00.11

552 42 20
                                    

Jangan lupa vote sama komentarnya, biar author semangat nulisnya☺️🙏

___

"Gevan... mata lo merah."

"A-apa? apanya yang merah?!" Gevan bicara gugup dan langsung membuang mukanya ke arah lain.

Ia sangat malu, bagaimana jika Ghea menyadari jika dirinya menangis, kenapa pula Ghea harus menyadarinya.

Ghea meletakkan air minumnya ke atas nakas, "makanya jangan begadang" ucapnya yang membuat Gevan tercengang.

"A-apa? Oh iya ini gue habis begadang haha"

"Oh ya lo nggak sekolah?" tanya Ghea memperhatikan Gevan yang sudah mengenakan seragam sekolahnya serta jaket kebanggan Delvaros menempel ditubuhnya.

Gevan menggeleng "nggak, gue bolos" katanya berbohong.

Padahal tadinya Gevan ingin sekolah, akan tetapi sebelum berangkat ia harus kerumah Rava dulu, tentunya untuk menemui Ghea. Tetapi ia melihat gadisnya itu berjalan-jalan sendirian dan kebetulan komplek lagi sepi, ia pun mengikutinya.

Ghea angguk-angguk, tak lama kemudian terdengar suara perutnya yang keroncongan. Seketika mukanya langsung memerah padam karena malu.

"Perut sialan" umpatnya lirih.

Gevan bercelingak-celinguk, jika dia menunggu Rava kembali mungkin akan sangat lama.

"Gue ambilin lo makanan di dapur ben-"

"Gue datang!"

"Bang Rava..." Ghea langsung menengok saat Rava datang dengan dua kantong plastik di tangannya.

"Apaan itu bang?" tanya Ghea.

"Nih buah-buahan segar buat lo, gue beli tadi di toko buah" jawab Rava, mengangkat kantong belanjaannya.

Rava membuka kantong belanjaannya dan mengeluarkan buah apel, anggur dan beberapa buah lainnya.

Mulut Ghea terbuka lebar, kebetulan dia sedang sangat lapar saat ini. "Ini abang beli sendiri?"

"Iya dong, gue nggak kayak lo apa-apa nyuruh bibi" Rava menyentil pelan kening Ghea membuat sang empu mengaduh.

"Ih sakit tau bang!"

"Lagian itu kan emang tugas mereka" Ghea terkekeh.

"Lo minggir biar gue kupasin" Gevan menggeser tubuh Rava yang berdiri di hadapannya.

"Sialan lo! main serempet aja" umpat Rava tak terima.

Gevan mengabaikan, ia mengambil pisau kecil yang entah ia dapat dari mana lalu mengupas buah apel dan memasukan ke dalam piring.

"Makan ini, bagus untuk kesehatan lo" katanya sambil menyodorkan potongan kecil apel.

"Makasih"

Ghea bingung sebenarnya apa yang ada di pikiran Gevan, bukankah pemuda itu sangat mencurigainya tapi kenapa setiap kali melihat matanya, Ghea merasakan jika pemuda itu sepertinya peduli padanya, apa karena dia adiknya Rava?

Tetapi jika begitu, mengapa perlakuannya berbeda dengan teman-teman Rava yang lain?

"Nggak usah dipikirin, yang ada makin kepikiran"

"Bang ini udah jam berapa?"

"Jam 11, kenapa Ghe?" tanyanya sambil mengusap suray sang adik.

Ghea terdiam, apakah ia pingsan selama itu dan karena nya juga Rava dan Gevan tidak masuk sekolah.

"Makasih buat kalian berdua, karena udah nyelamatin gue, kalo nggak... gue pasti udah di-"

"Ssst udah nggak usah diingat lagi, mereka udah kita bunuh" ucap Rava menenangkan, namun sekejap kemudian ia menutup mulutnya menyesali ucapannya.

I'm Not A VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang