8

520 39 0
                                    

🐣

TYPO TANDAI

Saat ini aldrick berada di kursi kebesarannya, setelah Ziel menghabiskan dot berisi susu hangat dan tertidur, ia kembali mengurus kerjaannya.

Beberapa jam berlalu masih dalam posisi nya, aldrick mendengar suara tangisan dari dalam kamar pribadi nya.

Tanpa pikir panjang ia melangkahkan kaki ke arah kamar.

Posisi Ziel duduk dengan lutut di tekuk dan kepalanya yang ia benamkan di lututnya sembari menangis tersedu sedu.

Aldrick menghampirinya, membawa sang anak kedalam pangkuan, Aldrick memeluk Ziel memberi kehangatan dan ketenangan, badannya masih panas tapi tidak sepanas sebelumnya.

Tangisan itu perlahan mereda meninggalkan sesenggukan kecil. Aldrick melihat anak di pangkuan nya memilin onesie nya. Gugup.

"O-om masih nganggep gue anak kan? " Tanyany lirih hampir berbisik.

Aldrick menahan tawa dan marahnya sekaligus tapi ekspresi nya tak menunjukkan apapun, apakah anak dipangkuannya takut tak dianggap anaknya. Dan panggilan apa itu. Aldrick tidak menyukainya.

"Hm"

"Om tolongin Ziel ya, bayarin gaji orang orang yang nagih ke Ziel" Ujar Ziel menunduk takut memainkan dan memilih jari dan onesie nya. Ia juga menyebut dirinya Ziel. Itu memang kebiasaannya jika sedang membujuk orang.

"Tadi pagi bibi nagih gaji nya ke Ziel, kan Ziel gak tau, pak tarjo juga iya" Jelasnya dengan wajah memelas.

"Terus ada karyawan nya mommy dateng ke rumah nyari om, minta persetujuan apalah, Ziel gak ngerti"

"Ziel kan nggak punya uang" Ucapnya lirih dengan bibir mencebik.

Ziel mendongak melihat daddynya yang juga menunduk menatap tepat ke manik Hazel Ziel. Ziel gugup setengah mampus.

Tak ada respon dari sang daddy, jika bukan daddynya yang menolong lalu ia harus minta pertolongan ke siapa.

Ziel memutuskan pandangan lalu menunduk kembali, dadanya terasa sakit menahan tangis, ia bingung harus apa, apa ia harus jual rumah saja.

Bibirnya mencebik total, matanya memerah, pusing di kepalanya kembali menyerang.

"Om"

"... "

"Om"

"... "

"O-om? "

"... "

Ziel tak bisa menahan tangisnya, apa ia bunuh diri saja?

"Daddyy hikkssss"

"Hmm?"

"Daddyy hiks hiks"

"Kenapa"

"Aaaaa hikssss"

"Daddy gak dengerin hiks omongan Ziel hiks? "

"Tidak. kau tadi berbicara dengan om om, bukan daddy"

"HuwaaaaaaAAAAAAAAAAAAA"

"DADDY JAHAAATT"

"ya daddy memang jahat" Ucap aldrick seraya mengelus punggung Ziel.

Beberapa menit setelah tangisan Ziel mereda.

"Daddy bantuin Ziel"

"Ziel punya janji sama bi Surti, pak Tarjo sama karyawan nya mommy" Ucapnya dengan puppy eyes, hidungnya yang memerah pipinya yang basah, dan tidak lupa bye bye fever yang masih bertengger apik di kening Ziel.

ZIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang