16

8 2 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

. . .

Kafka menaruh minuman kaleng di meja yang berada di depan Lakshita.

"Maaf aku hanya punya minuman kemasan disini." ujarnya.

Karena Kafka sendirian, dia tidak pernah berbelanja sesuatu yang menyusahkan. Dia hanya menyetok mie instan, sosis, nugget, dan makanan siap saji lainnya. Minuman pun seperti itu. Bahkan dirumahnya pun dia jarang sekali membeli bahan masakan jika tidak benar-benar dimarahi oleh bibinya.

Laks menggeleng. "Tidak apa-apa Kaf. Jangan pikirkan." jawabnya.

Setelah itu mereka mengobrol ringan tentang hari-hari yang mereka lewati, terutama Lakshita yang entah terkena pelet atau bagaimana selalu banyak bicara jika bersama Kafka.

"Dan kamu tahu Kaf, aku tidak suka sekolah sejak kecil. Bahkan dulu saat SMP aku menjawab ujian dengan memutar pena di tengah beberapa angka melingkar." 

Laks bercerita panjang, tampak sangat nyaman.

Sementara Kafka mendengarkannya sambil minum, menatap Lakshita dengan senyuman yang tidak pernah pudar.

Rasanya menyenangkan, bisa melihat Lakshita bercerita riang di depannya.

Lakshita tertawa setelah menceritakan bagaimana dia memanjat pohon mangga di belakang sekolah untuk membolos seharian. Dan saat ada guru yang mencarinya, dengan bodoh dia bergerak dan berakhir jatuh dari pohon.

"Kamu tahu aku sangat malu saat itu." ucapnya setelah mengusap air mata karena terbahak-bahak.

Kafka menggelengkan kepala heran, sambil tetap tersenyum. Tatapannya tidak teralih dari gadis di depannya ini.

"Apa kamu tidak memiliki teman?" tanya Kafka setelah sedari tadi hanya diam sambil mendengarkan.

Laks menggeleng sebagai jawaban. "Ayahku bilang, boleh berteman dengan sesama perempuan. Tapi sejak sekolah dasar sampai menengah pertama, aku selalu di jauhi. 

Jadi yaaa, begitulah." jawabnya, menyeruput minuman kaleng yang diberikan Kafka.

Kafka terdiam.

Laks menoleh, melihat Kafka menatapnya seperti itu membuatnya tertawa canggung.

"Aku punya sahabat dulu, emm tapi karena sebuah kejadian dia meninggalkanku saat kami kelas dua. Jadilah aku tidak punya teman bahkan sampai masuk ke universitas."

Kafka mengernyit mendengar itu, merasa aneh.

Tapi seperkian detik setelahnya, dia tersadar sesuatu. 

"Kamu sengaja?" tanya nya masih menatap Lakshita.

Laks terbatuk sesaat, merasa Kafka seperti cenayang yang selalu tahu apa yang ada di dalam kepalanya.

"Uhuk, ekhem." Laks berdehem tidak yakin.

Kafka menaikkan satu alis tebalnya, sambil tersenyum tipis. Senyum tipis yang sayangnya membuat Laks menjadi lebih gugup.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Senja & Kepergianmu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang