Bab 7: Jarak yang Mulai Terbentang
Hari-hari setelah kejadian di perpustakaan terasa semakin sunyi bagi Sifa. Setiap kali ia memasuki kelas, ada perasaan aneh yang menyelimutinya, seperti semua mata tertuju padanya meskipun tidak ada yang benar-benar melihat. Tetapi, yang paling menyakitkan adalah perasaan bahwa Denis mulai menjauh. Dulu, Denis sering menghampirinya, mengajak ngobrol atau sekadar bertukar cerita di sela-sela pelajaran. Kini, obrolan di antara mereka semakin jarang terjadi.
Sifa sering melihat Denis berbicara dengan teman-temannya, atau bahkan dengan Riska yang selalu terlihat berusaha menarik perhatiannya. Setiap kali melihat Riska tertawa kecil atau memamerkan senyum manis di hadapan Denis, ada rasa perih yang merayap di hati Sifa. Ia tahu bahwa Riska berusaha mengambil tempat di hati Denis, dan entah kenapa, sepertinya usaha itu mulai berhasil.
Hari itu, seperti biasa, Sifa duduk di bangkunya tanpa bicara banyak. Ia merasa semakin terasing, bahkan dari teman-teman dekatnya. Satu-satunya yang tetap berada di sisinya adalah Nazwa. Nazwa selalu mencoba membuatnya tertawa, meskipun Sifa sering kesulitan menemukan alasan untuk tersenyum.
“Fi, kamu nggak usah mikirin yang lain,” kata Nazwa suatu hari saat mereka sedang duduk di kantin. “Mereka nggak penting. Kamu masih punya aku kok.”
Sifa tersenyum kecil, tetapi senyum itu tidak sampai ke matanya. “Terima kasih, Naz. Tapi aku tetap ngerasa sendiri… Denis juga jarang ngomong sama aku lagi.”
Nazwa mengangguk pelan, memaklumi perasaan Sifa. Ia tahu bagaimana Sifa menyukai Denis sejak lama, dan melihat jarak yang terbentuk di antara mereka tentu saja menyakitkan. “Mungkin Denis cuma lagi sibuk, Fi. Kamu tahu kan, dia juga punya banyak teman. Tapi kalau dia benar-benar teman baik, dia pasti bakal kembali.”
Sifa hanya bisa mengangguk, meskipun dalam hatinya, ia meragukan hal itu. Denis bukan hanya sibuk—ia benar-benar mulai menjauh. Setiap kali mereka bertemu di kelas atau saat istirahat, Denis selalu tampak tergesa-gesa, seolah-olah tidak ada waktu untuk berbicara dengan Sifa seperti dulu. Dan lebih sering, Sifa melihat Denis bersama Riska, yang semakin hari semakin terang-terangan menunjukkan perhatiannya pada Denis.
---
Di kelas, Sifa merasa semakin tidak nyaman. Setiap kali ia melihat Denis dan Riska berbicara, perasaan tidak aman itu kembali menghantam. Riska dengan caranya yang licik selalu berhasil mencuri perhatian Denis. Setiap kali ada kesempatan, ia akan mendekati Denis, berpura-pura membutuhkan bantuannya, atau sekadar mengajaknya berbicara dengan senyum yang dibuat semanis mungkin.
Suatu hari, saat Sifa sedang berusaha berkonsentrasi pada pelajaran, ia mendengar suara tawa kecil dari belakang kelas. Ketika ia menoleh, pemandangan yang disaksikannya semakin menghancurkan hatinya—Riska sedang duduk di samping Denis, tertawa kecil sambil menyentuh lengannya. Denis tersenyum, meskipun ia tampak sedikit tidak nyaman. Namun, itu sudah cukup bagi Sifa untuk merasakan bahwa sesuatu sedang berubah.
Riska semakin sering mencari perhatian dari Denis, dan Denis tidak tampak menolaknya. Setiap kali Denis membutuhkan sesuatu, Riska selalu hadir, bahkan sebelum Sifa sempat mendekat. Sifa merasa seperti bayangan di sudut ruangan, perlahan-lahan menghilang dari pandangan Denis.
“Fi, kamu nggak usah mikirin Riska,” kata Nazwa ketika mereka berbicara lagi di kantin. “Dia emang dari dulu suka cari perhatian. Kamu tahu itu, kan?”
“Tapi kenapa Denis nggak ngomong sama aku lagi, Naz?” Sifa bertanya, suaranya penuh dengan rasa sakit. “Aku nggak ngerti kenapa semua berubah kayak gini.”
Nazwa menatap Sifa dengan prihatin. Ia ingin mengatakan sesuatu yang bisa membuat Sifa merasa lebih baik, tetapi ia tahu bahwa tidak ada kata-kata yang bisa benar-benar menghilangkan rasa sakit yang Sifa rasakan. “Mungkin Denis cuma bingung. Tapi aku yakin, dia masih peduli sama kamu.”
Sifa menggeleng pelan. “Aku nggak tahu lagi, Naz. Rasanya semua makin jauh. Aku… aku ngerasa sendirian.”
Nazwa meraih tangan Sifa dan menggenggamnya erat. “Kamu nggak sendirian, Fi. Aku ada di sini. Aku akan selalu ada di sisimu.”
---
Hari-hari berikutnya, keadaan semakin memburuk bagi Sifa. Denis masih jarang berbicara dengannya, dan setiap kali mereka berpapasan, Sifa hanya bisa melihat punggung Denis yang semakin menjauh. Riska, di sisi lain, semakin agresif dalam mencari perhatian. Ia selalu hadir di dekat Denis, memastikan bahwa semua orang tahu bahwa ia berusaha mendekatinya.
Sifa hanya bisa diam, menahan semua rasa sakit yang berkecamuk di dalam hatinya. Ia ingin berbicara dengan Denis, ingin menanyakan mengapa semuanya berubah, tetapi ia tidak punya keberanian. Setiap kali ia mencoba mendekat, sesuatu di dalam dirinya menahannya—rasa takut akan penolakan, atau mungkin rasa takut bahwa Denis benar-benar sudah berubah.
Di tengah semua itu, Nazwa tetap menjadi satu-satunya yang bertahan di sisinya. Setiap kali Sifa merasa ingin menyerah, Nazwa selalu hadir, memberikan semangat dan dukungan. Namun, meskipun begitu, Sifa tetap merasa kehilangan sesuatu yang penting—perasaan aman dan nyaman yang dulu ia miliki bersama Denis.
Suatu hari, saat mereka sedang duduk di bangku sekolah setelah jam pelajaran usai, Sifa melihat Riska berbicara dengan Denis di teras kelas. Mereka tampak serius, dan Sifa merasa ada sesuatu yang sedang terjadi. Ia ingin mendekati mereka, ingin mengetahui apa yang sebenarnya sedang dibicarakan, tetapi lagi-lagi, ia merasa takut. Takut bahwa apa yang ia dengar akan menghancurkan hatinya lebih dalam lagi.
“Sifa, kamu nggak apa-apa?” tanya Nazwa, menyadari tatapan kosong Sifa.
Sifa hanya menggeleng, menahan air mata yang sudah mendesak keluar. “Aku nggak tahu, Naz. Aku cuma pengen semua ini berhenti.”
Nazwa merangkul Sifa dengan lembut. “Kamu harus kuat, Fi. Semua ini pasti bakal berlalu.”
Namun, di dalam hatinya, Sifa tahu bahwa semuanya tidak akan mudah. Setiap hari yang berlalu terasa seperti menambah beban di pundaknya, dan ia tidak tahu sampai kapan ia bisa bertahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat Belum Bisa Bersama
Dla nastolatków"Saat Belum Bisa Bersama" mengisahkan tentang Sifa, seorang siswi kelas 8 di MTsN 2 Konan, yang diam-diam menaruh hati pada Denis, teman sekelasnya. Meskipun Denis sering meminjam pulpen dari Sifa dan membuatnya semakin baper, perasaan Sifa ternyata...