Chapter 6

154 37 0
                                    


Ansel mendengus frustrasi, menendang kerikil kecil di dekat sepatunya dengan kesal. Ini adalah pertama kalinya ia dikalahkan dalam pertandingan balap, dan perasaan itu sangat mengganggu egonya. Sementara itu, Matteo terkekeh geli melihat wajah kesal Ansel.

"Sial, kalau gue tau lo sejago itu, gue enggak akan nantangin lo," ujar Ansel sambil merengut, tatapan matanya penuh rasa jengkel. Mereka baru saja menyelesaikan balapan satu lawan satu di arena yang sepi-sebuah pertandingan yang Ansel kira akan dimenangkannya dengan mudah. Namun, kenyataan berbicara lain. Matteo berhasil mengunggulinya di garis finish.

Matteo, yang tampak puas dengan kemenangan tak terduganya, hanya tertawa kecil melihat ekspresi Ansel yang semakin kesal. "Jadi, gue dapet apa nih sebagai pemenang?" tanyanya dengan nada bercanda.

Ansel terdiam mendengar itu. "Lo mau apa?" tanyanya tiba-tiba, mereka sekarang berdiri di garis finish, di arena yang sepi dan hanya dihadiri oleh mereka berdua.

Matteo hanya mengangkat bahu, menatap langit malam yang dipenuhi bintang-bintang gemerlapan. "Apapun yang lo kasih, gue terima," jawabnya santai, nada bicaranya benar-benar ringan, seakan kemenangan ini bukanlah sesuatu yang besar baginya.

"Apapun..." gumam Ansel pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri. Ia memandang Matteo yang masih sibuk mengamati hamparan bintang di atas sana, tanpa sadar sebuah senyum kecil terbit di bibirnya.

Dengan gerakan pelan namun pasti, Ansel turun dari motornya dan mulai berjalan mendekati Matteo yang masih berdiri di sana, tampak tak acuh. Matteo, yang menyadari kehadiran Ansel semakin dekat, mengerutkan alis bingung saat Ansel kini berdiri tepat di samping motornya, hanya beberapa sentimeter darinya.

Namun sebelum Matteo sempat mengatakan apapun, Ansel tiba-tiba meraih kerah jaket kulit Matteo dengan cepat, menariknya mendekat tanpa peringatan. Matteo terkejut, matanya terbelalak. Dan dalam sekejap, tanpa sempat menyadari sepenuhnya apa yang terjadi, bibir Ansel dengan lembut menyentuh bibirnya.

Ciuman itu begitu cepat, hanya berlangsung selama beberapa detik-tetapi cukup untuk membuat seluruh dunia di sekitar mereka terasa hening. Matteo hanya bisa terpaku, merasakan sentuhan singkat namun intens itu, sementara hembusan angin malam yang dingin dan suara napas mereka menjadi satu-satunya hal yang terdengar di sekitar mereka. Ansel menarik diri dengan cepat, tampak gugup dan bingung atas tindakannya sendiri.

"Gue... s-sorry," ucap Ansel terbata-bata, wajahnya memerah dalam gelap, sementara ia mencoba memalingkan pandangan dan berbalik untuk pergi, merasa sangat malu dan tak tahu harus bagaimana. Namun, sebelum ia bisa mengambil langkah lebih jauh, Matteo dengan cepat meraih pinggangnya, menahan tubuhnya agar tidak pergi.

Matteo menarik Ansel kembali ke arahnya, menyatukan bibir mereka lagi dalam ciuman yang lebih lama dan lebih dalam. Ansel terkejut setengah mati, jantungnya berdegup kencang dan pikirannya berputar-putar tak karuan, tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi. Tangan Matteo yang kuat menahan tubuhnya erat, mencegahnya untuk menarik diri.

Di sela-sela ciuman yang penuh emosi itu, Matteo berbisik pelan di telinga Ansel, suaranya rendah dan sedikit serak, "Jangan main-main sama hati gue."

Kalimat itu menghantam Ansel dengan keras, membuat perasaan dan pikirannya semakin berkecamuk. Jantungnya berdegup semakin cepat, hampir terasa seperti akan meledak. Ia tidak pernah menyangka bahwa Matteo akan merespon seperti ini. Tidak pernah ia bayangkan bahwa Matteo mungkin merasakan sesuatu yang sama dengannya.

"Matteo bangsat, gue malah jatuh cinta!" seru Ansel dalam hati, mencoba menenangkan diri meskipun perasaannya semakin membuncah. Ciuman mereka terasa seperti angin puyuh yang membawa perasaan-perasaan tersembunyi ke permukaan.

From Eyes to Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang