Chapter 19

166 43 8
                                    

Hema terpekik keras ketika rambutnya ditarik dengan kasar, kepalanya terpaksa mendongak ke atas dengan paksa "Akh! Lepaskan aku, sialan!" serunya dengan penuh amarah, matanya menatap tajam ke arah pria asing yang sejak tadi menyeretnya dengan paksa ke pulau ini. Pria itu bertubuh tinggi dan kekar, dan hanya menanggapi tatapan tajam Hema dengan senyum remeh, seolah-olah kemarahan Hema tak berarti apa-apa baginya.

"Sst... diamlah, Nyonya Atmadja," bisik lelaki itu di samping telinga Hema, suaranya rendah namun penuh ejekan. Tawa kecil keluar dari bibirnya, menambah kesan angkuh pada sosoknya. "Karena suamimu dan saudara-saudaranya yang lain masih sulit dijangkau, jadi untuk saat ini, dirimu saja lebih dulu." Dengan nada ringan namun penuh ancaman, pria itu mengusap wajah Hema dengan punggung tangannya, sentuhan yang membuat darah Hema mendidih. Refleks, Hema menoleh cepat ke arah lain, menolak sentuhan itu dengan keras. Lelaki itu menyeringai lebar, menarik rambut Hema lebih kuat lagi. "Aakh! Bajingan!". Hema mencakar tangan lelaki itu dengan sekuat tenaga, namun usahanya sia-sia. Cakarnya yang tajam tak membuat pria itu mundur sedikit pun; dia tetap berdiri kokoh, seolah tidak merasakan sakit sama sekali.

"Kau kesakitan Nyonya Atmadja?" suaranya kini berubah dingin dan penuh kebencian, tatapannya menusuk. "Suamimu dan keluarganya harus membayar mahal atas sakit hati yang ayahku rasakan lima tahun lalu. Jika saja mertuamu tidak memecat ayahku waktu itu, ibuku pasti masih ada." Meski rasa sakit akibat tarikan rambut yang kasar terus menusuk kepalanya, Hema mulai merasakan kemarahan tersembunyi dalam nada suara lelaki itu.

"A-apa hubungannya dengan diriku?" tanyanya dengan napas terputus-putus, matanya mulai berair karena rasa sakit yang terus menghujam kepalanya. Pria itu tertawa pahit, menyuarakan kemarahan dan dendam yang selama ini ia pendam, "Karena kau adalah bagian dari keluarga. Atmadja," ucapnya, kini mencengkeram dagu Hema dengan kasar, memaksa wajah mereka lebih dekat. Sentuhan itu membuat Hema bergidik, ia merasa jijik. Mata pria itu kini menyala penuh kebencian, namun ada juga kekejaman di sana, sesuatu yang membuat Hema tahu dia dalam bahaya besar.

Pria itu kemudian menoleh ke belakang, memberi isyarat pada anak buahnya. Dua pria bertubuh besar segera mendekat, masing-masing menangkap tangan Hema dengan kekuatan yang tidak bisa ia lawan. "A-apa yang ingin kau lakukan?!" Hema memekik panik, matanya melebar saat menyadari bahwa pria di hadapannya mulai membuka kancing bajunya sendiri satu per satu.

"Tentu saja, aku ingin merasakan tubuhmu, Nyonya Atmadja. Akan menyenangkan melihat kehancuran di mata Jevran," katanya sambil menyeringai, penuh kemenangan.

"A-aku... aku laki-laki," Hema berkata dengan suara gemetar, harapannya tipis. Namun respons pria itu hanya, tawa keras yang dingin dan mengejek. "Kau pikir aku bodoh? Aku tahu kau intersex," ucapnуа, matanya penuh ejekan saat ia melangkah semakin dekat. Wajah Hema memucat seketika, keringat dingin mulai membasahi dahinya.

Pria itu sudah setengah telanjang sekarang, dan Hema berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri, tapi sia-sia. Dua pria bertubuh kekar itu memegangnya terlalu kuat, mengunci gerakannya sepenuhnya.

"Jangan sentuh aku, sialan! Lepas! Lepaskan aku!" Hema berteriak penuh ketakutan, namun tubuhnya terus ditarik dengan paksa. Matanya mulai memanas dengan air mata, saat pria itu mendekatinya lebih jauh, tangannya terulur untuk menyentuh bagian tubuh Hema dengan cara yang sangat tidak sopan.

Tepat ketika pria itu akan menyentuh dadanya, suara tembakan keras mendadak menggema di udara. Semua orang membeku seketika. Pria itu menoleh cepat, matanya terbelalak saat menyadari seluruh anak buahnya yang tadi berada di sekeliling mereka kini telah hilang.

Hanya tersisa dirinya dan dua pria yang masih memegang erat lengan Hema. "B-bos, bagaimana ini?" salah satu anak buahnya bertanya dengan suara penuh kepanikan, jelas menyadari bahwa posisi mereka kini sudah terdeteksi. Sebelum mereka sempat berpikir, tembakan lain kembali terdengar. Kali ini, peluru melesat cepat dan menghantam lengan salah satu anak buahnya, membuat cengkeramannya di lengan Hema terlepas.

From Eyes to Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang