27

1.1K 193 18
                                    




Agaknya mulut yang kemarin merintih ingin kembali pulang ke kota telah lupa dengan apa yang telah dirintihkannya. Tubuh yang semalam hanya mampu meringkuk di atas ranjang kini telah mampu berlari di jalanan desa.

"Bapak!"

"Bapak, tolong!~"

Renjun berlari terbirit-birit dengan alas kaki yang tak lagi melindungi kaki mungilnya. Nafasnya memburu, maniknya bergerak panik mencari jalan pintas untuknya berlari namun tetap harus waspada dengan sesuatu yang berada di belakangnya.

"Bapak"

Renjun berakhir melompat ke dalam pelukan sosok yang berada di dalam sawah. Memeluk erat tubuh pria setengah paruh baya di sana dan tak membiarkan kakinya menyentuh permukaan lumpur.

"Kamu dari mana?" tanya sang paman sedikit bingung dengan kedatangan Renjun yang berteriak dan diikuti oleh seekor angsa yang mengejarnya.

"Tolong" rintih Renjun hampir menangis.

Seekor angsa dewasa berwarna putih bersih yang mengepakkan sayapnya disertai dengan suara yang cukup keras dan berisik dan mencoba untuk mematuk Renjun seketika dibuat diam oleh sang paman yang beraksi hanya dengan mengangkat tubuh angsa lalu dibalikkan arah tubuhnya untuk membelakangi mereka. Tak lupa kepala hingga leher angsa diberikan elusan oleh pamannya.

Meskipun sedikit kesulitan karena Renjun ya bergelantung layaknya anak koala pada induknya namun cara tersebut cukup ampuh dilakukan oleh sang paman.

"Kamu apain angsanya sampai bisa ngejar?" tanya pamannya kemudian disertai dengan tawa yang akhirnya pecah.

Renjun turun dari gendongan sang paman dan mengerucutkan bibirnya. Ia tak sengaja bertatap mata dengan angsa dan mengejeknya yang berakhir ia justru dikejar dari lapangan desa hingga sampai di sawah milik sang paman. Bahkan ia tak tahu di mana sandalnya terlepas di tengah jalan sewaktu berlari menyelamatkan diri.

Niatnya mengejek angsa hanya karena ingin menggoda dan merasa gemas sebab teringat dengan bebeknya yang berada di rumah. Beruntung dirinya tak sempat dipatuk oleh angsa.

"Angsa lagi diem itu jangan dikerjain, besok kamu cuma lewat aja bisa dikejar sama dia"

"Kan ga tau" cicit Renjun.

"Ya udah, kalau gitu sekarang kamu duduk di motor aja nanti pulang sama bapak" perintah sang paman.

Dengan sedikit lesu, Renjun berjalan keluar dari lumpur sawah dan menuju motor sang paman yang terparkir di tepi jalan. Duduk dengan kondisi dahi yang dipenuhi peluh dan kaki berbalut lumpur.

Jika tahu dirinya akan berakhir dikejar angsa, ia tidak akan keluar dari rumah dan menunggu bibinya selesai memasak karena dirinya belum sarapan. Kini perutnya semakin terasa lapar karena tenaganya telah terkuras saat berlari.

"Ayo pulang, Pak" rengeknya kecil, tak tahan lagi dengan gemuruh di perutnya. "Bapak"

"Iya, ayo pulang"

Renjun membenarkan posisi duduknya di atas motor saat sang paman datang menghampiri tak lama dari dirinya merengek. Duduk di belakang seperti anak sekolah dasar yang diantarkan oleh orang tuanya pergi sekolah.

***

"Siapa yang urusin sawah sama kebun besok kalau setelah nikah kamu tinggal di kota? Rumahmu yang udah dibangun itu juga gimana?"

Jaehyun menganggaruk kepala belakangnya yang tak gatal. Merasa bingung dengan pembahasan keluarganya pagi ini yang cukup berat karena dirinya sedang bernegosiasi untuk diperbolehkan menetap di kota setelah menikah nanti. Namun kedua orang tuanya menentang dirinya untuk menetap di kota setelah menikah karena tidak ada yang melanjutkan usaha mereka jika ia turut meninggalkan orang tua seperti sang kakak yang akan mengikuti sang suami setelah menikah nanti.

Ia tak mungkin dapat tinggal di desa setelah menikah karena masih terikat dengan pekerjaan di kota. Tak mungkin juga memboyong Renjun untuk tinggal di desa karena banyak pertimbangan yang telah ia pikirkan meski materi kehidupannya di desa telah disiapkan oleh kedua orang tuanya.

"Ga tau lah, Yah. Pusing. Dipikir besok aja" keluh Jaehyun.

"Dasar laki-laki ga punya pendirian!" olok sang ayah. "Kok mau Renjun sama laki-laki modelan kamu?"

Jaehyun merengut. "Ya dibicarain dulu sama orang tua Renjun. Masih anak orang loh ini, Yah? Main diminta buat pindah ke desa aja. Iya kalau dia mau?"

Plak!

"Udah tau kalau masih anak orang main ditidurin aja!"

Sandal yang sedari kemarin peluncurannya tertahan, kini benar-benar melayang menyapa lengan Jaehyun dari sang ayah yang menamparkan sandal keramatnya.

"Sakit, Yah" keluh Jaehyun mengusap lengannya yang tercetak bekas merah.

"Sukurin"

"Renjun?"

Dua pasang mata yang tengah duduk di kursi teras kompak mengikuti arah pandang sang ibu saat suara dari wanita tersebut mampu menginterupsi kegiatan ayah dan anak di sana. Jaehyun mendapati sang kekasih yang tengah berdiri di ambang pagar rumah.

"Sayang" panggilnya.

Jaehyun bergegas menghampiri Renjun yang terlihat mematung dan tak kunjung melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah. "Ayo masuk" ajaknya.

Ragu-ragu Renjun mengikuti tarikan tangan sang kekasih. Ia memilih berjalan di belakang tubuh Jaehyun daripada berjalan beriringan di samping prianya meski tangan keduanya tertaut.

Renjun semakin menyembunyikan dirinya di belakang tubuh sang kekasih sesampainya mereka di teras rumah di mana ayah dan ibu Jaehyun berada. Ia menundukkan kepala sopan sebagai tanda sapaan kepada orang tua Jaehyun atas kedatangan dirinya yang berkunjung.

"Udah sarapan belum? Ayo sarapan di dalam dulu, ibu baru aja selesai masak" ajak ibu Jaehyun pada Renjun.

Renjun tersenyum manis. "Makasih, bu. Aku udah sarapan tadi sama bapak bibi" tolaknya halus.

"Ya udah, masuk kalau gitu, jangan berdiri di depan. Ayo Jae mantu ibu diajak masuk"

"Ayo" ajak Jaehyun kembali menarik tangan Renjun untuk mengikutinya.

Namun belum sepenuhnya mereka masuk ke dalam rumah, Renjun menahan genggaman tangan keduanya yang membuat Jaehyun berhenti.

"Kenapa, Sayang?"

Renjun mengisyaratkan sang kekasih untuk sedikit menunduk dan mengarahkan telinganya kepadanya.

"Aku mau minta uang. Pengen jajan tapi ga punya uang" bisiknya pelan pada Jaehyun, berusaha agar tak terdengar kedua orang tuanya.

Niatnya datang menghampiri sang kekasih di rumahnya memang untuk meminta uang yang akan digunakannya untuk membeli sesuatu di warung. Ia tak memiliki uang sepeserpun dan terpaksa meminta pada Jaehyun karena tak sempat menarik uang di mesin ATM karena terburu-buru dengan jadwal kareta mereka. Renjun merasa tak enak hati jika harus meminta pada paman dan bibinya. Satu-satunya orang yang dapat ia mintai dan tak merasa sungkan hanyalah Jaehyun.

"Mau jajan? Ayo sama aku"

Jaehyun terkekeh kecil. Ia menyempatkan mencubit pipi Renjun dan mengusak rambutnya karena merasa gemas dengan kekasih mungilnya ini sebelum mengajaknya untuk kembali keluar dari rumah dan mengendarai motor milik sang ayah.

"Mau jajan di mana? Warung apa minimarket?" tanya Jaehyun.

"Warung aja, deket"

"Ga mau di minimarket? Sekalian beli buat bekal di kereta nanti?"

Renjun menggeleng di belakang. "Pulangnya besok. Mama Papa sekarang perjalanan ke sini"

Jaehyun menginjak rem motornya kuat-kuat di tengah perjalanan mereka. Ia menoleh ke belakang menatap Renjun dengan wajah terkejutnya.

"Kamu udah cerita ke orang tua?"

"Iya"



Tbc



ANAK KOTA | JAERENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang