.
.
.Hampir satu minggu Danielle tidak masuk sekolah karna kecelakaan kecil yang dia alami. Sebenarnya Danielle sudah beberapa kali meminta izin pada Vernon untuk pergi ke sekolah. Tapi Vernon terus saja malarangnya dengan keras.
"Kakiku hanya keseleo, itu tidak seburuk patah kaki."
"Tidak. Jika kau sekolah, kau malah akan merepotkan banyak orang. Jadi lebih baik kau diam di rumah dan beristirahat agar kakimu cepat sembuh." Itulah perdebatan yang terjadi hampir setiap hari beberapa hari ini.
Dan pada akhirnya dimana sekarang Danielle masuk ke sekolah lagi. Mesti dia harus diantar jemput oleh Vernon, karna kakinya yang belum sembuh total dan berjalanpun Danielle masih terpincang-pincang.
.
.
.
"Apa kau benar-benar akan menunggu kak Vernon menjemputmu?" Tanya Vanessa khawatir. Karna sedari tadi dia menemani Danielle menunggu Vernon datang menjemputnya."Dia sudah janji. Mungkin dia tadi ada urusan sebentar, dan mungkin juga sekarang dia sudah dalam perjalanan."
"Tapi ini sudah dari tadi sekali Danielle..."
"Tidak perlu khawatir. Aku tau kau sebenarnya sedang ada urusan juga. Pergilah! Jangan khawatirkan aku. Kakakku pasti akan datang."
"Tapi..."
Pip!pip!
Percakapan Danielle dan Vanessa terhenti saat mendengar suara klakson motor tepat di hadapan mereka.
"Sejak kapan kau punya motor?" Tanya Danielle yang mengira suara klakson motor itu milik Vernon. Ternyata itu Steve yang sedang mengendarai sebuah motor custom hitam.
"Naiklah!"
"Siapa? Aku? Aku tidak mau. Aku sudah dijemput sopirku, tapi kau bisa mengajak Danielle pulang bersamamu, kasian dia dari tadi menunggu kak Vernon untuk menjemputnya." Sebenarnya Vanessa tau jika Steve itu menyuruh Danielle bukan dirinya. Tapi Vanessa hanya ingin sedikit usil dengan Steve.
"Memang Danielle. Bukan kau."
"Seharusnya kau sebut namanya. Kau pikir disini hanya ada Danielle saja."
"Aku? Kenapa aku?"
"Apa kak Vernon tidak memberitahumu?"
"Handphoneku lowbat dan aku lupa membawa power bank."
"Kak Vernon menitipkanmu padaku."
"Kurasa aku harus pergi. Supirku sudah menunggu dari tadi. Dah semua... " Merasa tidak ada lagi urusan, Vanessa berpamitan pada Danielle dan Steve.
"Jaga temanku baik-baik. Kau harus membawanya pulang dengan selamat. Dan jangan apa-apakan dia." Vanessa menyempatkan diri untuk berhenti dan berteriak pada Steve.
Steve hanya melihat Vanessa dengan tatapan aneh.
"Mana helmnya?" Danielle mengagetkan Steve, karna suara Danielle yang berada di belakangnya. Dia tidak menyadari jika Danielle sudah duduk di motornya.
Danielle sudah lelah berdiri di depan gerbang menunggu Vernon menjemputnya. Saat Steve datang dengan atas perintah Vernon, Danielle langsung duduk pada motor milik Steve. Karna jujur kakinya mulai kembali sakit.
"Mengagetkan saja." Ucap Steve sambil menyodorkan helm milik Danielle pada pemiliknya yang dititipkan Vernon tadi padanya.
"Dia seniat itu menitipkanku padamu." Danielle menerima helm yang Steve berikan dan segera memakainya.
"Dia sibuk hari ini dan mungkin akan pulang lebih lama." Steve menjawab ucapan Danielle sambil menjalankan motornya.
"Kapan kalian bertemu?"
"Tadi pagi saat aku baru sampai dan akan memasuki gerbang aku bertemu dengannya di depan gerbang sekolah."
"Kenapa kau tidak memberitahuku dari tadi?"
"Aku lupa."
Singkat, padat dan jelas. Steven selalu mengutamakan hal itu jika berbicara. Dia tidak ingin membuang tenaganya hanya untuk berbicara panjang.
Melihat Danielle dan Vanessa yang banyak berbicara cukup membuat Steve kelelahan. Dia tidak ingin seperti itu. Bicara seperlunya adalah yang terpenting.
Evan juga seperti itu. Hanya berbicara jika dibutuhkan. Sebenarnya Evan hanya bingung jika ingin berbicara, karna kurangnya orang-orang di sekitarnya.
Hal itu membuat beberapa orang bingung bagaimana cara mereka berinteraksi sampai bisa dekat seperti itu. Si gunung Everest dan si kutu buku.
Sangat berbanding terbalik dengan Danielle dan Vanessa. Suara mereka pasti akan terdengar dimana-mana. Tingkah mereka yang randompun sering menjadi pusat perhatian orang-orang di sekitar mereka.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑀𝓎 𝒜𝓃𝑔𝑒𝓁
FantasyBerani berbuat berani bertanggung jawab. Itulah yang harus salah satu malaikat itu lakukan atas kesalahannya.