Bab 11 - Interogasi

13.3K 1K 14
                                    

Angkasa sudah tertidur lelap ketika mereka sampai di rumah keluarga Angga. Andira sudah mengganti pakaian Angkasa di dalam mobil sebelum Angkasa tidur. Andira memasuki rumah Angga sambil menggendong Angkasa sedangkan Angga bertugas membawa tas besar berwarna biru muda milik Angkasa yang membuat Angga terlihat begitu imut.

Rumah orang tua Angkasa terlihat begitu kuno namun bersih terawat, halamannya luas dan banyak sekali bunga-bunga yang ditanam di sekitar halaman.

Ketika Angga membuka pintu rumah, orangtua Angga terlihat sudah berganti pakaian dan duduk di ruang keluarga. Mereka memang pulang lebih dulu daripada Angga. Andira menelan ludahnya gugup.

"Duduk."

Anggapun menuntun Andira agar duduk di sebelahnya. Andira duduk dengan perlahan takut membangunkan Angkasa. Ia tidak mungkin membiarkan Angkasa di kamar sendirian, karena Angkasa bisa saja jatuh dari tempat tidur.

"Angkasa tidak dibawa ke kamar saja?" Tanya Ibu Angga dengan suara lembut.

Angga tidak menjawab, ia mempersilahkan Andira yang menjawab. "Tidak usah tante, nanti dia jatuh." Andira menjawab dengan hati-hati.

"Gak apa, saya suruh pembantu saya jaga Angkasa. Kasihan kamu pegal." Ibu Angga berdiri kemudian mengambil Angkasa dari gendongan Andira dan menyerahkannya pada pembantunya yang berusia hampir seperti Bi Sumi.

Hening menyelimuti ruangan itu ketika si pembantu menghilang menuju lantai atas. Angga menggeser duduknya semakin dekat pada Andira kemudian dengan santainya melingkarkan tangannya pada bahu Andira. Andira ingin protes namun ia ingat perkataan Angga yang mengatakan bahwa ia tidak boleh nyolot.

"Jadi Angga, jelaskan pada kami tentang siapa gadis di sebelah kamu ini." Ayah Angga membuka pembicaraan.

Angga berdeham sejenak sebelum membuka suara. "Namanya Andira. Angga bertemu dengannya kira-kira 2 bulan yang lalu. Kami sudah tinggal serumah bahkan sekamar."

Andira membulatkan matanya ketika mendengar Angga mengatakan hal itu, seharusnya Angga menjelaskan perihal ia sebagai baby sitter dan pasien lupa ingatan sebelum mengatakan hal seperti itu!

Namun, orang tua Angga terlihat biasa saja bahkan tidak terkejut sama sekali. Ternyata, mereka bukan jenis orangtua kolot yang melarang keras anaknya tinggal dengan seorang gadis. "Lanjutkan.." Kata Ayah Angga.

"Angga pertama bertemu Andira di rumah sakit, dia kecelakaan. Tidak parah, namun kepalanya terbentur aspal begitu keras sehingga menyebabkan Andira lupa ingatan." Angga berhenti sejenak untuk mengatur perasaannya yang tiba-tiba terguncang. Kedua orang tua Angga terlihat serius mendengarkan cerita Angga. Sedangkan Andira tak melakukan apapun selain bernafas.

"Angga sudah coba ke alamat yang ada di kartu identitas Andira namun ternyata rumah itu kosong dan seorang tetangga berkata bahwa rumah itu sudah lama kosong dan Andira pindah ke tempat lain yang ia tak ketahui." Angga mengeratkan rangkulannya pada bahu Andira, mencoba menenangkan perasaan Andira yang mungkin merasa sedih padahal Andira sama sekali tidak merasakan apa-apa selain gugup.

"Lalu Angga teringat akan Angkasa. Angga sering pergi meninggalkan Angkasa bersama Bi Sumi di rumah, dan Angkasa butuh seorang Baby Sitter dan teman bermain akhirnya Angga memutuskan untuk membawa Andira ke rumah untuk menjadi Baby Sitter Angkasa." Angga berhenti sejenak untuk mengambil nafas.

"Karena rumah Angga hanya memiliki 3 kamar, akhirnya Andira terpaksa tidur dengan Angga. Selama 2 bulan ini, Angga rasa Andira cocok dengan Angga dan Angkasa. Untuk itu, Angga meminta Andira agar memberi Angga kesempatan untuk mengenal Andira lebih dalam lagi dan sebaliknya."

Kedua orang tua Angga mengerutkan kening mereka ketika mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Angga. "Kalian ingin menikah?" Tanya Ibu Angga dengan tatapan menyelidik.

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang