10: HARUS BAIKAN

355 40 1
                                    

Vote dulu yeoui~!!

Happy reading!💓

Happy reading!💓

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Maaf, ya. Harusnya aku nggak kerasin suaraku malam itu."

Langkah Shafina terhenti begitu suara Ehan memasuki indera pendengarannya dengan sangat halus. Shafina menghembuskan napasnya, tangannya meremat tas yang ada dibahunya.

Shafina menoleh, ia melihat Ehan yang menatapnya dengan wajah penyesalan. Matanya berbinar, dalam sekali menatapnya. Jujur, degup jantungnya berdegup lebih cepat mendapat tatapan seperti itu dari Ehan.

Rahang Ehan yang tajam, rambutnya yang kalis dan hitam pekat, serta wajahnya yang rapi itu membuat Shafina merasa bahwa cintanya terhadap Ehan semakin bertambah setiap harinya.

Ehan menghampiri Shafina yang jaraknya lumayan jauh darinya. Ia berdiri di hadapan gadis itu. Kepalanya sedikit menunduk menatap Shafina yang lebih pendek darinya.

Sedetik kemudian, Ehan menarik tubuh Shafina ke dalam pelukannya. Memeluk sang kekasih dengan erat. Tak peduli dengan pandangan mahasiswa lain yang melihat mereka bermesraan saat ini.

"Hanka," panggil Shafina dibalik pelukan.

"Maaf, Sha," kata Ehan kemudian melepas pelukan itu. "Pas aku anter kamu ke rumah, aku bakal jaga nada bicara aku sama kamu, biar Mamah kamu sedikit luluh sama perlakuan baik aku ke kamu walaupun cuma sedikit." lanjut Ehan meyakinkan.

Shafina tersenyum simpul. Ehan selalu mengatakan hal yang sama. Ia akan berusaha membuat hati Mamah luluh kepadanya, agar merestui hubungan mereka. Namun, tetap saja, Mamah sudah menganggap bahwa Ehan bukanlah lelaki yang baik.

Tadi Shafina menceritakan soal ucapan Mamah padanya tadi pagi.

Hati Shafina terasa sakit sekali menerima jika hubunganmya dengan lelaki yang dicintainya ditolak mentah-mentah oleh orang tuanya, terlebih Mamah. Apalagi, perkataan Mamah yang sudah menghina dan menjelekkan Ehan.

"Han," panggil Shafina. "Aku nggak akan izinin kamu buat antar aku sampai ke rumah lagi." ujarnya membuat Ehan terkejut.

"Kenapa?"

"Aku nggak mau Mamah hina-hina kamu lagi,"

Ehan membalas senyum, manis sekali. "Kamu nggak suka aku dihina-hina?"

"Hm," balas Shafina seraya menganggukkan kepalanya. "Kamu baik, Hanka. Sama aku, kamu keliatan jauh lebih baik dan dewasa. Aku suka cara kamu memperlakukan aku." manik matanya bergetar. Ia berkata dan mencoba agar suaranya tidak terdengar bergetar.

"Aku mau seterusnya sama kamu." lanjut Shafina.

Ehan tertawa kecil, menunjukkan deretan giginya yang rapi. Ia tersentuh dengan perkataan kekasihnya itu. Entah kenapa, ucapan terakhir kali yang Shafina keluarkan, membuat hati Ehan terasa jatuh dan terpasang kembali. Ia terkejut, kagum, terharu, semuanya ia rasakan.

RIFKI: 17 Tahun Bersama AbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang