. . .
Tepat pukul tiga dini hari, Harun terbangun dari tidurnya.Karena merasa haus dia keluar untuk mengambil minum. Melewati kamar Lakshita lalu menuruni tangga.
Dia ingat apa yang selalu dikatakan paman Udin tentang kondisi di rumah ini.
Paman Udin bilang, rumah ini selalu sepi. Lakshita tidak pernah membawa satupun teman nya kesini. Dan juga, tentang Lakshita yang waktu tidurnya hanya satu dari seribu, tentang putrinya yang jarang sekali tidur sejak bertahun-tahun yang lalu.
Paman Udin tidak tahu alasan nya. Apalagi dirinya yang bahkan sekali pun tidak pernah memperhatikan Lakshita.
Harun menghela napas, setelah meneguk satu gelas air, dia kembali ke atas untuk melanjutkan istirahat nya. Sebelum menaiki tangga, dia memandangi seluruh isi rumah. Rumah ini begitu besar, dan sunyi.
Setelah itu dia menaiki tangga. Begitu tiba di depan kamar Lakshita, Harun berhenti sejenak, memandangi pintu itu.
Entah karena dia ingin, atau bagaimana. Ada sesuatu yang mendorong nya membuka pintu itu. Perlahan dia memutar gagang pintu, hampir tidak mengeluarkan suara.
Begitu terbuka, Harun melihat ke dalam kamar temaram itu. Melihat ranjang, itu kosong. Lalu di meja belajar, putrinya juga tidak ada disana.
Saat melihat lebih luas, seperti ada sesuatu di pojok kamar. Dia memutuskan untuk masuk, dan baru menyadari jika suhu nya sangat-sangat dingin. Harun menajamkan penglihatan nya pada sesuatu yang meringkuk di pojok itu.
Dan betapa terkejutnya dia, itu Lakshita!
Dia langsung berlari menghampiri putrinya.
“Dingin sekali.” dia membatin begitu memegang tubuh anak itu.
“Shita, bangun."
"Nak? Kumohon."
Harun mengguncang tubuh Lakshita yang tidak berdaya. Pikiran nya kalut saat ini. Apa yang terjadi? Bukankah tadi dia baik-baik saja?
Sambil memeluk Lakshita, dengan tangan gemetar Harun menghubungi paman Udin. Memintanya untuk segera naik.
“Apa yang terjadi, nak? Kenapa tidak bilang jika kamu sakit?”
Matanya berkaca-kaca. Membayangkan jika Lakshita begitu terluka karena tidak mereka perhatikan selama ini.
Harun memeluk putrinya dengan erat, berusaha menyalurkan kehangatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja & Kepergianmu
Romance"Ketika sebuah pedih telah mencapai cakrawala. Kepedihan telah menjadi indah, bersama senja. Secercah rona, telah di dominasi oleh duka. Dan juga, seluruh tawa telah terlukis bersama luka. Dan akhirnya, Aku disini, menggapai ruang hampa." "Kamu memb...