Bukan Keturunan Ningrat

3 1 0
                                    

 Kinar tersenyum lega, ia berhasil membujuk Azka Zahra rekannya sesama penulis untuk tukar job sebagai narasumber talkshow kepenulisan. Azka yang semula akan mengisi acara di Unit Kegiatan Mahasiswa Penulis (UKMP) Universitas Negeri Malang, tiga hari yang lalu mendapat kabar jika suaminya yang kuliah di Australia akan pulang di hari yang sama. Kinar yang membaca curhat Azka di wa grup srikandi literasi segera me-wapri Azka, memintanya bertukar job. Bulan depan saat Kinar menjadi narasumber acara diary milenial di malang strudel, Azka yang mengisi.

Tanpa lobi-lobi panjang ternyata Azka langsung menyetujui. Kini di poster acara UKMP tertulis nama Kinar Maheswari sebagai narasumber.

"Non, ngapain senyam-senyum sendiri!"

"Aaarrgghhhh....!" Kinar yang terkejut hampir menjatuhkan ponsel di tangannya.

"Ganggu banget sih San! datang-datang ngagetin orang!" omel Kinar.

Di sampingnya Sandri berdiri sambil memegang segelas kolak pisang kacang hijau. Pantas saja Sandri tidak langsung mencarinya, begitu ia datang ibuk pasti langsung nenawarinya kolak. Selanjutnya Sandri pasti mengikuti ibu ke dapur, tidak hanya untuk mendapatkan kolak. Ia pasti akan berbasa-basi "Ibuk hari ini masak apa?". Sebenarnya tidak perlu basa-basi pun ibuk selalu menawari Sandri makan tiap kali datang.

Sandri penggemar apapun masakan ibuknya Kinar. Meskipun ibuk sudah tidak lagi membuka catering Sandri tetap memesan masakan beliau jika dirumahnya kedatangan tamu penting atau sekedar kangen dengan masakan tertentu. Bagi Sandri apapun masakan ibuk selalu enak, dari yang cara mengolahnya ribet sampai sesederhana gorengan ia tetap suka.

Ibuk maklum dengan sikap Sandri yang selalu mananyakan masakannya tiap kali ia datang. Dulu almarhumah mama Sandri ialah seorang pebisnis yang jarang memasak sendiri. Masakan di rumahnya selalu hasil karya asisten rumah tangga. Sandri pernah bercerita kalau mamanya enggan memasak karena dulu ibu mertuanya selalu mencibir rasa masakannya.

"Ngapain sih senyam-senyum sendiri? nggak kesambet kan?" Sandri mengulang pertanyaannya sambil menyendok kolak.

"Sebentar lagi aku mau ngisi seminar di UM," Kinar menunjukkan poster acara di ponselnya.

"Terus apa istimewanya?" Sandri jelas tahu beberapa tahun ini Kinar sering menjadi narasumber di bidang literasi.

"Ini kan kampus tempat Shafiyah ngajar."

"Shafiyah?"

"Iya, Shafiyah tunangannya Haka," Kinar memancing ingatan Sandri akan ceritanya beberapa hari yang lalu.

"Haka... Hamengku Joyo Diningrat? cowok keturunan keraton Solo, anak pemilik rumah makan ringin alit itu kan?"

"Kalau anaknya yang punya rumah makan ringin alit itu namanya Raden Mas Jaka Diningrat, Ndri. Tapi dia bukan keturunan keraton Solo," Kinar mengingatkan.

"Dia keturunan keraton mana?"

"Nggak keturunan keraton mana-mana. Dulu teman-teman ngasih gelar RM di depan namanya karena orang tua Jaka punya rumah makan."

"HAH?"

Sandri tergelak. Kinar geleng-geleng kepala, ingatan temannya ini memang payah. Info receh seperti ini hampir seluruh murid SMA di angkatannya pasti tahu.

"Terus Haka yang kamu ceritain ini Hamengku atau Raden Mas siapa?" tanya Sandri usai menyelesaikan gelak tawanya.

"Hamengku Jayantaka Janitra, dia nggak punya gelar raden dan bukan keturunan keraton."

Meskipun papanya sok ningrat, Kinar menambahkan dalam hati.

"Woww... masih ingat nama lengkapnya," Sandri bersorak.

"Sandriii mendoannya sudah mateng!" panggil ibuk dari dapur.

"Siap Buk!"

Sandri merasa sahabatnya ini punya rencana jahil pada Haka dan Shafiyah tetapi ia ingat di meja makan telah tersaji sayur asem jakarta, pepes ikan tongkol, sambel terasi, tahu bacem dan yang terakhir mendoan. Sandri memilih membelokkan badan, masakan ibuk baginya lebih penting, mendengar cerita Kinar bisa kapan-kapan karena setelah makan siang Sandri akan membantu ibuk membuat kue nagasari.

Kinar kembali menekuri laptopnya, menyelesaikan calon novel terbarunya. Ia tidak peduli masakan ibunya matang tetapi yang dipanggil dan diajak makan justru anak orang. Ia malah bersyukur Sandri lebih tertarik dengan masakan ibunya karena kali ini ia sedang tidak ingin diganggu.

Bagi sebagian orang dimasakin sama ibuk itu sebuah privilage

Uncontrollable HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang