00.04

705 45 24
                                    

Di sebuah koridor sekolah mewah, terlihat dua orang remaja berseragam Smp sedang menyeret seorang gadis gendut yang juga mengenakan seragam yang sama seperti mereka.

"L-lepaskan aku... Kumohon... Kumohon."

"Diam! dasar buntelan kentut eww jijik banget gue mana berat banget lagi!"

Dua gadis remaja itu pun menghempaskan tubuh besar gadis yang saat ini sedang mereka bully, membuat sang empu menangis karena rasa sakit di tubuhnya, juga hatinya.

Siapa yang mau jadi gendut, ia pun tidak mau... dia juga ingin mempunyai bentuk tubuh ideal dan cantik seperti mereka.

"Lo bisa diam nggak sih... nggak usah nangis, berisik tau!"

"Klara! Apa yang kamu lakukan?!"

ketiga gadis tersebut lantas menoleh pada seorang cowok yang berjalan cepat ke arah mereka, sedangkan gadis yang tersungkur di lantai itu menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

"A-abang..."

"Abang pasti mau nolongin aku kan..." cicit nya, ia mengusap kasar air matanya berusaha bangkit dari posisinya saat ini.

"Kamu membully orang lagi?" kata cowok itu sambil melirik gadis gendut yang sudah berdiri di hadapan mereka dengan sudut matanya.

'Orang?' hatinya nyeri saat saudara kandung nya itu seolah tak mau mengenali dirinya, mulutnya yang tadi terbuka untuk memanggilnya, mengatup seketika.

Apa Rava malu karena mempunyai adik gendut?

"Kenapa memang... dia kan emang pantas dibully, lihat tuh badannya yang gembrot ew!" Klara memeluk pinggang Rava sementara cowok itu hanya diam tak mampu membalas ucapannya.

"Ffft Benar kan dasar buntelan kentut!" tambah temannya yang bernama Cica.

Ghea, gadis yang bertubuh gendut itu menundukkan kepalanya... benar sepertinya Rava tidak mengakui dirinya sebagai adik terlebih di depan pacarnya, ia hanya bisa tersenyum getir dengan air mata yang sudah menetes dari sudut matanya.

Tangan-tangannya mengepal kuat, hatinya sakit seperti ditusuk ribuan pisau, ia benar-benar merasa di khianati.

"Yaudah yok kita pergi dari sini, lihat tanganmu jadi kotor begini kan." Rava mengusap tangan Klara yang sebenarnya tidak kotor sama sekali.

Netranya masih melirik Ghea yang masih berdiri di sana tanpa berkata-kata, Rava hendak berbicara saat melihat gadis itu meneteskan air mata dan pergi dari sana dengan kesal.

"Kenapa sayang?" tanya Klara.

"Nggak apa-apa, mulai sekarang lo harus berhenti membully orang!" Rava menekan suaranya.

"K-kamu bilang apa? L-lo?"

"Iya... karena mulai hari ini gue mau kita putus!"

___

Rava mengusap wajahnya frustasi saat terbangun dari tidurnya, sejak beberapa tahun terakhir ini Rava selalu memimpikan hal yang sama.

Air matanya tak dapat ia bendung lagi, rasa sesak menelusup ke dalam dadanya saat cairan bening mengalir dari sudut matanya... tapi kenapa, meminta maaf pun sangat sulit terucap dari bibirnya.

Gara-gara dirinya Ghea menjadi orang jahat, meskipun Rava ingin melindunginya tetapi kesalahan masalalu tak bisa di elakkan.

"Gue nggak pantas di sebut abang..."

I'm Not A VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang