𝗧𝗔𝗞𝗗𝗜𝗥
𝜗𝜚 Untungnya, bumi masih berputar
Untungnya, ku tak ingin menyerah
Untungnya, ku bisa rasa
Hal-hal baik yang datangnya belakangan.
ᯤ October 12, 2024.
▀▄▀▄▀▄▀▄▀▄▀▄▀▄▀▄▀▄▀▄▀▄▀▄
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
! ★ —
Di usia sebelas tahun, ( y/n ) sudah terbiasa dengan kesunyian di rumahnya, namun tidak pernah berhenti berharap akan ada perubahan.
Kedua orang tuanya, yang seharusnya menjadi sosok yang paling dekat dengannya, malah terasa semakin menjauh seiring waktu.
Mereka jarang berbicara dengannya, jarang menyentuhnya, bahkan jarang memberikan perhatian.
Sejak kecil, ( y/n ) tahu bahwa dirinya bukanlah anak biasa. Teknik kutukan yang ia miliki bukan sekadar warisan kekuatan, melainkan kutukan yang turun-temurun dari klan mereka.
Klan tersebut telah lama dikenal karena teknik kutukan yang begitu kuat, tetapi juga membawa takdir suram—siapa pun yang mewarisi teknik itu tidak akan bertahan lama.
Kekuatan itu akan memakan penggunanya, secara perlahan membunuh mereka di usia muda, seperti yang telah terjadi pada para leluhurnya.
Kedua orang tua ( y/n ) mengetahui takdir itu. Mereka tahu bahwa tidak ada yang bisa menyelamatkan putri mereka dari kutukan yang telah melenyapkan generasi demi generasi sebelum ( y/n ). Itulah sebabnya mereka menjauh.
Bukan karena mereka tidak peduli, tetapi karena mereka takut—takut terikat lebih dekat dengan anak yang pada akhirnya akan meninggalkan mereka dalam waktu yang singkat.
Setiap hari, ( y/n ) menjalani rutinitasnya sendiri. Ia berlatih sendirian dengan harapan bisa menguasainya, meskipun di balik semua itu, ia tahu bahwa teknik itu tidak bisa sepenuhnya dikendalikan.
Orang tuanya tidak pernah mendekat atau memberikan bimbingan. Bahkan ketika ia mengalami kemajuan atau kegagalan dalam latihannya, tidak ada yang datang untuk memujinya atau menghiburnya.
Ketika ( y/n ) sakit atau terluka akibat latihannya, kedua orang tuanya hanya memperhatikannya dari jauh, dengan ekspresi yang sulit ditebak—antara rasa bersalah dan ketakutan.
Mereka tidak berani mendekat, seolah takut bahwa kedekatan mereka hanya akan mempercepat kepergian ( y/n ).
Mereka tetap ada di sana, tetapi terasa jauh, seperti bayangan yang mengintai dari sudut-sudut ruangan, tidak pernah benar-benar hadir.
Setiap kali ia melihat tatapan dingin dari orang tuanya, atau merasakan jarak di antara mereka, hatinya terasa semakin hampa. Orang tuanya, di sisi lain, terperangkap dalam dilema mereka sendiri.
────୨ৎ────
Suatu hari, kedua orang tuanya mulai terkena penyakit yang sangat langka. Penyakit itu perlahan-lahan memakan sisa-sisa umur mereka, membuat mereka tak berdaya dan terbaring di ranjang sepanjang hari.