9 • The Bridge of Trust

2K 263 37
                                    

• Your Vote and Comment •

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Your Vote and Comment •

is My Moodbooster

Kalau ada typo tolong tandai😚

|||

||

|

•••

"Runa—mau kemana?"

Bagas refleks berdiri dari duduknya ketika melihat Aruna keluar kamar dengan mengenakan atasan kaos putih dengan bawahan boyfriend jeans. Kepalanya tertutupi topi dengan warna senada dengan kaosnya sedangkan tangannya menenteng clutch hitam dengan ukuran sedang.

Wajah gadis berambut setengah bahu itu berubah agak panik karena ketahuan mau pergi keluar. "Kelas masak." Jawabnya pendek terkesan ketus.

"... Sepagi ini?" Tanya Bagas heran.

Aruna cuma mengangguk. Suaminya masih setia membuntutinya seraya bergegas mengambil kunci mobil. "Aku antar ya—"

"Tidak usah." Potong Aruna. Ia segera ke undakan depan pintu keluar, mengeluarkan sepatu sendal dari dalam lemari khusus penyimpanan sepatu setinggi pinggangnya.

"... Kalau begitu aku jemput—"

"Tidak perlu juga, aku berangkat..."

Baru juga memegang knop pintu, pundaknya ditarik hingga berhadapan dengan Bagas.

"Kamu naik apa berangkatnya? Pulangnya bagaimana? Sampai jam berapa?"

Aruna kesal mendengar rentetan pertanyaan itu. "Aku nggak mau pulang kesini kalau Mas tanya-tanya terus." Jawabnya mengancam dengan menyebalkan.

Kenapa sih Bagas? Biasanya juga membiarkannya pergi. Apalagi untuk menghadiri kelas yang ia daftarkan. Lagipula, Bagas sudah tau kok Aruna pulang-pergi naik apa. Kan dia yang meminta salah satu supir di kediaman papi-mami untuk datang setiap ia mau pergi keluar perkara Aruna belum bisa menyetir mobil.

Mata Bagas terbelalak, tidak menyangka Aruna malah akan mengancam tidak pulang. Kesal sebenarnya mendengar itu—namun, karena semua ini memang salahnya ia menekan emosinya.

Sabar... Sabaaar...

Ia memaksakan untuk tersenyum manis pada istrinya. "Oke, Runa. Semangat belajarnya ya. Aku... Tunggu hasil masakannya."

Aruna menghempaskan tangan Bagas yang masih berada di kedua pundaknya. Lalu berjalan pergi dengan kaki agak menghentak; tanda ia masih jauh dari memaafkan Bagas.

Mata Bagas memejam ketika pintu apartemennya dibanting oleh Aruna setelah gadis itu berseru tak kalah ketus dengan sebelumnya.

"Nggak usah ditunggu!"

Husband MaterialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang