Part 8 ✨

30 25 5
                                    

Dewa menuruni tangga markas dengan perlahan, luka di kaki nya cukup membuat Dewa kesulitan untuk melangkah dengan cepat.

"Kak." Langkah Dewa terhenti saat Ayana memanggilnya. Dewa hanya diam menunggu kelanjutan dari gadis itu.

"Tubuh Asya panas, tadi sudah di kompres sama Ersa," ucap Ayana dengan pelan. Gadis itu sebenarnya takut menghadapi Dewa saat ini. Ia juga tahu bahwa sudah terjadi perang dingin diantara laki-laki itu tadi.

Ayana mengikuti langkah Dewa menuju kamar. Ia membawa air hangat dan nasi putih untuk Asya. Walaupun tadi sudah malam roti, namun perut Asya masih perlu asupan nasi. Sebab roti yang dimakan Asya pun tidak habis separuh.

Ayana menaruh piring yang berisi nasi dan segelas air hangat di nakas tepat di samping Asya.

"Ersa, Putri, ayo keluar." Keduanya paham maksud dari Ayana. Mereka akan memberikan ruang untuk Asya dan Dewa saat ini.

"Hmm."

"Kalian langsung istirahat, ini sudah larut."

"Iya kak."

Ketiganya bergegas meninggalkan kamar itu dan tak lupa menutup pintu, agar tidak ada gangguan.

Sedangkan Dewa menuju ke sisi kanan ranjang tepat didekat nakas. Ia mengambil piring yang berisi nasi lalu mencoba menyuapkan pada Asya.

"Asya ngga mau makan," ucap gadis itu dengan pelan.

"Makan atau pulang!" Dewa sengaja memberi pilihan untuk Asya agar gadis itu bisa menurut untuk makan.

"Aaa." Asya membuka mulutnya dengan lebar, lalu dengan perlahan Dewa memasukkan sendok berisi nasi kedalam mulutnya.

"Kenapa susah sekali jika disuruh makan?"

"Nggak enak."

"Jadi mau nya apa?."

"Seblak."

"Jangan harap aku beliin."

"Dasar pelit." Dewa hanya tersenyum menanggapi celotehan Asya.

"Kenapa bangun?," ucap Dewa pelan dan masih menyuapi nasi ke mulut Asya.

Asya terdiam, ia kembali mengingat kenapa bisa terbangun beberapa saat yang lalu. Keringat mulai membasahi keningnya, ia merasa takut saat ini. Asya menggenggam erat tangan Dewa yang berada disampingnya.

"Kenapa?," ucap Dewa kembali

"Aasya habis mimpi buruk tadi, makanya kebangun."  Mendengar pernyataan Asya, Dewa manaruh piring yang ia pegang dan berganti dengan gelas berisi air.

Ia memberikan air kepada Asya untuk menenangkan gadis itu. Dewa memposisikan dirinya di ranjang tepat disebelah Asya dan membawa tubuh Asya menyender kepadanya.

"Asya mau telepon ayah kak." Asya mengucap hal itu dengan pelan dan penuh rasa ketakutan.

"Sebentar." Dewa mengambil hp miliknya dan mencari nomor hp ayah Asya.

Drrrtt drrrtt

"Yah nggak diangkat," ucap Asya sendu.

"Mungkin ayah udah tidur."

"Jam segini biasanya kalo di rumah, ayah masih sibuk kerja. Asya biasa masuk ruang kerja ayah."

"Besok dicoba lagi. Sekarang tidur ya, nanti kepalanya sakit."

"Hmm. Kak Dewa jangan tinggalin Asya ya."

"Hmm," ucap Dewa sembari menganggukkan kepalanya, lalu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya dan Asya.

*Pagi hari

Suasana pagi ini terlihat begitu tegang, seluruh anggota sudah berada di markas. Tidak ada satupun anggota yang pergi ke sekolah hari ini.

Asya yang baru saja keluar kamar terlihat begitu bingung, karena teman-temannya tidak ada mengenakan seragam sekolah. Selain itu semua hanya diam dan menunduk. Sebenarnya apa yang terjadi, banyak sekali pertanyaan yang muncul dibenak Asya.

"Ersa, Putri, Aya, kok nggak pakai seragam sekolah. Kan bukan hari libur." Tidak ada jawaban dari ketiga gadis itu, mereka hanya terdiam dan masih menunduk.

Tak lama Dewa pun keluar dari kamar dengan pakaian yang sama seperti yang lainnya. Bukan seragam sekolah melainkan seragam hitam, seperti saat mereka akan balap.

"Kak Dewa juga nggak sekolah?."

"Kita pulang ya," ucap Dewa pelan sembari mengelus surai milik Asya.

"Loh, kenapa? Ini udah jam 7 kak, kita harus ke sekolah."

"Pulang dulu. Oke!" Asya sama sekali tidak tahu apa maksud Dewa. Bukan ke sekolah, Dewa malah menyuruhnya untuk pulang ke rumah.

"Siapkan mobil Vin." Kevin segera keluar dan menyiapkan mobil untuk Dewa dan Asya.

"Nanti iring-iringan aja, dan tetap menjaga ketertiban dijalan. Vin, Lo bawa mobil. Rangga dan Divo kalian pantau ke tempat itu dan Gavin bantu arahin anak-anak lainnya dijalan."

"Kak sebenarnya kenapa?."

"Nanti apapun yang terjadi, Kak akan tetap disamping kamu. Jangan lepas genggaman ini," ucap Dewa sembari lebih mengeratkan genggamannya.

"Ayo ke mobil."

Selama dalam perjalanan, tidak ada obrolan yang terjadi. Biasanya Kevin adalah orang yang paling heboh namun kali ini, laki-laki hanya diam dan fokus mengendarai mobil.

Sedangkan Dewa masih fokus memandangi jalan yang mereka tempuh, sesekali ia juga melihat hp miliknya.

Drrrt drrrtt

Bunda is calling...

Asya melihat dengan jelas nama yang muncul pada hp Dewa. Apa itu adalah bunda?.

"Sudah dijalan Bun. Sebentar lagi sampai"

"Iya. Masih belum, nanti saja."

"Iya bund.

Setelah itu Dewa memutuskan telponnya.

"Itu bunda? Kok bunda ngga telpon aku, malah telpon Kak Dewa."

"Iya bunda. Hp kamu mati." Asya segera mengecek hp nya, ternyata benar hp nya mati.

"Bunda bilang apa?."

"Bunda baru sampai di rumah."

"Alhamdulillah bunda akhirnya pulang." Asya begitu senang saat tahu bahwa bundanya sudah pulang, Dewa yang melihat itu juga ikut senang.

Tak lama mobil yang dikendarai Kevin pun sampai didepan rumah Asya, begitupun teman-temannya yang lain. Namun yang membuat Asya semakin bingung, mengapa rumahnya begitu ramai dan banyak rekan kantor ayahnya juga.

Asya semakin dibuat tidak tenang saat ini. Dewa yang paham akan hal itu, mencoba mengusap tangan Asya yang berada digenggamannya.

"Sebelum turun lihat aku dulu." Asya memandang wajah tampan milik Dewa. Ia begitu terpesona dengan ciptaan Tuhan didepannya ini.

Dewa memegang kepala Asya dengan lembut, ia memandang mata indah milik Asya dan wajah cantiknya gadis itu. Mata Dewa memerah, ia tidak sanggup menghadapi Asya setelah ini.

"Apapun yang terjadi dan yang kamu lihat nanti. Kamu harus kuat, aku yakin kamu bisa."

"Kak," ucap Asya pelan

"Aku akan selalu ada untuk kamu sampai kapanpun. Tolong jadi gadis yang kuat untukku hari ini dan seterusnya ya." Dewa membawa Asya ke pelukannya dan runtuh sudah pertahanan Dewa.

Setetes air mata membasahi wajahnya saat ini, ia memeluk erat tubuh Asya. Ia mencoba meredam rasa sakit yang saat ini menerpa.

"Ayo turun."

Dewa dan Asya pun turun dari mobil dan perlahan menuju pintu rumahnya yang sudah dipenuhi oleh orang-orang.

.
.
.
.

Support terus yaaa, jangan lupa vote + komennya ✨

You and My TulipsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang