𝐈𝐗 : Harapan dan Keraguan.

29 5 0
                                    

──────⊹⊱✫⊰⊹──────

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

──────⊹⊱✫⊰⊹──────


"Seluruh barangmu sudah siap, sayang?" Marigold menatap putra semata wayangnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Di sana tersimpan rasa sedih, bahagia, dan terharu yang berpadu menjadi satu.

Remiel mengangguk, matanya melirik ke arah dua tas besar yang tergeletak di sampingnya. Sang ibu hanya tersenyum sambil mengelus pelan surai rambutnya yang berwarna pirang keemasan dengan ujung hitam, menciptakan cahaya lembut di bawah sinar matahari pagi. Mereka berbincang cukup lama, mengisi waktu sambil menunggu pengumuman keberangkatan.

"Bagaimana dengan teman-temanmu? Sudah memberi kabar kepada mereka?" tanya Marigold, suaranya penuh perhatian.

"Sudah, Mama. Yang berangkat bersamaku hari ini adalah si manusia salju setengah tanaman," jawab Remiel dengan nada santai, senyum nakal menghiasi wajahnya.

Marigold sontak tertawa mendengar jawaban putranya. "Bisa-bisanya kamu mengatakan hal itu, padahal kamu sendiri juga memiliki darah Glacians dari nenekmu!" Dia menggoda, matanya berkilau penuh kasih.

Remiel hanya terkekeh, merasakan kehangatan dalam perbincangan mereka. Meskipun ada perasaan campur aduk menjelang keberangkatannya, momen ini membuatnya merasa lebih tenang.

Marigold menyandarkan tubuhnya pada kursi kayu yang mereka duduki. "Lalu bagaimana dengan teman barumu, Tuan Evander?" suaranya memelan saat mengucapkan nama tersebut.

"Tuan... dia mungkin sedang sibuk. Sudah dua hari ini aku tidak menerima pesannya. Terakhir kali dia datang ke kios malam hari," jawab Remiel, suara terdengar sedikit meredup. Rasa kecewa dan kekhawatiran menggelayuti hatinya.

Selama dua hari ini, Evan tidak menunjukkan batang hidungnya, apalagi mengirim pesan. Terakhir kali di kios, Evan memberitahunya akan ada rapat penting di Departemen. Memang tidak setiap hari mereka mengirim pesan karena kesibukan masing-masing, tapi untuk kali ini itu sedikit aneh. Mengingat kebiasaan Evan yang setelah menghadiri rapat pasti dapat dipastikan di kamar Remiel terdapat surat menggunakan amplop coklat.

Walaupun ia ingin menjadi yang pertama kali mengirim pesan kepada Evan mengenai keberangkatannya hari ini, Remiel merasa ragu. Takut jika pesan tersebut dianggap mengganggu.

Masih terdiam dalam keheningan ketika pengumuman keberangkatan tiba-tiba menggaung dari pengeras suara, menggetarkan suasana tenang di sekitar mereka. "Perhatian kepada para penumpang, kereta untuk Pendidikan Sihir akan segera berangkat. Silakan menuju ke peron dengan nomor tiga."

Marigold menatap Remiel dengan rasa campur aduk di wajahnya. "Saatnya, sayang," katanya lembut, meskipun ada raut kesedihan di matanya.

Remiel mengangguk, berusaha menelan rasa canggung yang menggelayuti hatinya. Ia meraih tas-tasnya dan berdiri, tetapi sebelum ia beranjak, ia teringat sesuatu yang penting. "Mama, semalam aku mendapat kabar dari Profesor tentang tahun ini. Pendidikan akan lebih ketat dari sebelumnya," katanya, suaranya mulai bergetar.

Sweet Sorcery. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang