Chapter 20

99 39 4
                                    

Peringatan 🔞: Bab ini mengandung konten dewasa yang tidak sesuai untuk pembaca di bawah umur. Bagi yang belum cukup umur, disarankan untuk segera meninggalkan bab ini dan melanjutkan ke bagian lain yang lebih sesuai. Mohon kebijaksanaannya dalam membaca.

______________________________________

Jevran menangkup wajah Hema yang basah,menatapnya dengan lembut saat tubuhnya menggigil hebat karena kedinginan. Ia segera meraih jaketnya yang tergeletak di pasir dan dengan hati-hati memakaikan jaket tersebut pada tubuh Hema. “L-lo... tau gue ada di sini?” tanya Hema dengan suara gemetar, matanya mendongak untuk menatap wajah Jevran, masih tidak percaya bahwa Jevran benar-benar ada di sini untuknya.

Jevran menghela napas sebelum menjawab, “Iya, gue...” Namun, kata-katanya tampak terhenti sesaat, membuat Hema mengerutkan kening bingung. Ia berdehem pelan, seolah mencoba mencari kata-kata yang tepat. “Aku... kita,” Jevran tampak sedikit gugup, matanya terpaku pada Hema seolah-olah ada sesuatu yang sangat penting yang ingin ia katakan. “Aku mau memperbaiki hubungan kita.”

Perkataan itu meluncur dengan tenang dari bibirnya, tetapi efeknya pada Hema sungguh dahsyat. Matanya membelalak lebar, mulutnya ternganga tak percaya, tak tahu harus merespons bagaimana. Melihat reaksi Hema yang kaget, Jevran tidak bisa menahan tawa kecil. Tanpa peringatan, ia meraih pinggang ramping Hema dengan mudah, lalu mendudukkannya di atas pangkuan sendiri. Sentuhan mendadak itu membuat Hema semakin kaget, wajahnya berubah merah padam, dan jantungnya berdebar kencang hingga terasa nyaris meledak di dalam dadanya.

Jevran mengusap pipi Hema dengan lembut sebelum mendekatkan wajahnya, bisikannya terdengar begitu dekat, penuh rasa cinta dan ketulusan. “Aku mencintaimu, Hema,” ujarnya pelan, tetapi penuh makna, sebelum bibirnya menyentuh lembut bibir Hema dalam ciuman yang tulus. “Aku minta maaf karena sudah menyakiti mu,” bisik Jevran di sela-sela ciuman mereka.

Hema tertegun sejenak, hatinya seperti tersentuh dalam keheningan yang indah. Namun, setelah beberapa detik, ia mulai membalas ciuman Jevran, perlahan tapi pasti. Kedua tangan Jevran dengan lembut menyentuh kancing kemeja Hema yang basah kuyup di balik jaket, membukanya satu per satu. Hema menelan ludah, sedikit gugup. “A-apa yang kau lakukan?” tanyanya, suaranya hampir seperti bisikan, penuh rasa malu.

Jevran menatapnya dengan senyum yang tak hilang dari wajahnya. “Melepas bajumu,” jawabnya tanpa ragu, seolah itu hal paling wajar di dunia. Wajah Hema seketika memerah lebih dalam, tidak percaya mendengar jawabannya yang begitu santai. “Kamu bisa sakit kalau terus memakai pakaian basah ini. Api unggun itu tidak cukup untuk menghangatkan tubuhmu,” tambah Jevran dengan nada jahil, menggoda Hema dengan cara yang membuat hatinya bergetar.

Hema menggeliat pelan di atas pangkuan Jevran, merasa tidak nyaman karena keadaannya yang basah kuyup dan canggung. Namun, tanpa disadari, gerakan kecilnya justru membangkitkan sesuatu di bawah sana. Jevran menahan desahan dan segera menahan pinggul Hema agar tidak bergerak lebih jauh. “Jangan bergerak,” bisiknya dengan suara rendah, menggetarkan. Hema tersentak, wajahnya semakin merah saat ia menyadari sesuatu yang keras di bawah sana, tepat di antara tubuh mereka. “M-maaf...” bisiknya dengan suara lirih, malu.

Jevran menahan tawa, ide jahil tiba-tiba melintas di benaknya. “Kau sengaja melakukannya, hm?” bisiknya di telinga Hema dengan nada menggoda, membuat wajah Hema semakin memerah, matanya terbelalak. “T-tidak!” seru Hema dengan nada setengah panik, nyaris berteriak, membuat tawa Jevran meledak. “Sengaja juga tidak apa-apa,” ujarnya sambil tersenyum jahil. “Bi Inah pasti sudah tidak sabar menantikan kehadirannya.”

Perkataan itu membuat Hema terdiam, mulutnya tertutup rapat. Matanya yang besar kini menatap lurus pada Jevran, pandangannya penuh tanda tanya bercampur ketidakpercayaan. Tanpa disadari, kedua bibir mereka kembali menyatu dalam ciuman yang lebih dalam dan lebih bergairah dari sebelumnya. Kali ini, Hema tidak menahan diri. Desahan lembut lolos dari bibirnya, membuat tubuhnya terasa semakin panas, dan telinganya memerah akibat rasa malu yang berkecamuk di dalam dirinya.

From Eyes to Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang