BRAK
"BANGSAT."
"SETAN JAYDEENN."
Riki dan Shaka mengumpat kasar saat pintu ruangan dibuka dengan begitu kasar. Ia memelototi pemuda yang memasang wajah cengengesan tak bersalah itu.
"Minggir sat." Jeno mendorong tubuh Jayden yang menghalangi pintu hingga tersungkur. Pemandangan itu membuat mereka kompak tertawa.
Jeno tak peduli dengan pemuda yang masih mencak-mencak kesal karna perbuatan tak sopannya itu. Ia lantas duduk disamping Jerren yang sedari tadi diam memperhatikan dengan Evan.
"Pusing gue, susah banget ngobrol sama Daniel dengan ngandelin buku." Keluhnya dengan helaan nafas lelah. Jerren menoleh menatap Jeno yang bersandar di sampingnya dengan sayang. "Makan dulu, Jen." Suruhnya.
Jayden mendengus sebal. "Alaah dasar pilih kasih, gak laik gue." Pemuda itu merengut tak suka.
"Sumpah wajah lo kayak keset kamar mandi, lecek banget! Jijik gue liatnya." Sarkas Seno membuat Jayden tercengang.
"Lo....." Jayden tak bisa berkata-kata mendengar ucapan nyelekit itu. "Gak usah banyak drama lo! Sana makan." Titah Shaka menghentikan aksi dramatis Jayden yang jika sudah dimulai akan sulit berhenti.
Mereka berlima menunggu Jeno dan Jayden selesai dengan makannya. Mereka tak berniat mengganggu meski sangat penasaran dengan hasil yang diperoleh keduanya setelah mengintrogasi Daniel.
"Wah~ Alhamdulillah..."
"Uhuk uhuk."
Mereka spontan menoleh kearah Jayden yang baru saja bergumam nikmat dengan membaca kalimat syukur. Tatapan mereka menunjukan keheranan disusul dengan Jeno yang tersedak minumnya saat mendengar ucapan Jayden.
"Lo....muslim?." Tanya Riki heran sekaligus ragu. Kening Jeno mengerut, tenggorokannya sedikit perih akibat tersedak tadi. "Masa sih? Sejak kapan?." Jeno mencerca Jayde.
"Apasih maneh? Ini tuh namanya toleransi." Balasnya dengan santai.
Mereka kompak menghela nafas kasar, yasudah lah. Terserah Jayden saja. Lelah menghadapi tingkahnya yang tidak dapat di tebak.
"Jadi gimana?." Evan membuka suaranya, meminta dua sahabatnya itu untuk segera memberitahu apa yang mereka dapat.
Jeno dan Jayden segera membenarkan duduknya, mereka memasang wajah serius. Kelima sahabatnya juga terlihat fokus siap mendengarkan dan memasang telinga.
"Jadi gini-
"To the point ya bangsat, jangan basa-basi." Potong Shaka dengan wajah tanpa dosa.
Jayden menarik nafas dalam berusaha bersabar. "Jadi gini-"
"Apasih? Dari tadi 'jadi gini jadi gini terus." Seno mendengus sebal wajahnya merengut karna kesal.
Wajah Jayden memerah padam menahan Emosi, ia kembali menarik nafas dalam berusaha mengumpul sisa-sisa kesabaran yang sudah diujung batas.
"Jadi-----BANGSAT BIARIN GUE SELESAI NGOMONG DULU."
Mereka tersentak kaget saat Jayden berteriak penuh emosi. Jeno sang pelaku yang menepuk pundak Jayden hanya melongo tak mengerti.
"Apasih? Padahal niat gue baik mau wakilin lo ngomong." Katanya dengan polos.
"Bisa diem dulu? Biarin Jayden ngomong?." Pinta Jerren, ia memberi senyuman kecil pada Jayden meminta sang empu memulai.
Mendengus sebal, Jayden menegak air minum berusaha meredakan kekesalan."Intinya, dari awal pelakunya emang udah nargetin Jerren." Ucap Jayden mulai berbicara serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Sekawan (Slow Up)
Teen FictionDia menjadi penyembuh luka lama orang lain, namun juga menjadi luka baru untuk orang yang di sembuhkan. 'Untuk pemuda yang bertahan dengan jiwa yang rapuh. Semoga engkau lekas sembuh dengan jiwa yang kembali utuh'. "We are connected to each other."...