ibunda ratu

95 11 16
                                    

Malam itu, badai menggulung di luar mansion utama keluarga Atreyu, membuat langit gelap penuh amarah yang terasa selaras dengan ketegangan di dalam dinding-dinding megah rumah tersebut. Vermouth berjalan memasuki aula dengan langkah tegas, mantel hitamnya melambai di belakang seperti bayang-bayang, dan tatapan matanya menyala dengan ketidaksukaan yang telah ia simpan selama bertahun-tahun. Seruni, ibunya, menunggunya dengan anggun di kursi berlapis sutra, secangkir teh beruap lembut dalam genggamannya. Pemandangan itu begitu elegan, begitu sempurna, tetapi juga begitu beracun.

"Vermouth, akhirnya kau datang," Seruni berbicara dengan suara lembut yang menipu, seolah-olah ia adalah ibu yang baik yang menantikan kedatangan anaknya. "Aku hampir berpikir kau lupa bagaimana rasanya pulang."

Vermouth menyeringai tajam. "Ah, kau tahu, ibu, aku hanya kesulitan mengingat mengapa aku harus kembali ke neraka ini. Tetapi kemudian aku ingat—sepertinya seseorang memainkan pion-pionnya terlalu berani,dan kau akhirnya pulang dari penyamaran mu di penjara."

Seruni mengangkat alis, senyum tipisnya semakin dalam. "Pion? Maksudmu Hera, anak malang itu? Dan yah aku sudah pulang."

"Tentu saja," Vermouth menjawab dengan nada yang lebih sarkastik. "Tapi siapa yang bisa menyalahkanku? Aku harus mengagumi betapa terampilnya kau memanipulasi orang tak berguna sepertinya. Sebuah bakat, sungguh. Kau selalu tahu cara memilih pion yang paling lemah."

Seruni tertawa lembut, suara itu seperti bunyi kristal pecah. "Oh, Vermouth, kau selalu begitu pedas. Kau tahu, Hera hanya bagian kecil dari rencana yang jauh lebih besar. Gadis itu tidak lebih dari cangkang kosong yang bisa kubentuk sesuka hati. Dia tidak penting—yang benar-benar penting adalah apa yang bisa kulakukan dengannya."

Vermouth mendekat, meletakkan mantel hitamnya dengan sengaja di salah satu kursi empuk di dekatnya, seolah ia menantang aura megah Seruni. "Tentu saja. Hera hanyalah pion. Tapi aku penasaran, apakah kau benar-benar berpikir bahwa kau akan mendapatkan Nyx dengan cara ini? Kau pikir dengan memanipulasi seorang gadis lugu, kau bisa menekan Nyx ke sudut? Kau tahu dia lebih tangguh dari itu."

Seruni menyipitkan matanya, senyum dinginnya semakin tajam. "Nyx... sekarang kita berbicara tentang sesuatu yang menarik. Dia adalah kartu as-ku, Vermouth, sesuatu yang jauh lebih berharga daripada pion murahan seperti Hera. Dan kau tahu apa yang indah? Setiap orang punya titik lemah, bahkan seseorang sekeras Nyx."

Vermouth tertawa kecil, nada sarkasmenya semakin tajam. "Titik lemah? Kau benar-benar yakin Hera adalah kuncinya? Itu seperti mencoba membuka peti besi dengan tusuk gigi. Nyx bukan tipe yang menyerah karena boneka yang kau kendalikan itu. Kau salah perhitungan, ibu."

Seruni berdiri dengan anggun, tangannya menyusuri pinggir meja panjang tempat teh dan kue kecil berjejer rapi. "Kau meremehkanku, Vermouth. Kau pikir aku buta terhadap karakter Nyx? Justru itulah keindahan rencanaku—Nyx mungkin keras kepala, tapi dia punya sisi manusia yang sama seperti kita semua. Dan Hera, bagaimanapun, bisa menjadi alat untuk menyentuh sisi itu. Nyx akan runtuh. Lambat laun, dia akan datang padaku dengan sukarela."

Mata Vermouth menyala dengan api yang lebih gelap, penuh dengan ketidaksukaan yang nyaris menggelegak. "Kau tahu apa yang menarik, ibu? Setiap kali kau bicara tentang 'rencana-rencana brilianmu,' aku selalu merasa seperti sedang menonton seseorang yang menjatuhkan batu ke kepalanya sendiri dan berpikir bahwa itu strategi jenius. Kau mungkin pintar, tapi kau tidak mengenal Nyx. Dia tidak akan datang padamu. Bahkan jika Hera hancur, Nyx tidak akan peduli."

Seruni mendekat, ekspresi liciknya semakin kentara. "Oh, tetapi kau keliru. Kau hanya melihat permukaannya. Nyx lebih terikat pada Hera daripada yang kau pikirkan. Dan saat dia melihat Hera perlahan hancur karena keputusannya sendiri, rasa bersalah itu akan menggerogoti jiwanya. Pada akhirnya, Nyx akan terjebak dalam permainanku, dan dia bahkan tidak akan menyadarinya sampai semuanya terlambat."

"Benarkah?" Vermouth mencibir, tatapannya dingin. "Kau begitu yakin pada prediksi itu, seolah-olah kau adalah dalang tak tertandingi. Kau lupa satu hal, ibu—Nyx mungkin punya rasa kemanusiaan, tapi dia juga punya akal sehat. Dan kau, dengan rencana kecil busukmu, adalah seseorang yang hanya tahu cara membunuh perasaan. Itu bukan kekuatan, itu kelemahan."

Seruni tersenyum lembut, matanya berkilat tajam. "Kau selalu membingungkan kelemahan dan kekuatan, Vermouth. Kau pikir belas kasihan itu kuat? Nyx akan membuktikan bahwa rasa kemanusiaan itulah yang akan menghancurkannya. Dia mungkin keras, tetapi orang-orang seperti Hera adalah celah di baju besinya. Satu tarikan benang yang tepat, dan semuanya akan terurai."

Vermouth mendekat lagi, tatapannya semakin menusuk. "Aku tidak pernah tahu kau begitu terobsesi dengan kehancuran seseorang. Apa kau sudah kehabisan bidak lain sehingga harus mengejar Nyx seperti ini? Atau mungkin, ibu, ini bukan tentang kekuasaan lagi. Mungkin kau hanya... iri."

Seruni mendengus, matanya menyala dengan kemarahan terpendam. "Iri? Pada apa?"

"Pada Nyx," jawab Vermouth dengan nada sedingin es. "Dia memiliki sesuatu yang kau tidak pernah miliki—kekuatan untuk bertahan tanpa harus memanipulasi semua orang di sekitarnya. Kau, di sisi lain, selalu bergantung pada bidak-bidakmu. Kau kuat, ibu, tapi kekuatanmu seperti menara pasir. Satu gelombang, dan itu semua akan runtuh."

Seruni menyempitkan matanya, tapi tetap tersenyum tipis. "Berbicara tentang keruntuhan, Vermouth, kau seharusnya lebih berhati-hati. Kau bisa saja jadi bidakku berikutnya jika kau terus bermain api."

Vermouth menatap ibunya dengan dingin. "Kau bisa mencoba, tapi aku bukan pion yang mudah diatur seperti Hera. Kau mungkin bisa mempermainkan orang lain, ibu, tapi aku adalah pengecualian dari semua rencana licikmu. Jadi, kau bisa merencanakan apa pun yang kau inginkan dengan Nyx, tapi jangan lupa, aku ada di antara kalian."

Seruni menatap anaknya dengan penuh perhitungan, tapi senyum di wajahnya tak pernah luntur. "Kita akan lihat, Vermouth. Kau tahu aku selalu menang. Dan kali ini pun, Nyx akan jadi milikku, apakah kau suka atau tidak."

Vermouth berbalik, berjalan menuju pintu tanpa melihat lagi pada ibunya. "Kau mungkin punya rencana, tapi ingat satu hal—Nyx bukan pion, dan dia tidak akan pernah menjadi milikmu. Kau bisa memanipulasi Hera sesuka hati, tapi Nyx... dia akan menghancurkanmu lebih cepat dari yang kau kira."

Seruni menatap punggung Vermouth yang semakin menjauh, senyum dinginnya tetap terpahat di wajahnya. Tapi, di balik ketenangan itu, ada bayangan keraguan yang mulai merayap di benaknya.

DRAMA [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang