Beberapa minggu berlalu sejak piknik di taman, dan Aluna merasa beban di hatinya semakin berat. Dia terus menyembunyikan penyakitnya dari Daniel, berusaha mempertahankan senyumnya di depan sahabatnya. Namun, rasa sakitnya semakin sering mengganggu, dan hal itu semakin sulit untuk disembunyikan.
Suatu sore, Aluna memutuskan untuk pergi ke studio tari lebih awal. Dia ingin berlatih sendiri, berharap bisa melupakan semua beban yang ada. Setiap langkah yang diambilnya di lantai kayu studio terasa seperti perjuangan, tetapi dia berusaha keras untuk menari seolah semua beban itu tidak ada.
Ketika sedang berlatih, tiba-tiba pintu studio terbuka, dan Daniel serta Leo masuk. Aluna terkejut melihat mereka. “Kalian datang lebih cepat dari yang aku kira,” katanya, mencoba tersenyum.
“Kami ingin melihat kamu berlatih,” jawab Daniel, matanya berbinar penuh semangat. “Bisa kita ikut berlatih?”
“Ya, tentu saja,” kata Aluna, berusaha menyembunyikan rasa cemas yang menggerogoti hatinya. Dia melanjutkan tariannya, mencoba mengungkapkan semua emosi yang dirasakannya ke dalam setiap gerakan. Namun, semakin dia berusaha, semakin jelas bagi Daniel dan Leo bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
Setelah beberapa menit, Daniel menghentikan latihan. “Aluna, tunggu. Ada yang ingin kami bicarakan.”
“Ada apa?” tanya Aluna, jantungnya berdebar.
“Kami merasa ada yang salah denganmu. Kamu tampak berbeda belakangan ini. Apa kamu baik-baik saja?” Leo bertanya, wajahnya penuh kekhawatiran.
Aluna terdiam sejenak, tidak tahu harus menjawab apa. Tekanan di dadanya semakin kuat. “Aku baik-baik saja. Hanya sedikit lelah,” jawabnya, berusaha terdengar meyakinkan.
“Tapi… kamu tidak perlu menyembunyikan apapun dari kami,” Daniel menambahkan. “Kami sahabat, dan kami ada di sini untukmu.”
Aluna merasa hatinya bergetar. Dia ingin menceritakan semuanya, tetapi ketakutan akan reaksi mereka membuatnya ragu. “Aku benar-benar baik, kalian tidak perlu khawatir,” katanya, berusaha meyakinkan mereka dan dirinya sendiri.
“Kalau begitu, mari kita berlatih bersama!” Leo mencoba mengganti suasana. “Aku bisa jadi penari cadangan!”
Mereka mulai berlatih bersama, tetapi Aluna merasa semakin tidak nyaman. Dia berusaha mengalihkan perhatian dari rasa sakitnya, namun saat berlatih, tiba-tiba dia merasakan pusing yang sangat hebat. Dia berusaha untuk tetap berdiri, tetapi dunia seolah berputar di sekelilingnya.
“Aluna?” suara Daniel terdengar jauh, tetapi dia tidak bisa menjawab. Semua menjadi gelap.
---
Saat Aluna sadar, dia mendapati dirinya terbaring di sofa di ruang tunggu studio. Dia membuka mata, melihat Daniel dan Leo yang terlihat cemas. “Aluna, kamu baik-baik saja?” tanya Daniel, nada suaranya penuh kekhawatiran.
“Aku… aku hanya pusing,” jawab Aluna, berusaha untuk bangkit.
“Kamu tidak perlu memaksakan diri. Kami akan membawamu ke rumah sakit,” Leo menegaskan, terlihat sangat khawatir.
“Tidak, tidak, itu tidak perlu. Aku akan baik-baik saja,” Aluna berusaha meyakinkan mereka, tetapi hatinya berdebar. Dia tahu bahwa jika mereka membawanya ke rumah sakit, semuanya akan terungkap.
“Tapi kamu sudah pingsan, Aluna!” Daniel berkata dengan nada putus asa. “Kami tidak bisa membiarkan kamu seperti ini.”
Aluna menatap mereka, melihat kepedulian di wajah mereka. Dia merasa sangat bersalah karena telah menyembunyikan kebenaran. “Aku… aku mengalami kanker,” akhirnya dia mengungkapkan. “Dan kondisiku semakin parah. Aku takut kehilangan semua yang aku cintai.”
Mendengar pengakuannya, Daniel dan Leo terdiam sejenak, wajah mereka dipenuhi emosi. Leo menggenggam tangan Aluna. “Kamu tidak akan kehilangan kami, Aluna. Kami akan berjuang bersamamu. Kami akan mencari cara untuk melewati ini bersama.”
Daniel menambahkan, “Aku seharusnya bisa lebih peka. Maafkan aku karena tidak menyadari betapa beratnya yang kamu tanggung. Kami di sini untukmu, sekarang dan selamanya.”
Air mata mengalir di pipi Aluna. Dia merasa lega sekaligus tertekan. “Aku tidak ingin membuat kalian merasa terbebani. Aku hanya ingin menjadi kuat untuk kalian,” katanya.
“Menjadi kuat bukan berarti menyimpan semuanya sendiri,” Leo menjelaskan lembut. “Kami ingin berbagi beban ini. Kami berjanji akan berada di sisimu setiap langkah.”
Aluna merasakan kehangatan dari dukungan mereka. Dia tahu perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi dia merasa lebih kuat dengan kehadiran Daniel dan Leo di sisinya. “Terima kasih, kalian berdua. Aku sangat beruntung memiliki kalian dalam hidupku.”
Daniel dan Leo saling bertukar tatapan, mengetahui bahwa ini adalah awal dari perjuangan baru. Mereka akan menghadapi semua ini bersama, tidak peduli seberapa sulitnya. Aluna telah menemukan kekuatan dalam keterbukaan, dan dia tahu bahwa bersama teman-temannya, tidak ada yang tidak mungkin.
Mereka bersiap untuk pergi ke rumah sakit, dan meskipun Aluna masih merasa cemas, dia tahu bahwa dia tidak akan menghadapi ini sendirian. Dia bertekad untuk berjuang, demi hidupnya dan demi orang-orang yang dia cintai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simfoni yang Hening
Roman d'amourAluna duduk di lantai studio, mengatur napas "Kadang aku merasa seperti menari di antara bayangan. Setiap gerakan terasa lebih berat dari sebelumnya. Aku hanya ingin sekali lagi merasakan kebebasan itu..." Daniel memainkan biola dengan lembut "Tari...