Hari ini Nabila sedang disibukkan dengan job dadakannya. Tadi saat sedang bersantai di kamarnya, gadis itu mendapatkan panggilan telepon dari idolanya, Paul Fernand.
Pria itu secara tiba-tiba meminta Nabila untuk menemaninya mengisi acara di sebuah event di Bandung malam ini. Gadis itu sudah mengetahui jadwal Paul hari ini dari jauh hari, jangan lupakan jika Nabila mengikuti semua akun fanbase pria itu. Namun ia tidak menyangka jika Paul akan meminta untuk ditemani.
Pria itu bahkan sudah meminta izin pada ayah Nabila dan tentu saja Paul dengan mudahnya mendapatkan izin. Image pria itu sangat baik dalam pandangan keluarga Nabila.
"Nabila, ayo."
Paul tiba-tiba menarik tangan Nabila yang sedang berusaha meraih beberapa barang Paul yang harus dibawa.
"Tunggu, Kak. Ini barang-barangnya kan harus dibawa."
Gadis itu masih bergeming dan sibuk mengeluarkan barang-barang Paul dari mobil.
"Ngapain kamu ngurusin itu? Itu biar di urus sama asisten aku aja," kata Paul sembari menarik Nabila untuk mengikutinya.
"Loh terus tugas aku ngapain?" tanya Nabila.
Gadis itu mulai berjalan mengikuti langkah lebar Paul yang masih menggenggam tangannya.
"Kamu temenin aku," jawab Paul.
"Cuma gitu aja?"
Paul berhenti kemudian berdiri di hadapan Nabila.
"Mau lebih dari nemenin?" tanya Paul.
Pria itu menatap Nabila tepat di matanya. Membuat gadis itu menjadi salah tingkah.
"E-enggak gitu, Kak. Maksudnya ini teh aku kan diajak biar bisa bantu-bantu Kak Paul gitu, kan. Ya istilahnya asisten gitu."
Nabila menjawab dengan pandangannya yang ia alihkan kemanapun, asalkan tidak pada netra coklat sang idola.
"Siapa yang bilang aku ajak kamu buat jadi asisten aku?" Tatapan pria itu berubah tajam mendengar jawaban Nabila.
Nabila menundukkan pandangannya, ia takut dengan tatapan Paul yang berubah.
"Nggak ada, itu pikiranku sendiri. Ya logikanya ngapain aku di bawa kalau nggak buat bantu-bantu Kak Paul?" jawabnya.
"Nabila lihat aku," pinta Paul.
Nabila menurut, gadis itu mengangkat kepalanya, kemudian menatap netra yang membuat jantungnya berdetak tidak sesuai dengan irama.
"Kamu. Bukan. Asisten. Aku." Paul menegaskan setiap kata yang ia ucapkan.
"Aku minta kamu ikut, karena aku pengen kamu nemenin aku, bukan sebagai asisten, tapi sebagai seorang Nabila. Jangan pernah kamu anggap diri kamu kaya gitu, aku beneran marah. Ngerti?"
Nabila tidak menjawab, gadis itu merasa takut dengan tatapan intimidasi yang Paul berikan padanya.
"Nabila?"
"I-iya."
"Good girl, sekarang kamu cukup ikutin aku dan nggak perlu ngelakuin apapun."
Paul mengusap kepala Nabila, kemudian kembali menggandeng gadis itu menuju ruangan backstage yang dipersiapkan untuknya.
ruangan tersebut semacam kotak sekat sementara yang dapat digunakan untuk beristirahat dan bersiap sebelum menghibur para fans yang sudah menunggunya.
Tidak ada siapa-siapa di sana, selain mereka yang baru saja memasuki ruangan tersebut. Paul duduk di sebuah kursi single dan menarik Nabila untuk duduk di depannya.
Seseorang kemudian mengetuk pintu ruangan tersebut dan meminta izin untuk masuk. Setelah mendapatkan izin dari Paul, beberapa tim penyelenggara masuk dan memberikan makanan, minuman serta camilan yang masuk dalam riders yang diminta oleh Paul.
"Sudah lengkap ya, Kak. Nanti tim kami ke sini lagi kalau h-15 menit kakak tampil. Permisi."
Setelah tim EO meninggalkan ruangan, fokus Paul kembali pada Nabila. Gadis itu tampak curi-curi pandang pada sebuah snack yang memang menjadi favoritnya.
Paul kemudian mengambil satu bungkus snack berwarna kuning, kemudian membukanya. Pria itu memakan snack berbentuk soes kering dengan isian coklat itu. Ia tampak sangat menikmati makanan tersebut dan sama sekali tidak menawarkannya pada gadis di depannya.
Hal itu membuat Nabila kesal, ia mencebikkan bibirnya sembari menatap Paul yang tampak sangat menikmati snack favoritnya itu.
"Kenapa Nab, kok lihatin aku terus?" tanya Paul dengan wajah innocent-nya.
"Nggak." Nabila langsung mengalihkan pandanganya, dan berusaha membuat matanya sibuk dengan apapun.
Paul menahan senyumnya melihat tingkah Nabila. Ia heran kenapa gadis itu tidak mau menyampaikan keinginanku.
"Mau?" tawar Paul akhirnya.
Nabila menggeleng. "Nggak."
"Beneran? Kalau nggak mau aku habisin."
Nabila masih bergeming, seolah tidak peduli jika snack favoritnya akan habis karena Paul. Gadis itu memang ingin, tapi gengsinya jauh lebih besar dibandingkan keinginannya.
Paul yang terlampau hafal dengan sifat penggemarnya itu memilih mengalah. Pria itu menggeser kursinya untuk semakin dekat dengan Nabila, kemudian mengarahkan snack favorit gadis itu ke dekat mulutnya.
Nabila yang melihat kesempatan itu tidak menyia-nyiakan kesempatan. Gadis itu melahap soes kering kesukaannya dari tangan Paul, dan tanpa Nabila sadari, hal itu membuat Paul seperti kehilangan jiwanya.
"Mau lagi boleh?" tanya Nabila sembari mengedipkan matanya berkali-kali.
Paul menggigit pipi dalamnya melihat kelakuan gadis itu.
"Kamu sadar nggak sih kalau kamu tuh gemesin." Paul mencubit pipi kanan gadis itu gemas, membuat Nabila mengaduh.
"Ih jangan di cubit, nanti nggak doyan makan," kata Nabila.
"Kalau nggak doyan makan aku suapin."
Paul kembali mengambil snack dengan bungkus kuning tersebut dan menyuapkan pada Nabila.
Nabila yang awalnya merasa malu, lambat laun menjadi terbiasa. Paul terus menyuapkan camilan tersebut hingga habis tak tersisa.
Paul kemudian mengambil sebuah kantung kain dan membukanya. Pria itu mengeluarkan beberapa bungkus snack yang sama dengan tadi.
"Astaga, Kak. Banyak banget." Mata Nabila membesar melihat beberapa bungkus makanan ringan kesukaannya.
"Aku sengaja tambahin ini di riders khusus buat kamu."
"WHAT?" Nabila speechless mendengar jawaban Paul.
"kapan-kapan kalau ikut lagi, kamu boleh minta tambahan readers apapun khusus buat kamu. Atau kamu mau minta beliin apapun ke aku juga boleh."
Paul kemudian membuka satu snack lagi dan kembali menyuapkan pada Nabila. Gadis itu dengan susah payah menahan geli di perutnya karena ribuan kupu-kupu seolah menyerangnya.
Hari ini, Nabila benar-benar menikmati waktunya bersama semua hal-hal manis yang Paul berikan. Ia melupakan hal-hal pahit yang selalu terjadi saat ia bersama dengan David.
Paul adalah pelangi baginya, dan jika boleh berharap, Nabila berdoa, semoga pelangi satu ini tidak akan pernah menghilang dari hidupnya.
~~~~~~~~
Hai, aku kembali. Mohon maaf sebesar-besarnya ya karena lama lagi nggak up nya huhuhu. Semoga kalian masih ingat dan masih bisa menikmati cerita ini.
Btw part ini aku persembahkan untuk salah satu readers ku yang sudah membuat hariku secerah langit biru. Haiiii, ini buat kamu🫶
BTW KALIAN TAU GAK SNACK YANG AKU MAKSUD DI ATAS WKWK
KAMU SEDANG MEMBACA
Cutie Fans
Literatura FemininaCerita tentang seorang gadis manis bernama Nabila. Ia tidak menyangka hidupnya akan se-roller coster ini setelah berhasil lebih dekat dengan idolanya. "Dari awal aku yang salah, terlalu berharap sesuatu yang tidak mungkin bisa ku gapai." - Nabila An...