15

1.6K 254 24
                                    




"Eh ada orang galau ditinggal pacarnya"

Jaehyun memutar bola matanya malas menanggapi sapaan berupa olokan dari sang ayah yang baru saja tiba di kebun. Ia memilih acuh dan tetap melakukan tugasnya memetik tomat dan dimasukkannya ke dalam keranjang yang dibawanya.

Benar kata sang ayah bahwa Renjun tak lagi ada di desa. Anak bebek itu resmi kembali ke kota bersama kedua orang tuanya setelah melewati banyak bujukan dari paman, bibi dan juga dirinya.

Meski sebenarnya tak rela harus berpisah dengan Renjun secepat ini, namun Jaehyun tetap sadar diri akan posisinya. Ia tak mungkin menahan Renjun untuk tetap berada di desa sedangkan orang tuanya di kota begitu rindu dan khawatir dengan keadaan anak mereka yang telah lama kabur dari rumah.

Kini Renjun telah kembali pulang. Tak ada lagi sosok yang menjadi alasannya rajin pergi ke sawah setiap hari. Tak ada lagi suara nyaring yang terdengar kala protes terhadap sesuatu. Dan tak ada lagi paras ayu yang ditatapnya setiap hari.

Terlihat berlebihan memang, namun pada kenyataannya kehadiran Renjun selama ini telah sepenuhnya memberi pengaruh pada kehidupannya. Ia telah terbiasa dengan kehadiran Renjun di sisinya meski kebersamaan keduanya baru terjalin beberapa bulan.

"Huh!" desah Jaehyun berat.

Ia mengangkat keranjang miliknya yang telah terisi penuh. Membawanya ke tepi kebun dan dikumpulkan bersama keranjang lainnya yang akan dilakukan penyortiran sebelum dikirim ke pedagang di pasar.

Jaehyun meraih satu buah tomat dari dalam keranjang, kemudian mencucinya pada ember air sebelum menyantapnya dengan duduk di atas motor seraya mengawasi para pekerjanya yang masih sibuk dengan tugas masing-masing.

Mau tidak mau, suka tidak suka, kini Jaehyun harus membiasakan diri kembali tanpa adanya Renjun. Kembali menjalani hari seperti hari-hari sebelum bertemu dengan sang kekasih.

Setidaknya ia harus bekerja lebih keras agar dapat segera menepati janjinya kepada Renjun.

.

Kicauan burung yang biasa menemani di pagi hari kini tergantikan dengan suara musik rock yang mengalun memenuhi seisi rumah sejak matahari mulai menampakkan dirinya. Kedamaian yang biasa terjadi kini terganti oleh keterkejutan dari suara musik yang diputar di luar batas wajar pendengaran.

Renjun yang menjadi pelaku utama pemutaran musik di pagi hari tengah duduk santai di atas kursi belajarnya dengan kaki yang berselonjor di atas meja. Maniknya terpejam namun kepalanya bergerak sesuai irama musik.

"Loh?"

Di tengah senandungnya menikmati musik yang memenuhi seluruh ruangan tiba-tiba alunan itu berhenti berputar. Renjun kembali membuka mata dan memeriksa komputernya yang menjadi tempatnya memutar musik. Sialnya komputer miliknya telah menggelap kehilangan daya karena tak ada arus listrik yang mengaliri.

"Papa!" teriak Renjun.

Kaki mungil itu dibawa berlari keluar dari kamar. Menuruni anak tangga dari lantai tiga hingga ke lantai dasar untuk mencari pelaku yang tiba-tiba melakukan pemadaman listrik total.

"Papa ish!" dengusnya saat berhasil menjumpai pelaku yang sedang berada di depan kotak pusat listrik rumah.

"Apa?" saut sang ayah santai.

"Ish! Kenapa listriknya dimatiin?"

"Kinipi listriknyi dimitiin?" ejek kepala keluarga itu mengikuti kalimat anak sulungnya. "Keluar juga kan akhirnya dari kamar kalau ga ada listrik?"

Renjun mendengus sebal saat sang ayah memeluknya dari samping dan diajak berjalan masuk ke dalam rumah layaknya seorang teman. Ia melepas lengan sang ayah dari bahunya saat mereka telah duduk pada sofa di ruang keluarga. Tangannya bersedekap dada, menunjukkan bahwa dirinya masih marah kepada orang tuanya meski ia setuju untuk dibawa pulang ke kota.

"Papa ish!" Renjun mengusap hidungnya yang baru saja dicolek oleh sang ayah.

"Gimana tinggal di desa kemarin? Enak?" tanya sang ayah menghidupkan kembali kedekatan mereka setelah beberapa bulan terpisah. "Harusnya sih enak dong ya? Sampai dapat pacar kok"

"Apa sih?"

Renjun semakin merasa sebal saat mendengar suara tawa ayahnya yang ditambah badannya ditarik dan dibawa ke dalam pelukan pria itu. Pucuk kepalanya diusap lembut dan dikecup dengan sayang.

"Maaf ya" ucap sang ayah.

"Males"

Terdengar hembusan nafas besar yang keluar dari mulut sang ayah.

"Papa ga bermaksud atur kamu dan suruh untuk lanjut kuliah. Papa cuma kasih saran kalau kamu masih belum punya pandangan untuk ke depannya lebih baik lanjut kulaih aja, tapi itu bukan berarti kamu harus berangkat detik itu juga. Papa cuma kasih saran, Kak. Mau kamu setuju atau ga ya itu hak kamu" jelas sang ayah meluruskan kesalahpahaman yang terjadi di antara mereka hingga membuat anak sulungnya marah dan kabur dari rumah. "Papa belum selesai ngomong tapi kamu udah marah dan kabur gitu aja. Kasihan Mama bingung anaknya hilang satu"

"Hei? Denger ga ini telinganya?"

"Denger" saut Renjun malas.

Terlihat kekanak-kanakan, namun itu yang sebenarnya terjadi.

Renjun memilih kabur dari rumah karena merasa sakit hati atas ucapan ayahnya yang menyuruh dirinya untuk melanjutkan perkuliahannya ke jenjang yang lebih tinggi padahal ia baru kembali menginjakkan kaki di tanah kelahiran setelah empat tahun berada di negri orang untuk mengenyam pendidikan.

Rasa lelah setelah perjalanan panjang membuat Renjun tak dapat berpikir jernih dan langsung mengambil keputusan dengan cepat tanpa berpikir panjang. Ia kabur ke kampung halaman mantan pengasuhnya saat semua penghuni rumahnya terlelap, termasuk kedua orang tuanya.

Renjun pikir kampung halaman mantan pengasuhnya adalah tempat terjauh yang kecil kemungkinan diketahui orang tuanya karena paman dan bibinya telah lama tidak bekerja di rumah. Namun ternyata pikirannya salah, karena mau sejauh apapun ia pergi orang tuanya akan tetap dapat menemukan dirinya.

"Udah berapa lama sama dia, Kak?"

Renjun melepaskan diri dari dekapan sang ayah. Ia beralih posisi menjadi berbaring seraya memeluk bantal sofa.

"Males banget diajak pulang" gerutu Renjun tak suka.

"Aduh anak muda jatuh cinta, pisah aja ga mau"

"Udah tau anaknya jatuh cinta malah diajak pulang"

Sang ayah tertawa renyah. "Emang dia ga punya alat komunikasi? Kan bisa telfon, bisa juga chat"

"Beda, Pa. Lebih enak ketemu karena dia itu super sibuk"

"Oh ya?"

Renjun menganggukkan kepala sebagai jawabannya.

"Kalau begitu sekarang anggap aja sebagai ujian hubungan kalian. Biar tau apa itu rasa rindu" tutur sang ayah. "Papa aja kamu tinggal berbulan-bulan bisa, masa dia belum ada satu minggu ga bisa?"

"Ihh males banget dibanding-bandingin" Renjun melempar bantal yang dipeluknya pada sang ayah yang telah lebih dulu kabur meninggalkan ruang keluarga.

"Papa, listriknya hidupin!"



Tbc



ANAK KOTA | JAERENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang