16: PELUKAN AYAH

417 71 18
                                    

SUASANA ruang bk nampak menegangkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SUASANA ruang bk nampak menegangkan. Kini, Bunda dan Sihab sudah berhadapan langsung dengan guru bk itu. Kacamata kotak yang ia pakai, serta tatapan tajam yang beliau tunjukkan menambah kesan ketegasan pada dirinya bertambah. Menyeramkan.

Sihab hanya mampu menunduk takut. Ia juga sama sekali tak berbicara dengan Bunda begitu Bunda datang ke sekolah karena mendapat panggilan.

Bunda cukup terkejut dengan hal yang menimpa anak-anaknya. Apalagi ketika mendengar kabar Ifki dan melihat kondisinya, Bunda hanya mampu meringis ngeri.

Bunda datang bersama Ayah. Ayah juga dikabari soal ini dan pada akhirnya mereka datang bersama. Namun, Ayah tidak mendampingi Bunda untuk bertemu guru bk, Ayah dengan cepat membawa Ifki ke rumah sakit agar Ifki mendapat pengobatan pada kepalanya yang lukanya cukup serius.

Ayah kecewa sekali mendengar apa yang terjadi pada Ifki atas perlakuan Sihab. Ayah juga tahu bahwa Sihab berbicara yang tidak-tidak pada Ifki. Ayah mendengar semuanya begitu ia datang ke sekolah.

Para siswa berbisik-bisik seraya menyebut dirinya dan menatapnya tak menyangka.

"Kata Sihab Aldrich anak haram? Berarti orang tuanya?"

"Ibunya apa Bapaknya sih...?"

"Lo nyangka nggak sih? Gue sih kaget banget!"

"Gila ya, demi kepuasan dirinya sampai harus menghadirkan anak yang bahkan ditolak mentah-mentah sama abangnya sendiri."

Seperti itu. Dan masih banyak lagi yang Ayah dengar.

Ayah malu, ia tak mau menunjukkan wajahnya lagi. Aib masa lalunya dibongkar begitu saja oleh putranya. Kekecewaan Ayah semakin besar pada Sihab, namun ia tak bisa marah saat itu, mengingat keadaan Sihab juga sedang kacau.

Keadaan saat ini sangat tegang. Sihab gugup sehingga rasanya sulit bernapas. Ia melirik sedetik demi sedetik guru bk yang terus memperhatikannya saat itu.

"Bu guru, saya minta maaf atas perlakuan anak saya sehingga membuat keadaan sekolah jadi kacau" ujar Bunda dengan sedikit menyesal atas perbuatan Sihab.

Guru bk itu menoleh, kemudian tersenyum simpul. "Sudah biasa, Bu. Lagi-lagi anak Ibu yang berulah."

"Sihab!" panggil tegas guru bk itu. "Kamu sudah kami beri surat peringat dua kali dengan kasus yang sama, yaitu ikut balapan motor dengan nama sekolah. Lalu ini? Apa harus Ibu kasih surat peringatan lagi?" tanyanya tegas.

"Mungkin apa yang kamu lakuin ke adik kamu itu adalah masalah rumah yang kamu bawa ke sekolah," nada guru itu merendah. "Ini cukup berpengaruh, Bu. Padahal Sihab bisa bicarakan ini dengan adiknya di rumah." lanjut guru itu seraya menatap Bunda.

"Apalagi kata-kata Sihab tadi.... aduh, seharusnya anak-anak lain nggak tau masalah ini. Cukup diselesaikan secara kekeluargaan aja ya, Bu."

Bunda hanya mengangguk seraya menahan malu. Tak ada kata-kata lagi yang dapat keluar dari mulutnya.

RIFKI: 17 Tahun Bersama AbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang