disambut oleh lima baris kerangka bunga papan ketika sampai. Di dalam toko ia melihat Kinar dengan seorang ibu berbadan subur yang berhijab.

"Assalamu'alaikum..." salam Haka menghentikan kegiatan Kinar.

"Wa'alaikumsalam..." Kinar menjawab dengan antusias, ia tidak mengira lelaki ini akan datang ke tokonya untuk pertama kali.

"Duduk sini Haka," Kinar mempersilakan Haka duduk di kursi seberang meja. Ia menggeser beberapa ikat bunga potong dari hadapan Haka.

Haka menurut. "Lagi banyak pesanan Nar?"

"Alhamdulillah..." dengan mengenakan sarung tangan kebun, Kinar menyusun bunga-bunga potong untuk dirangkai menjadi standing bouquet .

"Bunga papan itu mau dikirim kemana saja?"

"Ke jalan welirang. Hari ini ada profesor psikiatri yang meninggal."

"Innalillahi... semua bunga itu dikirim kesana?"

"Iya ini juga," Kinar mengedikkan mata ke rangkaian bunga yang ia kerjakan.

"Jasa beliau pasti sangat dikenang oleh mantan pasien dan yang masih menjadi pasiennya," gumam Haka melihat besarnya standing bouquet yang sedang dirangkai Kinar.

"Iya nggak banyak dokter umum yang memilih jadi spesialis jiwa," Kinar membenarkan.

"Iya karena mengomati jiwa itu lebih kompleks dari mengobati fisik."

"Apalagi mengobati hati."

Kinar menoleh pada Haka ketika ia tidak mendengar tanggapan teman lamanya ini. Haka menatap manik matanya, Kinar masih hafal tatapan mata ini.

"Aku ambilkan teh kotak ya?" Kinar segera melepas sarung tangannya, mengambil stok minuman di dapur mini tempat usahanya. Ia sengaja menghindar, ini bukan waktu yang tepat untuk meladeni Haka.

"Adanya cuma ini," Kinar meletakkan teh kotak dingin di depan Haka. Ia duduk di kursinya, menusuk karton teh dengan sedotan lalu menyeruput isinya. Haka juga melakukan hal serupa. Di tengah udara siang yang panas menyeruput teh kotak dingin menawarkan kesegaran berkali-kali lipat.

"Alhamdulillah," Haka melirihkan kalimat tahmid usai menandaskan tehnya. Ia hendak berucap ketika seorang pemudah tinggi kurus menghampiri Kinar.

"Mbak standing bouquet-nya minta diantar sekarang," ujarnya.

"Yang mana?" Kinar mengedikkan alis ke standing bouquet cantik yang sudah siap di angkut.

"Yang Mbak Kinar kerjakan itu."

"Lho katanya minta diantar sore?" Kinar menengadah ke jam dinding di depannya, masih belum jam dua siang.

"Nggak tahu tuh yang pesen, ngotot minta diantar sekarang," sungutnya.

"Bu Titin tolong bantu saya dong," pinta Kinar pada seorang ibu-ibu berhijab.

"Nar, aku pulang dulu ya?" pamit Haka.

"Tunggu sebentar Haka, aku ada titipan untuk Shafiyah."

Kinar memilih beberapa batang bunga mawar merah dan bunga baby breath putih. "Tunggu sebentar ya?" Kinar bergegas menaiki tangga.

Di lantai dua ia menulis beberapa kata di secarik kartu ucapan mungil lalu menyembunyikannya diantara batang-batang bunga. Dibalutnya hand bouquet itu dengan kertas krep berwarna silver, pada posisi pegangan ia beri pita putih. Hand bouquet cantik telah siap, kartu ucapan telah tersembunyi sempurna.

"Ini untuk Shafiyah," Kinar memberikan hand bouquet buatannya.

"Nggak perlu Kinar," Haka tidak enak menerima bunga dari Kinar untuk tunangannya.

"Nggak papa, ini sudah aku rangkaikan," Kinar menyodorkan hand bouquet lebih dekat.

Usai mengucap salam Haka beranjak meninggalkan toko bunga milik Kinar. Sebelum membuka pintu mobilnya ia memandang ke arah Kinar, sedetik kemudian Kinar juga memandangnya.

Ketika mobil Haka telah menghilang dari penglihatannya Kinar mendengus kesal.

Penting banget yah adegan ini?, gumamnya

Udah bisa ditebak belum perasaannya Kinar & Haka ?

Uncontrollable HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang