8. Ruang Tanpa Jeda

20 2 0
                                    

Rani meraih masker dari tasnya, memasangnya dengan gerakan cepat sebelum keluar dari mobil. Udara luar terasa sedikit lebih dingin, tapi ia tak punya waktu untuk merasakannya terlalu lama. Dengan satu tangan menarik kopernya dan tangan lainnya mengangkat tas, ia bergegas menuju lobi apartemen, tak ingin buang waktu. Sepatu hak rendahnya sedikit bergema di lantai, dan matanya langsung tertuju pada lift di ujung koridor.

Sampai di depan lift, Rani dengan cepat menekan tombol, merasa napasnya sedikit tak beraturan karena kelelahan. "Ayo, cepat," gumamnya pelan sambil menatap lampu indikator di atas pintu lift yang bergerak perlahan turun dari lantai atas. Begitu pintu terbuka, ia masuk, menekan angka lantai apartemennya, dan menyandarkan punggungnya ke dinding lift. Tubuhnya sedikit gemetar akibat kecepatan langkah tadi, namun pikirannya mulai fokus lagi pada satu hal: sampai di kamarnya dan istirahat.

Pintu lift terbuka, dan Rani melangkah keluar dengan sedikit terburu-buru menuju lorong yang familiar. Namun, sebelum ia sempat mencapai pintu apartemennya, matanya menangkap sosok yang tak asing. Cindy berdiri dengan ponsel di tangan, tampak santai namun dengan senyum lebar yang siap menyambut.

"Rani! Akhirnya kamu datang juga," seru Cindy, suaranya penuh semangat.

Rani terkejut tapi tak bisa menahan senyum. "Cindy? Kok cepet banget? Kamu teleportasi apa gimana?"

Mereka tertawa bersama, dan tanpa banyak basa-basi, mereka berpelukan erat. Pelukan itu penuh kehangatan dan kekuatan, seolah-olah keduanya sudah puluhan tahun tak bertemu, meskipun sebenarnya baru beberapa bulan berlalu.

"Teleportasi gimana, woy? Aku kan tahu shortcut, tinggal lompat dimensi sebentar, terus langsung ke sini!" jawab Cindy dengan wajah serius yang dipaksakan, lalu tertawa sendiri.

Rani tergelak, menggeleng pelan. "Ya, kalau bisa, ajarin dong! Lumayan biar nggak kena macet."

Setelah melepas pelukan, Rani mengeluarkan kunci dan membuka pintu apartemen. "Masuklah, Queen of Teleport," sindirnya, memberi jalan untuk Cindy masuk lebih dulu.

Begitu pintu tertutup, Cindy langsung melompat ke sofa dengan gaya dramatis. "Gila, aku udah kayak main parkour di lorong buat nyalip kamu tadi. Padahal masih pakai heels, bayangin aja."

Rani hanya tertawa sambil menaruh kopernya di sudut ruangan. "Nggak usah ngadi-ngadi, deh. Tadi kamu kayaknya santai banget waktu aku lihat dari jauh."

"Eh, itu strategi. Aku pura-pura santai biar kamu nggak curiga. Jangan sampai kelihatan capek," jawab Cindy sambil merentangkan tangan di atas sofa seperti model majalah.

Rani melemparkan bantalan sofa ke arah Cindy. "Nih, buat kamu yang mau istirahat dari 'parkour'."

Cindy tertawa keras, menangkap bantalan itu sebelum akhirnya berkata, "Ya ampun, Rani. Kamu tuh selalu bikin hari-hari yang boring jadi hidup. Gimana desa? Udah siap balik ke hiruk-pikuk kota? Aku kaget tau pas kamu bilang kamu tinggal di pedesaan."

Rani hanya tersenyum sambil membuka jaketnya. "Desa itu tenang banget. Cuma kadang, ketenangan bisa bikin kita mikir terlalu banyak, you know?"

Cindy duduk tegak, menatap sahabatnya dengan senyum lebar. "Nah, makanya kamu butuh aku! Spesialis anti-overthinking. Nih, sesi komedi gratis kapan pun kamu mau."

Rani tertawa kecil. "Kamu emang solusi segala masalah, ya? Termasuk yang nggak diminta."

"Persis! Aku udah kayak pelawak merangkap life coach," kata Cindy, menepuk dadanya dengan bangga.

Mereka berdua tertawa, mengisi ruangan apartemen dengan suara ceria yang menggema. Rani dan Cindy duduk di sofa dengan santai, namun keceriaan dan tawa mereka seolah memadati seluruh ruangan apartemen yang sederhana tapi hangat. Setelah melewati bulan-bulan yang penuh kesibukan, momen pertemuan ini adalah seperti oasis kecil di tengah padang pasir kehidupan. Rani dan Cindy tertawa begitu lepas, seperti dua sahabat yang tak perlu lagi menahan diri untuk menjadi diri sendiri. Candaan ringan dan spontanitas dalam setiap gerak dan ucap mereka memancarkan rasa nyaman yang hanya muncul dari ikatan pertemanan yang sudah terjalin lama.

Dalam Dekapan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang