Malam hari di Kerajaan Nortuwish tampak diselimuti kabut tebal. Angin berhembus kian kencang. Beramai-ramai orang bersembunyi didepan tungku hangat mereka. Musim dingin memang ancaman tersendiri. Bukan salju yang mengancam tapi para bandit gunung yang turun bisa saja menyelinap merampok ketika sedang terlelap.
Di era kepemimpinan Raja Samuel (Suho) rakyat hidup tenang dan makmur. Kota kecil Notherdem ini semua hidup dalam guyub rukun. Pajak diserahkan kepada Kepala Chan untuk selanjutnya disetorkan kepada Kerajaan Nortuwish dari kota kecil ini. Tidak pernah terlambat. Kerap kali malah terlebih dahulu membayar pajak. Alangkah senangnya semua hidup dengan guyub rukun yang dipimpin pemerintah bertanggung jawab dan jujur.
Seorang pemuda sebatang kara mengadu nasib di kota kecil ini, Hendri namanya. Ia berasal dari Pulau Kapuana sebelum di bumi hanguskan oleh Kerajaan Padwina. Kerajaan yang terus menerus mengejar kuasa dan harta. Hendri kecil harus terseret ombak agar bisa kabur dari kejaran prajurit Padwina.
"Hendri...Hendrii, kenapa melamun seperti itu?"
Seorang bertubuh besar dengan jenggot panjangnya menepuk punggung Hendri keras. Menyadarkan bocah kurus itu agar kembali kepada kenyataan sekarang.
"Aku hanya merindukan kampung halamanku. Sementara ada ketakutan bahwa disana telah dimiliki oleh Kaum Padwina kejam itu."
"Ah, maafkan aku Hendri atas kekacauan malam itu. Sungguh aku bersaksi atas nama laut, terkutuklah para Padwina itu dalam kobaran api yang tak akan padam hingga tujuh hari atas semua yang mereka lakukan padamu."
Hendri terisak atas bagaimana Tuan Doyoung menjadi orang yang pertama menolongnya hingga merawat sampai kini. Cukup baginya menjadi asisten Doyoung mengelola toko parfum ini. Ia bahkan berjanji mengabdikan diri pada Doyoung karena hutang budinya.
......
Seorang pemuda berlari terbirit-birit, langkahnya tidak karuan menghindari sisa kain di lantai takut untuk jatuh terpeleset. Malam yang dingin tidak menyurutkan tuannya untuk menjahit celana yang akan dipasarkan di pekan raya minggu esok. Nasibnya kini harus lembur dengan anak pedagang roti si Echan dan si kurus Jisung.
"Jemin, cepatlah bawa kain-kain itu. Tuan akan marah jika besok belum pula selesai pola jahit ini."
Jemin menggerutu melihat Echan yang seakan acuh dengan kakinya yang terpelintir. Jisung sekarang pergi mencari makan malam untuk mereka bertiga.
Sudah lebih dari jam lembur biasanya. Kini mereka bersiap pulang. Jemin dengan sepeda miliknya. Echan dan Jisung yang satu gang berjalan saja. Niat hati Jemin ingin mampir ke toko parfum untuk membeli hadiah khusus untuk Jisung. Tapi sudah terlewat tengah malam, mustahil toko itu masih buka.
Jemin berhenti tepat didepan toko parfum itu. Masih melongo akan kebenaran didepannya tentang toko parfum itu masih menampilkan tanda buka. Tampak seorang pemuda yang lebih kurus hendak mematikan lampion-lampion penerang di dalam toko. Terburu Jemin membuka pintu.
"Ah maaf, tapi Tuan Doyoung telah pulang. Anda bisa kembali memesan parcum besok pagi."
"Iya tentu, tapi apakah jika membeli sabun bebek itu harus menunggu besok pagi?"
Jemin menatap pada pemuda dihadapannya penuh belas kasih. Tidak mungkin dia memaksa toko tetap buka. Tapi setidaknya ia ingin memberikan hadiah pertama bagi Jisung besok.
"Apa anda ingin saya membungkusnya dengan kertas kado, Tuan?"
"Ah aku membawa tas khusus. Anda bisa membungkusnya disini dan tolong jangan panggil aku tuan. Sepertinya kita masih seumuran."
"Ah maaf, aku tidak tau. Akan aku ambilkan sekotak sabun bebek. Total harganya sepuluh dalom."
Jemin menyerahkan sepuluh dalom yang nantinya ditukar dengan sekotak sabun bebek impian Jisung. Baru disadari ternyata pemuda dihadapan dirinya ini amat cantik dan kecil.
"Apa ada sesuatu di wajahku?"
"Tidak, hanya saja anda tampak indah. Maaf atas kelancangan saya memandang."
"Terima kasih,"
Buru-buru Jemin mengambil sabun bebek dan berlalu pergi. Terlalu malu hanya untuk sekedar mengucap terima kasih dihadapan si cantik. Sementara Henderi yang dipuji indah sudah merasa panas pada telinga dan kedua pipinya. Baru kali ini seseorang mengatakan bahwa dirinya cantik.
"Tuan Doyoung akan membunuhku jika tau aku tidak segera menutup toko."
.....
"Komandan Jee, selamat atas kemenangan anda atas Pulau Kapuana."
Seseorang yang disapa Komandan Jee hanya tersenyum dan mengangguk. Mempersilahkan rombongan tersebut masuk untuk dan menikmati pesta di dalam kerajaan Padwinas. Masih berambisi untuk memperluas wilayah miliknya. Segera mungkin ia menuju pondok termegah disebelah utara tempat khusus para komandan dan jendral perang.
"Aku ingin memperluas wilayah ini ke Nortuwish. Memang hanya wilayah kecil. Tapi setidaknya kita bisa memanfaatkan hasil panen disana untuk mencukupi persediaan perang dengan Kaum Khasugi."
Setelah mengungkapkan keingingannya Komandan Jee diberi persetujuan. Tanda seluruh anggota yang rapat setuju tanpa ada perlawanan. Perang sangat membutuhkan persediaan yang banyak. Terutama untuk menghadapi Kaum Khasugi yang terkenal pandai berburu di hutan tempat yang mengelilingi perang besok.
....
Nortuwish - kota kecilnya /kabupatennya
Northerdem - negaranya
Dolem - uang kerajaannya
Pulau Kapuana - pulau kampung halaman Henderi
Kaum Padwina - kaum komandan jee
Kerajaan padwinas - kerajaan komandan jee
KAMU SEDANG MEMBACA
Hendery Uke -!!
Fanfictionini hampir sama kayak book lainnya. kumpulan cerita yang pastinya UKE/BOTTOM/SUB HENDERY jangan salah lapak ya