Chapter 12

127 34 0
                                    

Saat Hema berdiri di samping Jevran, ia bisa merasakan ketegangan di udara. Bukan hanya dari dirinya, tetapi dari semua orang di sana. Dan ketika Rahendra, kepala keluarga Atmadja, membuka suara, semua orang yang ada di ruangan langsung memperhatikan. Suaranya terdengar berat, penuh otoritas, seperti biasa. "Kalian akan pergi dengan Cassie dan Aland. Bawa mereka juga ikut serta," perintahnya, nada suaranya seperti mutlak, tidak memberi ruang untuk penolakan.

Damian, yang sedari tadi terlihat sudah bersiap untuk protes, membuka mulutnya, hendak mengatakan sesuatu. Namun, niatnya itu segera terhenti ketika ia melihat gelengan pelan dari ibunya yang berdiri di samping Rahendra. Tatapan tegas ibunya memintanya untuk menahan diri. Dengan susah payah, Damian menelan kekesalan yang sudah mendidih di dalam dirinya. Rahangnya mengeras, dan tangan yang berada di samping tubuhnya mengepal kuat. Ia memang tidak bisa menentang langsung perintah Rahendra, tetapi jelas ia tidak suka dengan ide membawa serta Cassie dan Aland, apalagi mengingat betapa ribetnya situasi mereka belakangan ini.

***

Kekesalan Damian dan Matteo semakin bertambah ketika mengetahui bahwa Aland, kakak Cassie, tidak hanya datang sendiri, tetapi juga membawa dua sahabatnya, Arga dan Axel. Kedua nama itu sudah sangat akrab bagi Damian dan Matteo. Mereka bukan hanya teman Aland, tetapi juga rival sejati Damian dan Matteo, khususnya dalam urusan gengsi dan persaingan. Keempat pria itu sudah lama memiliki sejarah panjang saling sikut, terutama dalam lingkungan sosial mereka.

Di antara mereka, Axel adalah yang paling membuat darah Damian mendidih. Saat mereka semua bersiap untuk berangkat, mata Damian menangkap Axel yang dengan terang-terangan memandang Juan dengan tatapan yang tidak bisa disalahartikan. Ada kekaguman yang terpancar di mata Axel, sesuatu yang sangat mengganggu Damian. "Mata lo bangsat," umpat Damian pelan namun penuh emosi, matanya menatap tajam ke arah Axel. Tatapan itu jelas mengirimkan pesan peringatan, meskipun Axel tampaknya tidak peduli.

Juan, yang berdiri di sebelah Damian, tidak menyadari pertukaran tatapan tajam tersebut. Namun, Ansel yang berada di samping Matteo, tersentak kaget ketika tiba-tiba merasa Matteo menarik pinggangnya dengan erat, seolah melindunginya dari situasi yang mengganggu. Ansel hanya bisa mengerutkan kening, bingung dengan perubahan sikap suaminya yang tiba-tiba, tetapi ia tetap mengikuti langkah Matteo yang menggiringnya menuju mobil tanpa mengeluh.

Perjalanan mereka akan menggunakan empat mobil terpisah, sesuai rencana yang sudah diatur sebelumnya. Hema, yang berjalan bersama Jevran, baru saja hendak membuka pintu mobil yang akan mereka gunakan ketika seseorang dengan cepat mendahuluinya. Hema tertegun sejenak melihat Cassie yang berdiri di sana, sudah memegang gagang pintu.

Cassie tampak terkejut dengan tindakannya sendiri. Ia langsung tersadar, dan dengan raut wajah yang tampak menyesal, dia berbicara dengan nada terbata. "S-sorry... gua lupa," ucapnya pelan, ada sedikit kesedihan yang tersirat di matanya. Ia tampak berusaha untuk menarik tangannya kembali, menyadari bahwa ia telah mendahului Hema tanpa berpikir.

Namun, Hema, yang berusaha untuk menjaga hubungan baik, dengan cepat menggelengkan kepala. Tanpa sedikit pun tanda kekesalan, ia tersenyum lembut. "Enggak apa-apa, kok. Kalo lo mau duduk di depan, gue bisa duduk di belakang," ujarnya, suaranya lembut dan penuh pengertian. Senyumnya begitu tulus, menenangkan suasana canggung yang sempat terjadi di antara mereka.

Tanpa menunggu jawaban lebih lanjut dari Cassie, Hema langsung membuka pintu mobil bagian belakang dan masuk ke dalam. Cassie kemudian dengan cepat duduk di kursi depan, tepat di samping Jevran yang sudah siap di belakang kemudi. Suasana di dalam mobil tampak tenang, namun ada ketegangan tipis yang Hema rasakan, meskipun ia tidak bisa menjelaskan mengapa. Cassie terlalu tenang, dan ada tatapan yang sulit ditebak setiap kali ia melirik ke arah Jevran. Namun, Hema memutuskan untuk tidak terlalu memikirkan itu.

From Eyes to Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang