𝐕𝐈 : Secangkir Teh dan Sebuah Ungkapan.

29 9 0
                                    

──────⊹⊱✫⊰⊹──────

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

──────⊹⊱✫⊰⊹──────

Beberapa hari telah berlalu dengan cepat, suasana kios kembali hidup dengan segarnya aroma daun dan bunga yang bermekaran. Remiel tengah sibuk memilih bahan-bahan segar di kios milik keluarganya, merasakan hangatnya sinar matahari yang menyusup di antara dedaunan. Kios itu dipenuhi berbagai tanaman berwarna cerah, menciptakan suasana yang nyaman dan akrab.

Ketika ia asyik menyusun beberapa barang, suara langkah kaki menghampiri. Remiel mendongak dan terkejut melihat Evan berdiri di depan meja kios, penampilannya yang karismatik seolah memancarkan cahaya tersendiri.

"Remiel!" panggil Evan dengan senyuman yang menawan.

Remiel tersenyum ramah, "Apa yang membawamu kemari, Tuan?" tanyanya.

Evan melangkah lebih dekat, dan Remiel merasakan ketegangan di udara. "Aku ingin mengajakmu minum teh. Ada tempat yang sempurna untuk itu," katanya ceria.

"Minum teh? Saat ini?" Remiel bertanya, sedikit bingung.

Sebelum ia bisa bertanya lebih lanjut, Evan menatap kearah Marigold, yang sedang mengatur susunan buku khusus pengobatan. "Permisi, Bu. Apakah saya boleh membawa Remiel sejenak? Kami hanya akan pergi minum teh."

Marigold mendongak dengan ekspresi terkejut. "Evander Halewood? Penyihir ternama? Mengajak anakku keluar untuk minum teh?" Ia mengerutkan kening, jelas tidak percaya dengan situasi yang tiba-tiba ini, menatap Remiel dan Evan secara bergantian.

Remiel merasa jantungnya berdegup semakin cepat. Ia tahu ibunya sudah mengetahui semua tentang Evan, tetapi tak menyangka anaknya ini bisa dekat dengan orang seperti Evan. "Ma, ini... hanya minum teh, kok. Tidak ada yang aneh," ujarnya, berusaha meyakinkan.

"Iya, Bu. Kami hanya akan ke tempat yang tenang," tambah Evan, membalas tatapan penuh rasa ingin tahu dari Marigold.

Setelah beberapa detik yang terasa lama, Marigold mengangguk. "Baiklah, tetapi kembalilah sebelum gelap, ya. Dan hati-hati."

Evan tersenyum lebar, dan Remiel merasakan semangat yang tumbuh di antara mereka. Begitu mereka melangkah keluar dari kios, beban yang ada di bahunya terasa terangkat. "Jadi, ke mana kita pergi Tuan?" tanyanya pada Evan.

"Ke tempat rahasia," jawab Evan, menggoda dengan senyum misterius.

Setelah berjalan melewati pepohonan yang rimbun, mereka akhirnya tiba di sebuah kebun kecil yang dikelilingi oleh semak-semak berbunga. Di tengah kebun, terdapat meja kayu sederhana dengan dua kursi, dikelilingi oleh aroma teh yang mengikuti arah angin.

Evan mengeluarkan sihir miliknya, menyiapkan teh dengan gerakan lincah. "Aku sudah menyiapkan ini untuk kita. Teh herbal terbaik, dari kebun Halewood," jelasnya sambil menuangkan teh ke dalam dua cangkir.

Remiel duduk di kursi yang disediakan, merasa nyaman dan tenang. "Terima kasih, Tuan. Ini sangat indah," ujarnya sambil melihat sekeliling kebun yang dikelilingi warna-warni bunga.

"Jangan panggil aku Tuan," kata Evan, tersenyum lebar. "Panggil aku Evan saja."

Remiel menatap Evan dengan ragu. "Tapi..."

"Tidak perlu merasa canggung. Kita sudah saling mengenal. Panggil saja aku Evan," tegasnya, memberi kesan bahwa ia ingin menjalin kedekatan yang lebih.

"Baiklah... Evan," Remiel mengucapkan namanya dengan hati-hati, merasakan kehangatan yang datang dari pengucapan itu.

Mereka mulai berbincang, tertawa, dan merasakan kedekatan yang semakin dalam, seperti dua bintang yang terhubung oleh benang halus di langit malam. Di antara sruputan teh dan canda tawa, Remiel merasa jiwanya menghangat, tidak hanya karena teh yang disajikan, tetapi juga karena kehadiran Evan yang memiliki kepribadian diluar dugaannya.

"Remiel," panggil Evan, suara hangatnya terdengar dekat di telinga Remiel. Saat mata mereka bertemu, senyum lebar langsung menghiasi wajahnya. "Ada sesuatu yang ingin kutawarkan."

Remiel menatapnya dengan rasa ingin tahu, meletakkan gelas teh yang ia pegang. "Tawaran?"

"Begini," Evan mulai, dengan nada serius namun penuh harapan. "Aku ingin mengajukan kerjasama. Bagaimana jika kau mengantarkan beberapa botol ramuan untuk Manor Halewood setiap minggunya? Selain itu, aku ingin menawarkan pekerjaan untuk ayahmu sebagai Althéa terbaik di kota ini."

Remiel terdiam, terkejut mendengar tawaran tersebut. "Pekerjaan untuk ayahku? Apa maksudmu?"

"Ayahku butuh perawat pribadi untuk memeriksa kesehatannya. Sejak terkena sihir di masa perang, ia masih merasakan sakit di bagian lukanya. Daripada orangtuaku harus selalu pergi ke luar kota, lebih baik mereka mengambil Althéa terbaik seperti ayahmu, kan?"

Remiel terdiam sejenak, memikirkan tawaran itu. "Aku akan bicarakan ini dengan orangtuaku," jawabnya, berharap untuk bisa membantu keluarganya. "Tapi jika aku tidak bisa mengantar botol ramuan, mungkin Mamaku yang bisa."

"Baiklah, itu juga bisa," Evan menjawab sambil mengangguk, merasa lega dengan respon positifnya.

Setelah beberapa saat terdiam, Evan merasa ada sesuatu yang ingin ia katakan. "Oh, kau tidak terlihat seperti sedang dalam masa pendidikan, Remiel?" tanyanya, mencoba mengalihkan perhatian.

"Aku sedang dalam masa liburan. Pendidikan dimulai lagi minggu depan," Remiel menjelaskan, matanya bersinar dengan semangat.

Namun, sebelum Remiel bisa melanjutkan, Evan tiba-tiba mengubah nada bicaranya. "Sebenarnya, ada hal lain yang ingin kukatakan."

Remiel menatapnya penuh perhatian. "Apa itu?"

Evan menatap dalam-dalam ke mata Remiel, suaranya lembut namun tegas. "Aku tertarik untuk mengenalmu lebih jauh."

Remiel sedikit terkejut, jantungnya berdebar. "Ah.. itu, kalau mau mengenal lebih jauh, sangat tidak masalah. Kita bisa jadi teman baik," jawabnya, mencoba menyembunyikan rasa gugupnya.

Namun, Evan tak membiarkan kesempatan itu berlalu. "Teman hidup juga lebih baik," ucapnya sambil tersenyum nakal.

Remiel terkekeh, tidak bisa menahan tawanya. "Itu pasti hanya candaan, kan?"

Evan ikut tertawa, menyadari betapa menyenangkannya momen ini. Dia menikmati pemandangan senyuman manis Remiel yang seolah memancarkan cahaya.

Setelah berjam-jam berbincang, Evan menyadari waktu telah berlalu begitu cepat. "Sepertinya sudah cukup lama kita di sini," katanya, dengan nada ringan. "Aku akan mengantarmu pulang."

"Terima kasih, Evan. Senang bisa berbincang denganmu," ucap Remiel, matahari senja memantulkan kehangatan dalam tatapannya.

"Begitu juga aku," jawab Evan, melangkah bersamaan dengan Remiel untuk meninggalkan tempat mereka berbincang hari ini.

•••

TBC.

Sweet Sorcery. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang