Pencet dulu bintangnya sebelum lanjut ke cerita!
Happy reading yeoui!
KAKI panjang Ifki berjalan pelan menuju halaman belakang sekolah yang selalu sepi itu. Dadanya berdegup dua kali lebih cepat. Detak jantungya benar-bemar berdegup kencang membuat kepanikannya semakin membesar.
Sepanjang ia berjalan, ia meremat erat almamater yang sedang dikenakannya. Keringat dingin perlahan keluar dari pelipisnya. Ifki berkali-kali mencoba mengatur napasnya agar tidak terlihat gugup walaupun sudah sering ia mendapat perlakuan seperti ini.
Halaman belakang sekolah itu sangatlah sepi. Jarang sekali siswa maupun siswi yang diam di tempat itu. Tempat yang minim pencahayaan yang hanya diisi oleh beberapa pohon rimbang, serta pohon bambu, dan beberapa dedaunan kering yang terkesan bahwa tempat itu sangat lah tua dan menyeramkan.
Yang diam di tempat ini hanyalah anak-anak bandel saja. Mereka biasa diam di tempat ini untuk membolos, merokok, atau seperti Adriel, orang yang hendak Ifki temui saat ini, yang selalu dimerundung anak-anak lain.
Ifki menghentikan langkahnya sebelum akhirnya ia sampai di tempat itu. Hanya tinggal belok kiri saja, dan sampai. Lagi-lagi Ifki mengatur napas, serangan panik kembali muncul pada dirinya. Tangannya bergetar, matanya terpejam erat, meminta agar ini cepat terjadi agar dia bisa kembali ke kelas. Atau jika bisa, Ifki ingin ini tak pernah terjadi sampai kapanpun.
Ia tak siap jika dirinya harus kembali menanggung beberapa luka lagi.
Tap...
Tap...
Tap...
Dengan keberaniannya yang sedikit, Ifki kembali melangkahkan kakinya. Kakinya menginjak dedaunan yang kering yang sudah terjatuh ke tanah. Langkahnya itu terdengar oleh Adriel yang sedang terduduk santai dengan sebatang rokok yang tengah ia hisap.
Adriel menoleh ke arah kanan. Ia menyeriangai menatap kehadiran Ifki yang saat ini jaraknya tidak jauh dengannya.
Tubuh Adriel yang kurus namun kekar itu membuat Ifki semakin ketakutkan. Takut manusia dihadapannya saat ini membanting dirinya.
Rambut Adriel sangat berantakan, kancing seragam yang ia lepas bagian atasnya, baju seragam yang ia keluarkan, celana yang ketat, sepatu berwarna hijau terang, serta bibir yang hitam sangat menggambarkan bahwa Adriel adalah bukan siswa teladan. Bahkan membayangkannya saja, bau badan Adriel bisa tercium.
Adriel tersenyum lebar seraya menghampiri Ifki yang sedang menunduk takut. Tangannya bergetar dengan hebat, Ifki memejamkan matanya seraya menggigit bibir bawahnya.
Tubuh besar Adriel sudah ada tepat di depannya saat ini. Adriel menepuk-nepuk tengkuk Ifki dengan sangat keras sehingga badan Ifki hampir saja tersungkur karena pukulan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RIFKI: 17 Tahun Bersama Abang
Novela JuvenilAldrich Rifki Adnandi, lelaki yang hidup dengan beribu kesengsaraan, didampingi keenam kakak laki-laki yang enggan menganggap ada dirinya. Ia selalu bertanya, di manakah letak kesalahannya karena lahir dan hidup di dunia yang penuh dengan pegkhianat...