. . .Lakshita berlari di tengah koridor panjang sekolah nya, dia terus berlari di tengah kegelapan itu.
Saat itu sudah pukul sembilan malam, semua guru sudah pulang, hanya tersisa satpam, begitupun pos satpam berada puluhan meter di depan gedung sekolah.
Lakshita tidak bisa berteriak minta tolong, atau orang-orang itu akan mendatanginya dan ‘menyiksa’ nya lagi.
Laks berlari dengan gelisah, dia menengok kebelakang berkali-kali, takut tiba-tiba ‘mereka’ sudah berada di belakangnya.
Kedua kakinya sudah sangat sakit, telapak kakinya penuh goresan.
Hijabnya tidak berbentuk, dan wajahnya lebam-lebam. Dan air mata memenuhi wajahnya.
Dengan napas tersenggal, Laks menoleh kesana kemari mencari tempat untuk bersembunyi, begitu telinga nya menangkap suara tawa dan derap langkah, tanpa pikir panjang. Laks berlari ke tengah tumpukan meja di sampingnya, lalu menyembunyikan diri di belakang lemari besar yang berada disamping tumpukan meja itu, tepat dibawah tangga.
Menutup mulutnya dengan kedua tangan.
“Shitaa… kau dimana” ujar salah satu dari lima, ‘mereka’. yang lain menyahutinya dengan tawa. Lima orang itu tiga lainnya adalah pria, dan dua yang lain perempuan.
“Keluarlah perempuan!” Lakshita memejamkan matanya erat mendengar bentakan itu. Dia tidak punya harapan apapun sekarang. Hanya mampu memohon pertolongan dari Sang Tuhan.
Orang-orang itu kembali tertawa, mencarinya. “Dasar murahan! Dimana dia!?”
Degup jantung nya begitu keras saat terdengar lemari di depan nya di buka oleh salah dari ‘mereka’. Laks tidak berani bergerak sama sekali. Dia tetap disana menunggu ‘mereka’ pergi.
Tetapi keputus-asaan menghampirinya saat orang-orang itu justru berhenti di sana.
Mereka duduk disana menghisap rokok.
“Kira-kira kemana dia?” tanya salah satunya.
“Mungkin sudah berhasil keluar.” jawab yang lain.
‘mereka’ berdecak kesal karena berpikir kehilangan ‘mainan’
“Hei bagaimana jika dia melaporkan kita?”
“Biarkan saja. Lagipula dia tidak punya bukti.”
“Jika dia melapor tanpa bukti, dia sendiri yang akan di penjara.”
Mereka tertawa seperti membicarakan hal yang lucu. Tidak peduli dengan adanya konsekuensi yang akan mereka dapat di masa depan.
Laskhita memeluk lututnya, menenggelamkan wajahnya disana. Bahkan disaat seperti ini, dia tidak berani meminta pertolongan pada siapapun. Meski kepada keluarganya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja & Kepergianmu
Romance"Ketika sebuah pedih telah mencapai cakrawala. Kepedihan telah menjadi indah, bersama senja. Secercah rona, telah di dominasi oleh duka. Dan juga, seluruh tawa telah terlukis bersama luka. Dan akhirnya, Aku disini, menggapai ruang hampa." "Kamu memb...