Awal yang Baru

18 12 0
                                    

Bab 11: Awal yang Baru

Setelah berbagai drama yang melanda kehidupan Sifa, kehidupan di sekolah mulai terasa sedikit lebih tenang, meskipun suasana hatinya masih jauh dari baik. Namun, di tengah-tengah itu semua, salah satu temannya, Fafa, mulai menunjukkan tanda-tanda kebahagiaan baru. Belakangan ini, ia terlihat sering bersama Afroza, atau yang biasa dipanggil Oza, seorang siswa lama dari kelas 8E yang belakangan ini semakin dekat dengannya.

Di teras kelas 8A, saat istirahat, Sifa dan teman-temannya duduk bersama. Sifa duduk di sudut dengan Nazwa, sementara Fafa, dengan senyum cerah di wajahnya, sibuk berbicara dengan Oza yang berdiri tak jauh dari mereka.

"Kamu lihat Fafa dan Oza akhir-akhir ini?" Nazwa menyikut Sifa pelan sambil melirik ke arah mereka berdua. "Sepertinya mereka makin dekat ya."

Sifa mengangguk pelan. "Iya, aku senang kalau Fafa bisa bahagia."

Nazwa tertawa kecil. "Semoga kali ini dia benar-benar dapet yang baik. Soalnya kan dulu dia pernah suka sama orang, tapi akhirnya nggak kesampaian."

Sifa tersenyum kecil, meskipun dalam hatinya ia masih merasa sedih. Semua yang terjadi belakangan ini membuatnya sulit merasa benar-benar bahagia. Namun, ia benar-benar berharap Fafa mendapatkan kebahagiaannya. Fafa adalah salah satu temannya yang selalu ceria dan penuh energi, sesuatu yang Sifa sering rindukan pada dirinya sendiri.

Sementara itu, di dekat mereka, Fafa berbicara dengan Oza sambil tersenyum lebar. Mereka terlihat semakin nyaman satu sama lain. Fafa selalu menjadi gadis yang ramah, dan Oza yang pendiam tampaknya cocok dengannya. Mereka sering terlihat bersama, baik saat istirahat maupun ketika pulang sekolah.

"Hari ini kamu pulang bareng sama aku lagi, nggak?" tanya Oza dengan senyum ramahnya.

Fafa terkekeh kecil sambil mengangguk. "Iya, kan kita searah. Lagi pula, seru juga pulang bareng."

Obrolan mereka ringan, tapi jelas terlihat ada ketertarikan di antara keduanya. Oza, meskipun berasal dari kelas lain, semakin sering muncul di sekitar kelas 8A, terutama saat istirahat. Teman-teman di kelas juga mulai memperhatikan kedekatan mereka, meskipun tidak ada yang terlalu mempersoalkannya.

Di sisi lain, hubungan antara Riska dan Denis semakin terlihat erat, terutama setelah berbagai rumor tentang mereka yang berpacaran menyebar di sekolah. Meski Denis tidak pernah mengonfirmasi kabar itu, dia juga tidak berusaha meluruskannya. Hal ini membuat Sifa semakin merasa terpuruk, meskipun ia tidak pernah mengungkapkan perasaannya kepada siapa pun kecuali Nazwa.

"Denis makin sering bareng Riska, ya?" ujar Nazwa suatu hari saat mereka sedang makan di kantin. Sifa hanya mengangguk pelan. Setiap kali dia melihat Denis bersama Riska, hatinya terasa semakin sakit, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa.

"Udah jangan dipikirin. Kalau dia memang milik kamu, pasti akan ada jalannya," kata Nazwa, mencoba menghibur.

Namun, Sifa hanya bisa tersenyum pahit. "Aku nggak tahu lagi harus berharap apa."

Hari demi hari berlalu, dan sementara Sifa semakin tenggelam dalam rasa sakit hatinya, kehidupan Fafa dan Oza terlihat semakin cerah. Mereka mulai sering terlihat bersama di berbagai kesempatan, baik di sekolah maupun di luar. Suatu hari, setelah jam pelajaran berakhir, Oza mendekati Fafa yang sedang berbicara dengan teman-temannya.

"Fafa, nanti sore ada waktu nggak?" tanya Oza.

Fafa sedikit terkejut, tapi kemudian tersenyum. "Ada sih, kenapa?"

"Aku mau ngajak kamu ke toko buku. Kebetulan aku ada tugas buat nyari referensi buku, dan aku butuh pendapat kamu," jawab Oza dengan senyum simpul.

Fafa tampak senang mendengar tawaran itu. "Boleh, aku juga suka ke toko buku. Kita pergi bareng, ya?"

Mereka berdua sepakat untuk bertemu setelah pulang sekolah, dan kabar kedekatan mereka semakin menyebar di kalangan teman-teman. Sifa, yang mendengar cerita itu dari Nazwa, merasa senang untuk Fafa, meskipun di dalam hatinya dia tahu bahwa kebahagiaan itu kini terasa jauh dari dirinya.

Namun, di balik kebahagiaan Fafa dan Oza, ada sesuatu yang terus membayang di sekitar Sifa. Hubungan antara Riska dan Denis yang semakin erat semakin menyakiti hatinya. Setiap kali melihat mereka bersama, Sifa merasa seperti tertusuk jarum-jarum kecil di dadanya. Terutama ketika Riska terus saja mencari perhatian Denis di depan umum, seolah ingin menunjukkan pada semua orang bahwa dia menang.

Fafa, meskipun semakin dekat dengan Oza, tidak pernah melupakan sahabatnya, Sifa. Dia tetap berada di sisi Sifa setiap kali dibutuhkan, meskipun kadang terlihat sibuk dengan hubungannya yang baru. Namun, Sifa tahu bahwa meskipun dunia terus bergerak, ada hal-hal yang tidak bisa segera hilang dari perasaan seseorang.

Sementara itu, Oza yang semakin nyaman dengan Fafa mulai membuka diri lebih banyak. Di suatu sore, saat mereka duduk di bawah pohon di halaman sekolah setelah pulang, Oza berbicara dengan nada lembut. "Aku senang kita bisa sering ngobrol kayak gini, Fa. Kamu orang yang asik diajak cerita."

Fafa tersenyum, merasa hatinya hangat. "Aku juga senang, Oza. Kamu orangnya enak diajak ngobrol, nggak pernah bikin bosan."

Percakapan mereka berlangsung santai, dan Oza mulai mengungkapkan perasaannya sedikit demi sedikit. Meski mereka belum benar-benar menjalin hubungan, kedekatan mereka semakin jelas terlihat oleh teman-teman mereka. Bahkan, beberapa teman sekelas mulai bertanya-tanya kapan mereka akan resmi jadian.

Namun, di sisi lain, Sifa hanya bisa melihat dari kejauhan, merenungkan bagaimana hidupnya yang dulu begitu cerah, kini terasa penuh dengan bayangan. Dan meskipun teman-temannya, terutama Nazwa, selalu ada untuk mendukungnya, Sifa tahu bahwa ada perasaan yang tidak bisa segera sembuh.

Saat Belum Bisa BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang