Chapter 16

173 44 6
                                    

Halo luv, bagi yang belum membaca Chapter 15, di sarankan untuk membaca Chapter 15 dulu sebelum membaca Chapter ini ya. Kemarin sudah di up, hanya saja notifikasinya tidak muncul.
_____________________________________



Hema yang masih berusaha mencerna semua informasi itu, hanya bisa mengangguk kaku. "Boleh," gumamnya pelan, meski dalam hatinya ia masih merasa tidak nyaman dengan situasi yang tiba-tiba canggung diantara mereka, Aland mendekatkan tubuhnya sedikit, berbisik dengan nada yang lebih rendah namun terdengar jelas oleh Hema, "Tapi kalau Jevran nyia-nyiain lo, gue siap kok buat berebut lo dari dia."

Hema terbelalak kaget mendengar pernyataan itu, dan sebelum ia sempat merespons, Aland tertawa kecil, menepuk pelan rambutnya. "Gue bercanda, Hema. Santai aja," ucapnya sambil tersenyum.

Namun, sebelum Hema sempat mundur atau menjauh, sebuah tangan tiba-tiba menarik lengannya kuat, membuat tubuhnya terdorong sedikit ke belakang. Sentuhan di rambutnya seketika terlepas, Hema menoleh dan mendapati Jevran berdiri di belakangnya. Mata Jevran menatap tajam ke arah Aland, penuh kemarahan yang tak terselubung. Jevran, dengan wajah yang dingin dan rahangnya yang tegang, mendesis penuh kemarahan, "Gue udah bilang, bangsat."

Tanpa basa-basi, Jevran melangkah maju, langsung menarik kerah jaket Aland dengan kasar. Meski begitu, Aland tampak tenang. Ia hanya terkekeh sinis menanggapi reaksi Jevran. "Gue Cuma mau temenan sama Hema, itu bukan urusan lo. Lagipula, Hema punya hak buat temenan sama siapa aja, kan?" Ucapannya penuh provokasi. "Lo bertingkah kayak lo beneran cinta sama dia aja."

Hema yang berdiri di belakang Jevran, mendengar ucapan itu, merasa dadanya bergetar. Kata-kata Aland tampak menghantam sesuatu yang sangat sensitif. Ia menatap Jevran, menunggu respons suaminya, dan berharap ini hanyalah kesalahpahaman. Jevran tampak semakin marah, rahangnya mengeras dan bibirnya tertarik dalam garis tipis penuh emosi. "Gue cinta atau enggak itu bukan urusan lo, anjing," ucap Jevran dengan suara rendah namun penuh kemarahan.

Tanpa peringatan, pukulan keras Jevran melayang tepat ke rahang Aland, membuat tubuh Aland terdorong mundur beberapa langkah. Aland mengusap bibirnya yang kini berdarah, tatapannya berubah tajam, dan dengan cepat ia membalas pukulan Jevran dengan kekuatan yang setara. Perkelahian itu pecah dengan cepat.

Hema, yang panik melihat situasi semakin memburuk, berusaha menarik Jevran mundur. "Jevran! Udah! Stop!" Teriaknya dengan suara penuh kecemasan. Dia melihat lebam mulai terbentuk di sudut mata Jevran, dan rasa cemasnya semakin memuncak. "Aland, udah!" ujarnya sambil menatap Aland penuh permohonan. Meski awalnya masih diliputi emosi, tatapan Aland akhirnya melunak saat melihat wajah Hema yang penuh kekhawatiran. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Hema dan Jevran di tengah-tengah kekacauan itu.

Jevran menatap tajam Hema. "Gue bilang, jangan deket-deket dia," ucapnya dingin. Hema, yang masih terkejut, hanya bisa menatapnya dengan kening berkerut. "Kenapa?" tanyanya dengan nada bingung.

Belum sempat Hema melanjutkan, Jevran tertawa kecil, tapi tawa itu terdengar pahit. "Kenapa? Jadi lo suka sama dia?" tanyanya tajam. "Seenggaknya kalau lo enggak punya harga diri, lo harus mikir, lo udah nikah. Jangan kayak murahan."

Perkataan itu terasa seperti tamparan keras bagi Hema. Matanya memanas, dan ia berusaha keras menahan air mata yang hendak jatuh. Tangannya terkepal kuat di samping tubuhnya. "Gue emang bukan orang kaya, tapi gue punya harga diri. Gue enggak serendah itu," suaranya terdengar bergetar, namun penuh amarah yang tertahan. "Kalau lo ngerasa pernikahan kita Cuma bentuk balas budi, gue enggak butuh. Gue tahu lo enggak cinta sama gue, dan gue... gue enggak masalah kalau lo mau cerai."

Hema berbalik cepat, air matanya jatuh tanpa bisa ia tahan lagi. Ia meninggalkan Jevran yang tampak terdiam dan membeku di tempatnya. Ucapan Hema barusan-tentang cerai-menghantam Jevran tepat di hatinya. Sesak, tak terjelaskan. Tangannya terkepal, dan dengan marah, ia memukul dinding di sebelahnya. "Argh! Bangsat!" geramnya, frustasi.

From Eyes to Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang