𝐗𝐕𝐈 : Pertarungan dimulai.

21 6 0
                                    

──────⊹⊱✫⊰⊹──────

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

──────⊹⊱✫⊰⊹──────

Setelah istirahat singkat, Remiel dan Soren segera melanjutkan perjalanan menuju tantangan ketiga. Rintangan kali ini mengharuskan mereka memperbaiki akses menuju hutan yang terputus.

Jalan setapak yang dulunya terawat kini tertutup oleh tanaman liar yang tumbuh tak wajar serta batu-batu besar yang menghalangi langkah mereka.

Suasananya terasa aneh dan memberi tekanan besar pada mereka. Udara di sekitar pun lebih dingin dari sebelumnya.

“Ada yang tidak beres, Soren,” gumam Remiel sambil memperhatikan tanah di hadapannya.

Soren mengangguk kecil. “Ya, sesuai dengan prediksi. Kita harus lebih berhati-hati lagi.”

Remiel dan Soren segera mempercepat langkah untuk mencari tempat membuat ramuan berikutnya, Elysian Dew. Beberapa bahan untuk ramuan itu sangat langka dan sulit didapatkan.

Namun, itu bukan masalah, sebab mereka telah membawa bahan-bahan yang dibutuhkan. Tidak ada aturan yang melarang membawa bahan ramuan lain, bukan? Bahkan, banyak murid lain yang juga membawa bahan sejak awal perlombaan ini dimulai.

Saat mereka melangkah lebih jauh, tiba-tiba terdengar suara teriakan penuh kesakitan yang memecah kesunyian hutan. Tanpa ragu, Remiel dan Soren langsung bergerak cepat menuju arah suara tersebut.

Begitu mereka tiba, pemandangan mengerikan menyambut mereka. Beberapa murid tampak tergeletak di tanah, tubuh mereka berlumuran darah. Di sisi lain, beberapa murid lain tengah bertarung sengit melawan tiga bayangan berupa asap hitam yang melayang dengan gerakan tak beraturan dan tampak mengintimidasi.

Soren segera merapalkan mantra pelindung dan menciptakan perisai energi yang cukup besar untuk menyembunyikan mereka berdua. Di balik pelindung itu, mereka mengamati situasi dengan seksama. Mata Remiel tak lepas dari bayangan-bayangan hitam yang bergerak lincah, sementara Soren memerhatikan keadaan murid-murid yang terluka, memastikan mereka masih dalam keadaan hidup.

“Makhluk kutukan?” Remiel berbisik, matanya menyipit, mencoba memahami bentuk dan gerakan asap-asap tersebut.

Soren menggeleng pelan. “Tidak yakin. Energi mereka tidak beraturan.”

Keduanya menyaksikan seorang murid mencoba menyerang salah satu bayangan dengan sihirnya, tetapi sihir itu hanya menembus asap hitam tanpa memberikan dampak apa pun. Bayangan itu malah membalas dengan serangan yang nyaris mengenai murid tersebut, memaksanya mundur.

Di kala mereka masih bersembunyi, tiba-tiba serangan energi kuat menghantam perisai Soren. Pelindungnya langsung retak dan pecah, menghempaskan mereka ke arah yang berbeda.

Remiel terlempar beberapa meter ke belakang, tubuhnya berguling di tanah. Rasa sakit menghantam seluruh tubuhnya, tetapi pandangannya segera tertuju pada Soren yang tak jauh darinya. Soren batuk hebat, darah segar mengalir dari sudut bibirnya, tanda luka dalam yang serius.

"Soren!" Remiel mencoba mendekat, namun baru beberapa langkah, sebuah serangan lain melesat ke arahnya. Ia refleks menghindar, tubuhnya bergerak cepat menyamping, nyaris terkena ledakan energi hitam itu.

Saat Remiel berdiri kembali, tiga sosok mulai tampak jelas di depannya. Asap-asap hitam itu bertransformasi menjadi bentuk manusia. Di tengah berdiri seorang perempuan dengan rambut hitam legam yang mengkilap, matanya berkilau di kegelapan. Di sebelahnya ada dua pria, satu dengan tubuh kekar dan rambut coklat pendek, sementara yang lain berambut hitam, panjang hingga sebahu.

"Rupanya ada murid yang cukup berani di sini," ucapnya dengan nada rendah namun penuh keangkuhan.

Remiel mencoba tetap tenang, meskipun ia waspada penuh. "Siapa kalian? Apa alasan kalian menyerang kami tanpa alasan?"

Pria bertubuh kekar dengan rambut coklat pendek tersenyum mengejek. “Menyerang? Kami hanya bersenang-senang dengan beberapa kekacauan saja.”

Pria berambut hitam sebahu itu tertawa pelan, menyeringai sambil maju selangkah. "Kau ingin bergabung dan mencoba?"

Remiel mengepalkan tangannya, menahan amarah yang perlahan menguasai dirinya. Sekilas, matanya menangkap salah seorang dari ketiga penyihir gelap itu melirik Soren, dengan segera ia berlari, berdiri tepat di hadapan Soren.

“Jangan pernah berani menyentuh temanku,” suara Remiel rendah namun sarat ancaman.

“Sangat menarik… Mari kita lihat, sampai sejauh mana kau mampu mempertahankannya,” ujar perempuan itu.

Remiel menegakkan posisi, memusatkan energinya sambil mengawasi ketiga sosok di depannya. Ia merasa adrenalin mengalir deras dalam darahnya, membangkitkan keberanian yang tersisa di dalam dirinya.

“Jika kalian ingin bertarung, maka aku akan melawannya!” teriaknya, suaranya penuh tekad.

Perempuan berambut hitam legam itu tersenyum sinis, “Sangat berani. Mari kita lihat seberapa kuat kau sebenarnya.”

Dengan gerakan cepat, perempuan itu meluncurkan serangan energi berbentuk gelombang hitam ke arah Remiel. Remiel dengan sigap melompat ke samping, menghindari serangan itu yang menghantam tanah dan menciptakan ledakan debu.

Namun, saat ia mendarat, pria bertubuh kekar itu sudah berdiri di depannya, memblokir jalannya. Dengan satu ayunan tangan, ia melepaskan serangan energi berputar yang langsung menuju ke arah Remiel.

Remiel mengerahkan sihir pelindung, menciptakan perisai energi di depannya. Serangan itu menghantam perisainya, menyebabkan gelombang kejut yang membuatnya terhuyung. Rasa sakit menjalar di tangannya, tetapi ia tetap berusaha menjaga keseimbangan.

“Makhluk hina!” Soren berteriak, berusaha bangkit meski darah masih mengalir dari lukanya.

•••

TBC.

(N). Aku minta maaf baru bisa update. Tugasku lagi banyak bangett. Did anyone still waiting for Remiel and Evander?

Sweet Sorcery. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang