30

938 149 19
                                    




"Duh suka deh gue kalau anak cepat tanggap begini"

"Terima kasih" ucap Renjun.

Lontaran kalimat pujian yang beberapa kali diterima Renjun dari rekan-rekan divisinya selama sepekan terakhir menjadi anak magang yang masih dalam tahap pengenalan sistem kerja perusahaan membuatnya semakin merasa nyaman dan sedikit mulai percaya diri dengan kemampuan dirinya.

Meski tugasnya masih sekedar merapikan isi file dan memberikan dokumen pada divisi lain, namun Renjun menikmati kegiatan barunya saat ini menjadi anak magang dan antusias berangkat pagi menembus kemacetan bersama sopir pribadinya untuk berangkat ke kantor.

Dengan menggendong tas ransel dan satu tas jinjing berisi kotak bekal yang telah disiapkan oleh sang ibu, Renjun selalu datang dengan ceria setiap pagi. Tersenyum kepada karyawan perusahaan yang tak sengaja bertemu dengannya di lorong ataupun lift perusahaan dan menyapa setiap orang yang dikenalnya.

"Jadi kamu ini lulusan Australia ya? Kenapa milih pulang ke sini? Ga lanjut karir aja di sana?"

Renjun tersenyum kikuk. "Sebenernya lebih ke restu orang tua sih, Mbak. Karena mereka minta untuk lanjut sekolah lagi, tapi akunya yang belum mau, jadi pulang dulu deh buat istirahat"

"Oh jadi rencana setelah intern ini baru mau kuliah lagi ya? Kalau udah selesai kuliah balik aja ke sini, nanti jadi bos"

"Mbak Vena bisa aja"

Sebagai seseorang yang mudah beradaptasi dengan lingkuan baru, Renjun dengan cepat dapat membaur bersama para karyawan yang setiap hari selalu mencairkan suasana agar dirinya dan anak magang lainnya tak merasa canggung. Ia tak pernah menutup diri pada siapapun dan selalu membuka tangan pada semua yang mengajaknya berbicara ataupun bercanda tawa di sela-sela kegiatan mereka.

Berbeda dengan Renjun yang kini menikmati masa magangnya dengan penuh ceria dan antusias, satu orang karyawan yang duduk di meja seberang nampak terus diam dan tak bersemangat. Tumpukan dokumen yang sebelumnya memenuhi meja kerjanya kini telah bersih membawa kerapian meja namun meninggalkan hawa suram yang tetap melekat pada diri penghuninya.

Kantung mata yang terlihat menghitam, waja kusam dan pandangan yang sayu menandakan bahwa ia telah bekerja keras selama beberapa hari terakhir. Ditambah dengan permasalahan dengan sang pujaan hati yang tak kunjung usai dan sepertinya semakin memanas karena sama sekali tak bertegur sapa meski mereka berada di ruangan yang sama membuatnya semakin merasa frustasi.

"Senyum, boy. Anak magang pada takut sama lo"

"Siapa?"

Jaehyun menoleh pada meja di mana tempat anak magang berada dengan maksud melihat sosok yang dimaksud oleh temannya. Namun sayangnya ia tak mendapati ada anak yang melihat ataupun hendak menghampiri dirinya.

"Mana? Ga ada" lanjutnya.

Yuta memukul kesal lengan Jaehyun. "Iyalah orang takut sama lo, ya mana berani datengin lo"

"Gue ga gigit kok takut"

"Eh tapi iya ya, Jae. Lo kenapa sih akhir-akhir ini? Kaya ga ada semangat hidup?" tanya Yuta penuh penasaran hingga memutar kursinya. "Lagi berantem sama pacar lo? Emang lo punya pa-"

Jari manisnya yang melingkar sebuah cincin di sana langsung ditunjukkan oleh Jaehyun di depan wajah Yuta yang mampu membungkam kalimat yang belum terselesaikan. Teman satu divisinya tersebut sampai menganga dibuatnya melihat sebuah cincin yang mengisyaratkan keseriusan suatu hubungan.

"Anjing?! Udah tunangan lo? Gila ga pernah kelihatan bucin ternyata udah ada pawangnya"

"Ya harus dibedain waktu kerja sama waktu bucin"

ANAK KOTA | JAERENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang