Ch. 12.1 - Prajurit Tanpa Tuan

33 3 0
                                    

Haaiii akhirnya Ann balik lagi, nih!!

Sebelumnya Ann mau minta maaf karena gak sempat update tanggal 15 karena ada urusan pribadi 🫠

Ann akan berusaha untuk tetap update tepat waktu seterusnya, yaa (setiap tanggal 5, 15, 25) 😉

Dan untuk update kali ini, Ann akan update dua chapter, nih. Hehehe 😄

Kuy, langsung baca aja👇🏻👇🏻

🍃🍃🍃

"Kim ... kau juga ... punya iris mata merah?" Marissa terdengar tidak percaya.

Kakak-adik dan si pedagang itu melihat ke arah Marissa dan aku dengan tatapan waspada. Mereka langsung mengarahkan senjata mereka pada kami. Marissa refleks siaga dengan lingkaran sihir di telapak tangan, sedangkan pria disampingku malah berdiri di depanku menghadang mereka dariku.

"Waw, apa kita akan saling menyerang sekarang?" Suara Marissa terdengar antusias. Dia menikmati situasi ini.

Berbeda denganku, aku hanya ingin pergi ke Carmine tanpa ada pertumpahan darah lagi.

"Tunggu sebentar!!" Aku melangkah melewati pria berpakaian hitam untuk mendekati dan menjelaskan pada yang lain.

"Jangan mendekat!" Tegas si kakak.

"Tapi aku benar-benar bukan orang jahat! Apapun yang kalian pikirkan, itu nggak benar!" Tegasku.

"Siapa yang akan percaya?" Tanya si adik waspada.

"Ayolah! Siapa pengikut Black Shadow yang berkeliaran sambil memakai seragam akademi? Aku punya kartu pengenal sihir dari akademi dan surat izin cuti resmi dengan cap sihir kepala sekolah. Apa kalian pikir ada orang jahat repot melakukan ini semua?"

Mereka diam menatapku untuk beberapa saat. Jelas sekali mereka ragu terhadapku, tetapi kuharap mereka akan membiarkanku kali ini saja.

Mereka lalu melempar tatapan pada Marissa. Begitu juga dengan aku dan pria disampingku. "Haaah ... karena kita sudah saling menolong disini, jadi aku bilang saja."

"Aku ini pelarian dari Black Shadow." Marissa mengakui asal usul dirinya.

"Kami tidak pernah mendengar ada yang pernah melarikan diri dari 'orang-orang itu'," ujar si pedagang.

"Memang, karena selama ini akulah orang pertama yang berhasil kabur," balas Marissa.

"..... haaah, kami tidak punya waktu untuk ini," kata si kakak, yang selalu dikejar oleh waktu.

"Kami tidak peduli kalian siapa karena itu bukan urusan kami. Kami masih harus melanjutkan perjalanan kami, jadi kami akan pergi lebih dulu," kata si kakak pada Marissa. "Kau bisa mengatasi mereka, kan?"

Marissa mengangguk yakin. "Aku juga masih punya hal yang ingin kutanyakan. Tapi, aku masih belum membayar biaya tumpanganku."

"Ck, itu sudah tak penting." Si adik berdecih kesal. Dia lalu melihat padaku. "Kau ikut kami atau tidak? Kau juga mau ke Carmine, kan?"

"Aaah, sepertinya aku menetap dulu. Aku masih ingin bicara dengan-" aku melirik Marissa. "Aku juga gak buru-buru ke Carmine, kok."

"Oke."

Kami pun berpecah menjadi 3 rombongan: si pedagang membawa sisa barang dagangannya yang masih bagus dan melanjutkan perjalanan menuju Carmine; kakak adik itu menolak tumpangan si pedagang dan meneruskan perjalanan mereka sendiri; Marissa, pria berpakaian serba hitam, dan aku membereskan anggota bandit dan bosnya.

"Anu... soal iris mata kami," ucapku pada si pedagang.

"Tenang saja, aku takkan cerita kemana-mana. Atau aku yang tidak akan pernah dapat penumpang lagi," ujar si pedagang.

Kimberly Academy 3: The Last HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang