"Sehat, Bi"
"...."
"Masih belum, aku masih nyari sih... nanti dikabarin, kok"
"...."
"...."
"Aku juga kangen, Bi. Kangen Mama Papa juga. Libur nanti aku niat mau pulang ke Jakarta."
"...."
"Iya, tapi aku nggak janji. Agak susah soalnya, Bi."
"...."
"Siap! Bibi sehat-sehat, ya. Jangan terlalu dipikirin. Aku usahain ya, Bi."
Tut!
Gisela menutup telepon dengan ART-nya di sana. Ia menghembuskan napas berat seraya meletakkan ponselnya di atas meja.
Shafina yang datang sembari membawa dua gelas minuman itu menatap Gisela dengan heran. Ia meletakkan nampan itu di atas meja, lalu bertanya.
"Kenapa lo? Kok keliatan bete gitu?"
"Nggak, kok. Gue cuma lagi pusing aja."
"Mikirin tugas kuliah?"
"Itu sih beban gue dari lama, Sha!" jawab Gisela seraya terkekeh.
Shafina hanya melempar tawa kecil lalu mempersilakan Gisela meminum minuman yang ia bawakan tadi. Saat ini, mereka sedang berada di rumah Shafina setelah selesai kuliah.
"Oh iya, Sha. Lanjutin dong cerita yang tadi. Beneran itu adiknya cowok lo?"
Pertanyaan penasaran dari Gisela membuat Shafina terdiam sejenak. Shafina menceritakan apa yang Tasha ceritakan padanya tadi pagi. Niatnya hanya ingin bertanya pada Gisela apakah si korban itu adalah adiknya Ehan, tetapi ceritanya malah merembet kemana-mana dan memaruh penasaran besar pada Gisela.
Dari awal Tasha menceritakan berita itu pada Shafina, Shafina entah kenapa yakin bahwa itu adalah adiknya Ehan. Bagaimana tidak? Toh adiknya Ehan satu sekolah dengan Tasha, satu angkatan juga. Ditambah ciri-ciri yang Tasha ceritakan membuat Shafina yakin bahwa itu adalah adiknya Ehan. Tetapi ia masih mencoba berpikiran bahwa itu adalah salah.
Karena jika benar, ini beneran sudah kelewatan.
"Gue nggak nanya Hanka sih. Kalau bener nanti dia kesinggung. Lo kayak nggak tau aja Hanka sama adiknya yang itu kayak gimana" kata Shafina.
"Gila sih,"
"Hah?"
"Cowok lo gila," jawab Gisela. "Dia terlalu berlebihan bersikap sama adiknya itu. Harusnya gue nggak tau masalah itu sih, ya. Tapi, lo yang cerita"
"Gue udah coba sadarin, kok. Hanka kan emang keras kepala."
"Ya kalau lembek namanya klepon!"
"Anjir lo, Gisel!" balas Shafina tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
RIFKI: 17 Tahun Bersama Abang
Novela JuvenilAldrich Rifki Adnandi, lelaki yang hidup dengan beribu kesengsaraan, didampingi keenam kakak laki-laki yang enggan menganggap ada dirinya. Ia selalu bertanya, di manakah letak kesalahannya karena lahir dan hidup di dunia yang penuh dengan pegkhianat...