Penyembuh

11 5 2
                                    

Bab 14: Penyembuh

Author:Tolong di vote dan di komen ya kakak kakak yang baik!

Hari-hari berlalu dengan lebih tenang bagi Sifa, meskipun hatinya masih menyimpan sedikit luka yang sulit sembuh. Namun, setelah semua yang ia alami, ia mulai terbiasa untuk tidak terlalu memikirkan Denis dan Riska. Ia berusaha untuk fokus pada dirinya sendiri, bahkan pada hal-hal kecil yang bisa membuatnya tersenyum. Kehadiran teman-teman, terutama Nazwa, sedikit banyak menjadi sumber dukungan yang selalu ia syukuri.

Namun, belakangan ini, ada sosok lain yang mulai memberikan warna baru dalam hidup Sifa. Ibnu, teman sekelasnya yang terkenal polos dan lucu, sering kali berhasil membuat Sifa tertawa di tengah suasana kelas yang serius. Ibnu bukanlah orang yang banyak bicara tentang perasaan, tapi tindakannya yang sederhana justru membawa kedamaian yang tak pernah Sifa sangka.

---

Pagi itu, Sifa datang ke kelas sedikit lebih awal dari biasanya. Suasana kelas masih sepi, hanya ada beberapa temannya yang sedang menyiapkan buku pelajaran di meja. Ia berjalan ke arah bangkunya, menatap sebentar kursi di sebelahnya yang diduduki Denis. Sudah cukup lama mereka tidak berbicara, meskipun mereka masih duduk berdampingan. Hati Sifa sudah mulai terbiasa dengan kebisuan di antara mereka, dan ia berusaha untuk tidak mengharapkan percakapan yang mungkin hanya akan menyakitkan lagi.

Tiba-tiba, suara Ibnu terdengar dari arah pintu kelas. "Eh, Sifa, Sifa!" teriaknya, dengan suara khas yang selalu membawa keceriaan. Sifa menoleh, dan melihat Ibnu melangkah masuk dengan wajah ceria dan senyum lebar.

“Ada apa, Ibnu?” Sifa tersenyum tipis, merasa sedikit terhibur hanya dengan melihat wajah ceria Ibnu yang selalu tampak riang.

Ibnu mendekati meja Sifa dan duduk di depannya, berusaha menahan tawa. "Aku punya teka-teki nih buat kamu!"

Sifa sedikit tertawa, penasaran dengan apa yang akan dikatakan Ibnu kali ini. "Oke, oke. Ayo, apa teka-tekinya?"

Ibnu mengangkat tangannya, berlagak serius sejenak sebelum akhirnya berkata, “Sifa, hewan apa yang kaya?”

Sifa berpikir sejenak, sedikit kebingungan. "Hewan yang kaya? Hmm… apa ya?”

Ibnu tak tahan lagi dan langsung menjawab sambil tertawa, “Beruang! Hahaha! Kan kaya, ‘beruang!’”

Sifa tertawa, meskipun lelucon itu sebenarnya sangat sederhana. Namun cara Ibnu menyampaikannya membuatnya tak bisa menahan tawa. Tawa Sifa membuat suasana hatinya menjadi lebih ringan. Sudah lama ia tidak tertawa lepas seperti ini.

Ibnu tersenyum lebar, senang melihat Sifa tertawa. “Nah, akhirnya bisa juga buat kamu ketawa lagi. Kamu gak perlu serius-serius amat, Sifa. Hidup kan harus dinikmati, ya kan?”

Sifa mengangguk pelan, tersenyum kepada Ibnu. Ia merasa bersyukur memiliki teman seperti Ibnu yang selalu tahu bagaimana cara membuatnya merasa lebih baik. Meskipun lelucon-lelucon Ibnu sering kali terkesan sederhana, kehadirannya menjadi semacam penyembuh bagi luka-luka yang ia simpan dalam hatinya.

---

Saat pelajaran dimulai, suasana kelas kembali hening. Sifa dan Denis tetap duduk bersebelahan seperti biasa, tapi mereka tetap terdiam, masing-masing fokus pada buku pelajaran di depan mereka. Sifa berusaha untuk tidak terlalu memikirkan keheningan yang terasa canggung di antara mereka. Ia mencoba fokus pada apa yang dijelaskan oleh guru di depan kelas, meskipun sesekali pikirannya melayang pada percakapan singkat dengan Ibnu tadi.

Ibnu yang duduk di bangku lain tampak serius memperhatikan pelajaran, tapi kadang ia melirik ke arah Sifa dan tersenyum ketika mereka bertatapan. Tatapan Ibnu selalu penuh keceriaan, dan meskipun Sifa tahu bahwa Ibnu bukan orang yang banyak bicara tentang hal-hal serius, ia merasa bahwa kehadiran Ibnu membawa sedikit ketenangan yang ia butuhkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Saat Belum Bisa BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang