Part 6 ✨

35 29 11
                                    

Asya turun dari mobil dengan terburu-buru. Ia melihat begitu banyak motor-motor besar disini. Namun fokusnya adalah menuju markas Dewa yang berada tidak jauh dari tempat ia berdiri.

"Non biar Bik Ira sama Pak Ameng temenin kesana ya."

Asya tidak membantah sedikit pun. Ini mengikuti langkah Pak Ameng dengan perlahan. Sedangkan tangan kanannya digandeng Bik Ira untuk mengarah ke jalan yang bersih karena ini terlalu gelap.

Saat sampai didepan markas ia mendengar suara perempuan yang sedang berbicara. Asya mengernyitkan dahinya. Ia seperti mengenal suara ini.

"Loh Ersa, Putri, Aya! Kalian kok disini? Dimana Kak Dewa dan yang lainnya?"

"Hmm anu hehe. Aduh, Asya sini dulu deh. Kamu pasti capek kan? duduk disini dulu yaa." Ersa menggiring tubuh kecil Asya ke sofa yang sudah mereka bersihkan tadi.

"Oke. Sekarang jawab Asya kenapa kalian disini dan dimana Kak Dewa."

"Asya, jangan marah ya. Maaf kami emang udah disini dari sore tadi. Karena kak Kevin bilang mereka mau ada balap malam ini." Aya bersimpuh dilantai sembari memegang tangan Asya yang sedikit dingin.

"Huft. Lalu kak Dewa?."

"Kak Dewa udah di arena balap. Dia bakal turun duluan malam ini. Karena lawannya nantang banget dari kemarin," balas Ersa kembali.

"Siapa?."

"Andre dari SMK Angkasa."

"Dia lagi," ucap Asya pelan

"Udah jangan diingat lagi," ucap Aya saat tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Asya.

"Iya. Kita doakan nggak ada hal yang aneh-aneh terjadi."

"Asya mau ke arena."

"NGGAK!" ucap Ersa, Putri dan Aya secara serempak.

"Kenapa?."

"Kamu lagi sakit kan? Nanti tambah sakit loh Sya, ntar Kak Dewa ngamuk sama kami. Apalagi pakaian kamu loh," ucap Putri.

"NGGAK MAU TAHU! Kalian mau temenin Asya atau Asya kesana sendiri."

"Huft. Oke FINE! Kita kesana," ucap Ersa yang mulai sedikit kesal. Namun Aya dengan segera mengelus pundak gadis itu, agar lebih tenang menghadapi Asya.

Ersa memang tipikal orang yang punya kesabaran sangat tipis apalagi harus menghadapi Asya yang super keras kepala, gegabah dan manja. Tapi masih ada Ayana dan Putri yang terkadang menjadi benteng atas kesabaran Ersa. Seperti halnya saat ini, Aya masih mencoba membuat Ersa merasa lebih baik.

"Ya udah. Kalo kamu tetap kesana, tapi jangan banyak tingkahnya yaa." Putri memastikan Asya agar tidak berbuat hal yang gegabah disana. Apalagi sampai membuat Dewa tidak fokus.

"Kamu ganti pakai celana panjang dulu Sya," ucap Aya dengan lembut. Asya pun menurut saja agar bisa lebih cepat.

Asya mengganti celananya dengan celana milik Ayana. Ukuran tubuh mereka hampir sama jadi tidak masalah jika harus menggunakan pakaian milik Ayana. Setelah siap Asya dan yang lainnya pun bergegas menuju arena balap.

"Bik Ira pulang aja, nanti aku pulang sama yang lain."

"Iya Bik. Bik Ira sama Pak Ameng pulang duluan aja. Asya aman kok sama kami," lanjut Putri.

"Ya sudah hati-hati ya non." Saat hendak pergi, Buk Ira sedikit berbisik kepada Ayana tanpa sepengetahuan Asya yang sibuk melirik sana sini.

"Non Aya, ini roti sama minum. Tadi Non Asya ngga mau makan." Seakan paham Aya hanya mengangguk kepalanya dengan jari yang membentuk OKE.

"Hati-hati dijalan ya Bik," ucap Ersa.

Setelah itu mereka menuju arena balap yang tidak jauh dari markas, hanya perlu beberapa menit untuk bisa sampai.

"Loh Sya. Kenapa kesini?" ucap Kevin yang bingung, pasalnya Dewa mengatakan Asya tidak tahu bahwa laki-laki itu akan ikut balap.

"Ada," jawab gadis itu seadanya.

Asya sudah berada dipinggir jalan tempat dimana Dewa akan tanding. Asya bersama temannya yang lain memandang Dewa dari kejauhan, yang mana sebentar lagi laki-laki itu akan memulai membawa motornya.

"Kamu makan dulu Sya," ucap Aya sembari memberi sepotong roti kepada Asya.

" Nggak mau!"

"Sya, jangan gtu dong. Atau kita kembali ke markas aja? Kamu tadi sakit kan! Cepet makan rotinya." Mendengar perkataan Asya, akhirnya ia menelan dengan terpaksa roti itu.

*Arena Balap

Dewa sudah berada diatas motor kesayangannya. Sejak pandangannya hanya kedepan saja dan penuh kekosongan. Hingga suara laki-laki yang berada disebelah membuat ia sedikit terkejut.

"Jadi itu gadis yang Lo pertahankan selama ini? Cantik juga!"

"Ckk. Diam Lo! Jangan pernah lo ganggu dia, sedikit aja Lo ngusik hidup dia. Gue nggak ada diam Dre!"

"Haha. Lemah! Ngapain serius amat hidup Lo ngurusin cewek sih Dewa. Nggak guna!"

"Gue bilang diam Dre. DIAM!" Dewa semakin dibuat kacau oleh Andre yang menjadi lawan sekaligus musuhnya ini.

Dewa paling tidak suka jika orang lain mengusik hidupnya apalagi sampai mengganggu Asya. Namun ia dibuat heran mengapa Asya bisa sampai disini. Siapa yang mengatakan dan membawa gadis itu kesini.

"Oke sudah siap?" ucap seorang gadis seksi yang membawa bendera diantar Dewa dan Andre.

"Kita mulai dengan hitungan mundur 3, 2, 1, mulai!" Dewa menatap gas motornya dengan kekuatan penuh, ia tidak akan peduli sejauh mana Andre akan tertinggal.

Namun saat sampai didepan rombongan Asya, ia melihat gadis itu dengan wajah tidak enak bahkan mata Asya sama sekali tidak melihat Dewa.

Saat tahu Dewa sedang lengah, ia dengan sengaja menyalip motor Dewa dan menyenggol badan motor Dewa. Hal itu membuat Dewa kehilangan keseimbangannya hingga ia harus menabrak pembatas jalan.

Brakkkk

Semua orang yang berada di sana berhamburan melihat Dewa. Motor laki-laki itu harus terpental beberapa jarak sedangkan Dewa masih terguling disekitar jalan.

Andre begitu senang melihat Dewa yang sudah terjatuh dan hal ini menjadi kesempatan untuknya bisa menang dan mendapatkan hadiah 50jt.

"Dewa Lo nggak apa-apa?," ucap Kevin yang membantu mengangkat tubuh Dewa untuk bersandar pada pohon. Sedangkan temannya yang lain sedang mengurus motor miliknya.

"Nggak apa-apa. Andre brengs*kkk!"

"Dia apain Lo?"

"Dia tahu Asya ada disini dan sejak dihari start udah buat gue kacau. Dan dia ambil kesempatan saat gue lagi lihat Asya."

"Huft. Ya udahlah, yang penting Lo nggak terluka parah. Tuh si Asya lagi nangis kejer lihat Lo jatoh. Sengaja nggak gue bawa kesini, makin heboh."

"Hmm. Bantu gue ke markas. Kaki gue kayaknya terkilir, sakit banget anj*ng."

Kevin pun membantu memapah Dewa hingga markas mereka. Saat sampai dipintu sudah terdengar begitu nyaring suara tangisan Asya.

"Bawa ke kamar gue," ucap Dewa dengan pelan kepada Ersa. Ia meminta untuk mengantarkan Asya ke kamarnya yang ada di markas.

Setelah itu mereka hanya berdua di kamar yang tidak terlalu besar itu. Dewa mencoba menyandarkan tubuhnya pada tepian ranjang dan mengangkat dengan pelan kakinya yang terluka.

"Ini kaki aku nggak ada yang mau obatin ya? Punya pacar tapi takut darah, gimana dong," ucap Dewa sendiri seperti orang gila. Sebenarnya ia hanya menyinggung Asya dan menyadarkan gadis itu yang masih menangis sembari menutup wajahnya.

Mendengar hal itu, Asya pun dengan perlahan membuka matanya dan melihat sekelilingnya. Bahwa ia sudah ada di kamar Dewa. Asya perlahan mendekati Dewa lalu memeluk erat tubuh laki-laki itu.

.
.
.
.
Yukk bantu support ✨

You and My TulipsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang