[23.] Masih Menaruh Rasa

5 3 0
                                    

Happy Reading💙

“Gue denger yang pegang tuh akun anak Ips. Iya kan, Gar?” ujar Marcus meminta persetujuan Garda.

“Apa?” jawab Garda menyahuti Marcus.

“Yang kemaren kampang! di ruang cheers.”

“OHH, IYEE. ANAK IPS TUH YANG PEGANG KATANYA!” heboh Garda yang baru mengingatnya.

“Siapa—nya, lo berdua gatau pasti?” tanya Almo. Lalu, Marcus dan Garda kompak menggeleng.

Kini mereka sedang berkumpul di gudang sekolah. Mereka ingin mengadakan rapat untuk membahas lebih lanjut mengenai pesta yang akan di gelar kurang dari 2 minggu itu.

“Kemarin gue bantu cari nolak. Kalo kemarin deal—kan sekarang udah ketemu semuanya,” sela Allred.

“Gue nggak mau ada campur tangan anak-anak lain,” jujur Almo yang tidak ingin melihatkan anggota Dart Frogs lainnya.

Allred mengangguk mengerti, Lalu melemparkan kertas note ke arah Almo. “Gue bantu nih. Nggak ada campur tangan anak-anak, tenang aja. Salah satu yang pegang akun,”  ujar Allred.

“Salah satu?” beo Marcus.

“Yang pegang lebih dari 1 orang. Bukan cuma anak Ips seperti yang lo berdua dengar. Kayaknya perjurusan 1 orang yang pegang. Gatau juga pastinya gue sih. Yang pasti itu salah satu dari mereka,” jelas Allred lagi sambil menunjuk note yang berada di hadapan Almo.

Lalu pria itu, Rajendra Almo. Mengambil kertas tersebut dan melihatnya. Disana terdapat 12 angka nomor ponsel.

“Jangan tanya dapatnya gimana. Lo tinggal hubungi nomornya,” kata Allred lagi seolah tau Almo hendak bersuara.

“WAH SALSHA EMANG DAH GILA!” itu suara Kelvan yang baru saja masuk bersama Domino. Mereka baru saja membeli makanan serta minuman untuk di makan di ruangan tersebut bersama.

Garda dan Marcus langsung terlonjak dan berdiri semangat menanti berita yang dibawa Kelvan. “Ngapa lagi tuh cewek?” ujar Garda tak sabar.

“Dia nge—bully sohibnya Olin di kantin. Mentang-mentang tuh spiderman—nya gaada. Langsung aje di gas.” cerita Kelvan sambil menaruh makanannya di meja.

“Wah! ketinggalan tontonan nih gue! seharusnya tadi gue ikut lo, Van!” seru Garda antusias.

“Terus gimana?” itu suara Almo.

“Apanya?” tanya Domino balik yang tidak mengerti konteks pertanyaan Almo tadi.

“Korbannya? udah di tolong belum. Kasian anjir anak orang,”

“Udah. Lo tau siapa yang tolong?” ucap Kelvan memberikan teman-temannya tebak-tebakan.

“Yang pasti bukan tuh crazy girls—kan,” tebak Garda.

“Pak Siwal!” tebak Marcus. “Pasti tuh guru!”

“Bukan anjay! Siapa? Ayo!” ujar Kelvan yang terus ingin bermain tebak-tebakan.

“Buruan, elah!” kesal Allred mendorong pundak cowok tersebut karena tidak sabar.

“Sandy.” jawab Domino.

“Sabar napa bos. Kalem. Calm down!

“Sandy ternyata naksir tuh cewek. Salsha yang notabene—nya naksir dari zamannya MOS. Iri karena nggak pernah di lirik,” ucap Domino yang tau cerita lengkap dari desas-desus kasus awal ini mencuat.

“Beneran gila tuh cewek. Untung dia nggak suka gue.” ucap Marcus.

“Salsha gitu-gitu juga milih anjirr! Nggak capcipcup terus naksir. Modelan kek lu mah lewat, Mar. Baginya!” seloroh Garda seakan menyadarkan Marcus.

“Kalo di bandingin Sandy, yang punya gelar ketua osis. Anak rajin dan berbudi, latarnya bagus, keluarganya cemara. Yaa ke jungkal orang kayak kita ini,” lanjut Garda.

“Sepenting itu status ternyata di dunia ini.” miris Domino. Pria itu tidak menyangkal sama sekali perkataan Garda.

Nyatanya memang dunia seperti itu. Dunia berputar itu hanya untuk orang-orang yang memang pantas, menurutnya.

🍒🍒🍒🍒🍒

Naila tertegun di tempatnya membuat Domino membuka kaca helm nya. “Ini gue.”

Naila gadis itu hanya mengangguk. Dia dapat mengenali pria itu kini. Pria yang sudah sangat jarang mengganggunya.

“Pulang sama gue yuk, Nail.” ajak Domino.

“Nggak usah, makasih. Gue udah pesan ojek nih,” jawab Naila, gadis itu memperlihatkan layar ponselnya pada Domino.

“Batalin aja. Mending sama gue. Sorry kemarin-kemarin gue jarang nyariin lo kar--”

Domino belum sempat menjelaskan semua yang ingin dia bicarakan pada gadis itu, tapi ucapannya sudah di potong oleh Naila. “Gapapa. Urus aja cewek lo. Jangan ganggu gue lagi, Dom.”

“Gue nggak mau ribut kayak yang di lakuin gadis lain di kantin hari ini,” lanjut Naila.

Domino yang paham akan ucapan gadis itu dan arah pembicaraannya, menatap getir. Sesusah itukah dirinya meraih hati gadis di hadapannya ini?

“Tuh abangnya udah sampai. Duluan ya, Dom.” Naila berlalu begitu saja dari hadapan Domino dan berjalan menuju ke pengemudi motor yang berplat nomor seperti yang di layar ponsel gadis itu pegang.

“Naila!” Domino turun dari motornya dan berjalan ke arah gadis itu. “Gue nggak ada apa-apa sama Raecia. This is just a business relationship.” kata Domino.

“Naik Nail.” suruh Domino. “Hati-hati ya Pak bawa motornya. Saya masih di gantungin sama gadis ini soalnya.” ujar Domino yang berbicara kepada pengemudi yang ingin mengantarkan Naila.

“Siap Mas! aman sama saya mbaknya.” kata sang pengemudi. “Helm—nya tolong di pakai ya mbak,”

Bapak ojek tersebut hendak menyerahkan helm—nya pada Naila. Namun benda itu malah di ambil alih oleh Domino. “Hati-hati. Hubungi gue kalau udah sampai,” ucap Domino lalu mengacak halus puncak kepala Naila. Lalu setelahnya Domino memakaikan helm yang tadi dirinya ambil ke kepala gadis tersebut.

🍒🍒🍒🍒🍒

“Olina mungkin akan di ganti untuk olimpiade kali ini. Ibu akan coba carikan penggantinya. Ada 2 kandidat untuk saat ini. Tapi ibu belum yakin. Ibu harap dia bisa tetap mengikuti ini,” jelas Bu Melati.

Ini sudah mendekati minggu-minggu menuju Olimpiade. Hari yang seharusnya 3 anak muridnya sibuk dengan berbagai soal untuk berlatih. Tapi karena kasus yang menimpa salah satu dari mereka hal ini jadi sedikit tertunda.

“Ibu akan coba berunding dengan kepala sekolah mengenai penggantian atau tidaknya. Olina masih memiliki waktu sekitar 1 minggu jika dia masuk setelah hukumannya selesai. Tapi jika memang harus di ganti, ibu akan usahakan yang setara dengan Olina. Tapi jika keputusan tidak perlu di ganti mungkin ibu akan coba meminta waktu Olina setiap harii untuk datang dan membahas soal disini seperti biasa dengan kita setelah jam belajar usai.” ucap Bu Melati mencoba menjelaskan semua yang ada di benaknya.

“Ibu minta tolong ini di berikan pada Olina ya. Dia masih bisa menjadi harapan, jika kasus skors—nya tidak di perpanjang oleh keluarga Salsha.”

Kelvan dan Almo mengangguk mengerti dengan penjelasan Bu Melati pada mereka. Olina gadis itu mungkin agak kesulitan jika hanya belajar sendiri untuk Olimpiade kali ini. Soal tingkat ini akan jauh lebih sulit dari sebelumnya. Walaupun otak gadis itu tidak perlu di ragukan lagi tapi mereka tetap khawatir.

“Biar gue aja yang nganter nih soal, Van.” ujar Almo. Pria itu membawa soal milik Olina bersama miliknya dan memasukan ke dalam ransel pria tersebut.

“Oke. Paham kok paham yang mau PDKT.” kata Kelvan. “Gue nebeng sampai warung Pak Gino kayak biasa, Al.”

“Gue juga kesana dulu paling. Nanti malam baru gue ke rumahnya,”

💐💐💐💐💐

Destiny GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang