11: MASIH PUNYA AYAH

339 49 4
                                    

Tekan bintangnya dulu yeoui!!

Happy reading!
LET'S GO!!  LET APOSTROPHE SGO~!

Happy reading! LET'S GO!!  LET APOSTROPHE SGO~!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☽☾

"Ketegasan atau bahkan kemarahan yang aku beri pada adik-adikku itu murni sebagai tanda kasih sayang, bukan semata-mata ingin menjauhkan mereka dari hal yang tidak baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ketegasan atau bahkan kemarahan yang aku beri pada adik-adikku itu murni sebagai tanda kasih sayang, bukan semata-mata ingin menjauhkan mereka dari hal yang tidak baik."

*****

TUBUH jangkung Kafka berdiri tegap di depan pintu kamar Sihab. Tangannya perlahan meraih kenop pintu lalu buka begitu saja tanpa mengetuk terlebih dahulu.

Dari dalam sana, terlihat kedua adiknya, Idan dan Sihab, yang tengah terduduk dipinggir kasur seraya membicarakan sesuatu. Kedatangan Kafka membuat kegiatan keduanya terhenti.

Mereka menatap dengan tatapan heran. Tiba-tiba saja pinyu terbuka dan menunjukkan Kafka yang tengah berdiri tanpa baju yang ia kenakan.

Kafka berjalan masuk dengan langkah pelan. Ia mengisyaratkan Idan untuk keluar dahulu. Sementara yang Kafka lihat Sihab memandang ke arah lain, buang muka dan enggan menatap wajahnya sama sekali.

"Idan nggak boleh denger?"

Idan bertanya begitu menangkap kode dari Kafka barusan.

"Keluar dulu. Aa mau ngomong berdua sama Sihab" perintah Kafka.

"Serius banget kayaknya" Idan bergumam, namun tak ada pergerakan darinya untuk segera keluar.

Idan menatap Sihab sejenak, terlihat dari sorot mata Sihab agar Idan tidak meninggalkannya.

"Zidane!"

Panggilan dari Kafka membuat Idan tersentak. Ketika nama aslinya dipanggil jelas oleh Kafka, itu tandanya Kafka sedang serius.

Idan bergegas berdiri. Ia mengambil ponselnya lalu pergi keluar dengan langlah terburu-buru. Membiarkan Kafka berbicara dengan Sihab.

Kini tinggal hanya ada keduanya. Sihab tak bergerak sedikit pun, ia sibuk menatap ponselnya yang entah dari kapan ia mainkan.

RIFKI: 17 Tahun Bersama AbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang